Maryam membersihkan piring-piring kotor. Setengah jam yang lalu, dirinya bersama Sumi menyantap makan malam yang cukup sederhana, meskipun baginya terasa mewah dibanding makanan yang dimakannya di kampung.
Sumi cukup baik karena mau menanggung biaya makan dan tempat tinggal Maryam. Hal itu sering membuat gadis itu tidak enak dan berkali-kali menanyakan pekerjaan. Namun, Sumi mengatakan belum ada yang cocok untuknya. Maryam hanya bisa pasrah.
Gadis itu kemudian beranjak ke pintu depan. Sambil bersandar pada kusen kayu yang catnya hampir mengelupas, dia mencuri pandang ke langit. Cuaca Jakarta sepertinya sedang ramah bersahabat. Udara tidak terasa panas seperti biasanya. Angin dingin mengembus perlahan menyelusup ke lubang-lubang ventilasi. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya.
Gadis itu bersorak kegirangan. Hujan memnuat memandang keluar dari sela-sela pintu yang terbuka, terlihat hanya jalanan gang sempit tergenang air kecokelatan. Maryam teringat keluarga di kampung.
Tak jauh jauh dari tempatnya berdiri, Sintia alias Sumi tengah berbicara dengan seseorang lewat telepon. Suaranya tidak terlalu jelas. Hanya saja terdengar Sumi menyebut angka dan suatu tempat yang cukup asing bagi Maryam. Sumi pun sering kali memandang wajahnya. Namun, ketika Maryam membalas pandangannya, Sumi pun mencelos.
Ini hari ke tujuh Maryam tinggal di kontrakan milik Sumi. Nana dan Minah sudah terbang ke tempat di mana mereka bisa mewujudkan mimpinya. Bekerja dan mendapatkan uang pada akhir hari perhitungan satu periode.
Nana dan Minah wajar saja cepat mendapatkan pekerjaan karena mereka sudah jauh-jauh hari menghubungi Sumi untuk dicarikan pekerjaan, sedangkan Maryam memintanya secara dadakan. Mau tidak mau gadis berambut panjang itu harus menunggu.
"Biar dapet yang gede duitnya," jawab Sumi ketika di hari ke lima Maryam menanyakan masalah pekerjaan.
Maryam sedikit risih dengan Tiger, lelaki yang diakui Sumi sebagai kekasihnya. Matanya yang lebar dengan alis tebal seringkali tepergok tengah menelusuri tubuh Maryam dari atas hingga bawah. Terkadang bibir hitamnya mengulas seringai yang membuat Maryam takut dan tidak nyaman.
Lelaki itu seperti rubah licik yang menunggu domba buruannya lengah dan lemah. Sumi bukannya tidak tahu kelakuan laki-laki gempal dengan rambut gondrong itu. Seringkali dia mengingatkan agar Tiger tidak terlalu mendekat.
Tadi pagi saja, saat Maryam tengah membersihkan ruangan yang tak seberapa luas, Tiger datang dan tanpa malu-malu mengelus punggungnya. Maryam kaget dan berusaha menjauh. Sumi masih tidur pulas di kamar. Sambil bernyanyi kecil, lelaki itu memasuki kamar dan menutupnya. Entah apa yang diperbuatnya setelah itu. Maryam hanya diam terpaku saat samar terdengar tawa berderai Sumi dari dalam.
Tidak hanya itu saja, tiga hari sebelumnya, Tiger datang malam hari, sesaat setelah Sumi pulang dari satu tempat dengan dandanan yang mencolok. Gaunnya sedikit terbuka dengan belahan tinggi. Maryam tidak tahu apa pekerjaan yang dilakukan Sumi. Sumi hanya bilang kalau dia pemandu karaoke di sebuah diskotek. Tiger sempat menggodanya, tetapi Sumi berteriak kencang dan mengingatkan laki-laki itu untuk tidak menggoda Maryam yang sedikit ketakutan.
Tiger hanya mencebik, perlahan dia mendekati Sumi, tangannya liar menyentuh dagu gadis itu, lalu berlanjut meraba bagian tubuh lain. Sumi terlihat tidak risih, bahkan berlaku manja dan tersenyum manis. Entah siapa yang memulai, keduanya pun saling mendekat. Tanpa malu saling mendekatkan wajah masing-masing. Bibir mereka saling berpagutan. Jika sudah begitu, Maryam membuang muka. Gadis itu merasa malu sendiri. Wajahnya memerah. Dia belum pernah melihat di depan matanya ada orang yang sedang bermesraan, terlebih itu temannya sendiri. Sumi hanya terkekeh melihat pola Maryam.
"Kampungan! Kamu harus tau, Seperti ini kalau anak muda Jakarta sama pacarnya." Begitu sindir Sumi ketika Tiger keluar dari kontrakan.
Maryam hanya bisa menatap heran. Sumi yang dia kenal dulu sangat jauh berbeda dengan Sumi yang ada di hadapannya sekarang. Apalagi gadis hitam manis itu pun sangat akrab dengan rokok. Ya, Sumi perokok aktif. Pantas saja, Maryam melihat sebungkus rokok dan pemantik di tas Sumi saat mereka masih di kampung.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIAJE DE SOLEDAD [21+] (On Going)
RomanceSoledad, gadis cantik yang memiliki impian indah setinggi langit biru. Banyak rencana yang sudah terpatri di hati saat langkah kakinya menjauh dari keluarga dan kampung halaman. Sayang, asa itu lenyap dan mengempaskannya menjadi kupu-kupu malam. Bu...