Kereta ekonomi Dharmawangsa
jurusan Semarang-Pasar Senen melaju kencang. Kursi penumpang tampak penuh semua padahal jadwal pemberangkatan dari Stasiun Semarang Tawang sebelum subuh. Kata Sumi, tiket ekonomi untuk pemberangkatan selepas waktu subuh sudah habis. Akhirnya malam tadi, Sumi mengubah jadwal keberangkatan mereka ke Jakarta lebih awal dari rencana semula.Setelah melepas pelukan Bapak dan saudara-saudara yang lain, Maryam melangkah menembus kegelapan malam. Genangan air mata yang ditahan sekuat tenaga tidak bisa menyembunyikan kesedihan perpisahan ini. Bapak beberapa kali memberi wejangan, Mas Topan memeluk Maryam dengan mata yang memerah. Mbak Ningsih tegar mengusap punggung adiknya. Sarah diam mematung dengan pipi basah karena menangis sepanjang malam.
Pukul dua pagi, Sumi menjemputnya dengan mobil sewaan menuju stasiun. Di mobil, tidak hanya Maryam, ada dua perempuan muda lainnya sebaya gadis itu dan Sumi ikut serta. Seperti halnya Maryam, mereka sepertinya tertarik pula ingin menjemput impian di Jakarta.
Dalam kereta, Maryam memandang sekeliling gerbong tempat dia berada. Keningnya berkerut. Dia heran karena banyak sekali orang yang bertujuan pergi ke Jakarta. Namun, pikiran cerdasnya menggiring ke pada hal lain. Maryam mengira mungkin di antara mereka ada yang pulang liburan dari Semarang, mengunjungi sanak keluarga, atau orang-orang yang bertujuan sama dengannya yaitu berniat mengubah nasib untuk mencari penghidupan yang layak.
Maryam melempar pandangan keluar kereta. Dia sengaja mengambil tempat di samping jendela yang berkaca. Pohon, rumah, gedung-gedung serta jalanan yang sepi dengan penerangan lampu malam seolah berlarian kencang meninggalkan dirinya yang duduk dan diam dalam temaram lampu. Semakin lama objek yang baru dilihatnya semakin menjauh, berubah kecil, lalu menghilang.
Bosan dengan pemandangan luar, Maryam kemudian melirik ke arah depan. Sumi yang duduk berhadapan dengannya tampak terkantuk-kantuk sambil memeluk tas besar berisi pakaian. Dua teman barunya pun tertidur pula. Nana duduk di samping Sumi dan Minah bersebelahan dengannya. Suasana masih hening. Sebagian melanjutkan tidur dalam balutan dingin yang menusuk kulit.
Maryam menghela napas. Baginya, ini adalah perjalanan terpanjang pertama dalam hidupnya. Menjauh dari kampung menuju kota besar. Jakarta, kota impian dan harapan setiap pendatang seolah magnet yang menarik kuat agar dirinya datang. Inilah keindahan surgawi. Maryam tenggelam dalam lamunan. Masih terngiang ucapan Bapak beberapa hari yang lalu.
"Nduk, Jakarta penuh dengan keindahan yang tidak semuanya bagus untuk orang kampung seperti kita. Kadang-kadang ada kejahatan di balik kata-kata manis. Kamu harus hati-hati!"
Gadis itu mencoba memejamkan mata. Dia ingin tidur barang sebentar.Namun, sebelum itu Maryam salat subuh sambil duduk. Wudu dengan cara bertayamum. Untunglah, Mbak Ningsih tadi membekalinya mukena parasut yang bisa dilipat sebesar kepalan tangan hingga bisa masuk ke dalam tas ranselnya.
Maryam terlelap hingga terbuai mimpi. Dalam bunga tidurnya, dia seolah berada di suatu tempat yang indah, terang benderang penuh cahaya, dan mengenakan pakaian menawan. Banyak makanan yang enak, minuman beraneka warna dan rasa. Wajah-wajah tampan dan cantik tersenyum ramah mengelilinginya.
Entah berapa lama dia tertidur. Anjlokan yang cukup keras pada rel kereta membuatnya terbangun. Entah pukul berapa sekarang. Maryam memandang ke arah jendela. Sudah siang rupanya. Di luar mulai terang. Badannya terasa pegal. Sumi tidak terlihat duduk di depan. Kemana anak itu? Mungkinkah ke toilet?
Maryam melongokkan kepala ke selasar gerbong. Orang-orang masih tertidur. Nana sudah terbangun, tetapi gadis itu hanya diam memadangnya. Minah menguap beberapa kali.
"Sumi ke mana?" tanya Maryam pelan.
Mata Minah memerah dan berkaca-kaca. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya berulang kali. Ekspresi wajah yang masih mengantuk membuatnya belum sepenuhnya sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIAJE DE SOLEDAD [21+] (On Going)
RomanceSoledad, gadis cantik yang memiliki impian indah setinggi langit biru. Banyak rencana yang sudah terpatri di hati saat langkah kakinya menjauh dari keluarga dan kampung halaman. Sayang, asa itu lenyap dan mengempaskannya menjadi kupu-kupu malam. Bu...