25. Menolak

37.2K 1.2K 1
                                    

Perhatian!!!! Untuk para pembaca, mohon tinggalkan jejak dengan vote, komen + follow ya 😁

***

El selesai memandikan dan memakaikan pakaian pada Aresa. Sekarang Aresa sudah wangi. El pun membawa Aresa ke ruang makan.

Ardan tengah sarapan nasi goreng disana.

El menghampirinya. "Gimana nasi gorengnya? Enak?" katanya yang lalu duduk di dekat kursi Ardan.

"Ini buatan kamu?" tanya Ardan lalu diangguki El. "Biasa aja." katanya lagi dengan wajah datar dan tetap masih memakannya.

El hanya terkekeh pelan. "Tuh liat sayang. Papah lagi makan nasi goreng buatan mamah, papah suka katanya." El kembali berbicara pada bayi itu.

"Kapan saya bilang suka?" Ardan pun minum.

"Nggak ada yang mau bapak omongin gitu sama saya?" ucap El.

Ardan bingung. "Maksud kamu?"

"Kalo nggak ada ya nggak papa." kata El acuh tak acuh. Ardan pun beranjak lalu ia mencium pipi Aresa yang ada di pangkuan El.

"Papah kerja dulu ya sayang, sampai ketemu nanti." ucapnya pada Aresa.

"Hati-hati papah,, semangat kerjanya!!" jawab El sambil memegang tangan Aresa. Membuat Ardan tersenyum lalu Ardan pun pergi.

**

Di rumah Dhika, Risa tengah mengemasi barangnya.

"Risa, kamu mau kemana?" ucap Dhika saat melihat Risa membawa kopernya keluar dari kamar.

"Saya mau pergi pak. Saya nggak enak tinggal disini terus." katanya.

"Tapi kenapa? Kamu bisa tinggal disini kok. Lagipula kan saya tinggal sendirian."

"Justru itu pak, karena bapak tinggal sendirian. Saya takutnya ada tetangga yang ngegosip in bapak. Takut ada fitnah." Risa merasa tak enak karena El sudah tidak tinggal disini.

Bukannya El tak mengajaknya tinggal dan bekerja lagi di rumah Ardan. Tapi hanya saja Risa juga sudah merasa tak enak jika ia harus balik lagi ke rumah itu.

"Terus sekarang kamu mau kemana?" tanya Dhika.

"Hehe,,, saya juga nggak tahu sih pak." cengenges Risa.

"Kalau gitu, gimana kalau kamu tinggal di mes tempat pekerja resto saya aja? Disana juga masih ada yang kosong." tawar Dhika.

"Nggak ngerepotin kan pak? Kalo nggak, boleh kok. Saya mau. Sebagai balasannya, saya bisa bantu-bantu di resto padangnya Bapak." Dhika pun tersenyum.

"Tentu aja boleh dong. Tapi ngomong-ngomong, jangan panggil saya bapak dong, saya kan bukan bapak-bapak."

"Mmm.. Terus saya harus panggil apa?"

"Mmm.. Terserah"

"Mas?? Mas Dhika." kata Risa canggung.

"Mmm,, boleh-boleh. Saya suka." mereka berdua pun tersenyum.

*

Elisa mengambil ponselnya setelah menidurkan Aresa di keranjang bayi. Ia hendak menelpon Dhika.

"Hallo?" kata Dhika di seberang telpon sana.

"Pak Dhika, bisa kita ketemu sekarang?"

*

Di resto padang, Dhika tengah sibuk mempersiapkan ruangannya.

Risa datang.

Tok tok!!

"Eh, Mbak Risa. Masuk aja."  Dhika melihat Risa mengetuk pintu karena pintunya tak di tutup sepenuhnya.

"Wah,, harum sekali ruangannya pak.. Pasti bakal ada tamu spesial ya?" katanya.

Dhika tersenyum. "Iya, dia tamu spesial buat saya."

"Siapa?" Risa kepo.

"Elisa. Katanya Elisa mau dateng." sumringah Dhika membayangkan kedatangan Elisa.

'Sebahagia itu ya pak Dhika yang akan di datangai Bu Elisa?? Secinta itu dia sama Bu Elisa' Batin Risa. Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini saat Risa dekat Dhika. Risa merasakan ada yang aneh di dirinya. Entahlah, apa yang dirasakan oleh Risa.

Mungkin selama ini ia membutuhkan sosok laki-laki untuk membantunya, jadi dia malah berpikir berlebihan atas kebaikan Dhika selama ini padanya.

"Baiklah kalau begitu saya permisi pak." Risa pun pergi, ada rasa sedikit kecewa di hatinya.

*

El datang sendirian. Ia menitipkan Aresa pada bi Imah di rumah. El pun langsung masuk ke ruangan Dhika dan Dhika juga ada disana.

"Ayo, masuk El." El pun masuk dan duduk. "Kamu pasti belum makan kan? Aku ambilkan makanan dulu ya?"

"Tidak usah Pak Dhika, tidak perlu. Saya kesini cuma ingin bicara dengan Pak Dhika. Saya juga sudah makan di rumah." El kembali berbicara formal pada Dhika. Yang membuat Dhika bingung.

Dhika pun kembali duduk. "Ada apa? Kamu mau ngomong apa?"

"Saya nggak mau ada kesalah pahaman di antara saya, pak Dhika dan pak Ardan. Jadi saya ingin pak Dhika menjelaskan dan meluruskan semuanya." ucap El serius.

"Maksudnya?"

"Saya tau kalau selama saya hamil, pak Dhika selalu membawakan saya makanan tanpa sepengetahuan Pak Ardan kan?" Dhika terkejut. "Saya tau maksud dari kebaikan bapak untuk saya. Tapi nggak seperti ini caranya. Semua ini membuat saya salah paham, bukan cuman saya. Tapi Pak Ardan juga." jelas El panjang lebar.

"Nggak.. Maksud kamu apa El?"

"Perbuatan bapak selama ini bener-bener membuat saya bersyukur dan berterima kasih. Saya berterima kasih sekali. Karena pak Dhika sangat baik pada saya dan bayi saya. Tapi selain itu, perbuatan bapak yang mengatas namakan pak Ardan. Membuat saya kege'eran, membuat saya merasa, merasa kalau pak Ardan mulai peduli dan mulai jatuh cinta pada saya waktu itu." mata El mulai berkaca-kaca, dan Dhika juga, ia tertunduk. "Saya tau kalau pak Dhika suka sama saya. Tapi maaf pak, saya sudah memutuskan untuk, menolak cinta bapak." putus El menolak cinta Dhika dengan baik-baik.

"Ta-tapi kenapa Elisa? El, aku cinta sama kamu. Aku bisa terima kamu apa adanya. Aku janji, aku akan buat kamu jadi wanita yang paling bahagia di dunia ini. Tidak seperti Ardan yang selalu membuat kamu menangis sepnjang waktu." Dhika mulai mendekatlan diri dan berlutut di hadapan El. "Aku akan kasih kamu cinta, harta, kebahagiaan yang nggak pernah Ardan kasih buat kamu selama ini Elisa." lanjutnya memohon. Saat Dhika akan menyentuh tangan, El langsung menepisnya.

"Maaf pak Dhika, tapi cinta dan kebahagiaan tidak bisa dibeli dengam harta." mata mereka memandang satu sama lain dengan lekat.

"Dengan kita selalu bersama, cinta akan datang karena terbiasa bersama Elisa."

"Itu dia. Cinta akan datang karena terbiasa.. Saya,, sudah terbiasa dengan kehadiran pak Ardan di hidup saya. Saya mencintai pak Ardan."

Hamil Anak Boss(REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang