👙Part 24👙

2.8K 154 9
                                    

Udah malem nih. Buat yg baca malam ini, selamat malam ya. Selamat beristirahat, aku juga mau sleep wkwk tpi pgn update dlu

Komennua jgn lupaaaaaa

Happy reading👙

"Mami tahu kan kalau Nira pulang ke Indo? Itu alasan Mami hingga akhirnya menjodohkan aku dan Safa."

Aku diam mendengar ucapan yang keluar dari mulut Mas Kendra. Nira yang dia maksud itu si dosen baru itu, kan? Yang temannya Mas Kendra? Atau hanya aku yang berpikiran bahwa Mbak Nira itu teman Mas Kendra?

Di dalam kamar terdengar sepi. Sepertinya Mami tidak bisa menjawab pertanyaan dari Mas Kendra.

"Mi?"

"Iya! Mami tahu dia pulang dan sengaja menjodohkan kamu! Puas? Itu semua Mami lakukan demi kebaikan kamu."

Sebenarnya ada hubungan apa antara Mbak Nira dan Mas Kendra? Rasanya aku seperti orang bodoh di sini.

Ketika sedang fokus menguping, dengan sialannya ponselku berdering nyaring. Tentu saja pelakunya adalah Miko. Anak itu pasti menagih tugas yang ia minta tadi. Sialan. Tidak tahu situasi saja.

Di dalam kamar pun sudah tak terdengar suara lagi. Dari pada aku ketahuan menguping, lebih baik aku menerima telepon Miko dan pura-pura tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

"Halo, Ko?"

"Gimana? Kok belum dikirim sih?" Bertepatan dengan ocehan Miko, pintu di belakangku terbuka. Aku masih pura-pura tidak ngeh akan keberadaan mereka.

"Iya ih sabar napa si. Gue baru aja mau masuk ke kamar. Gak sabaran banget jadi orang," ucapku seraya membalikkan badan. Mami dan Mas Kendra menatapku, seakan takut jika aku mendengar pembicaraan mereka.

"Eh? Aku kira nggak ada Mami." Mami mengulas senyum ke arahku.

"Ko, bentar ya. Nanti gue telepon lagi."

"Nggak usah, gue perlunya lo kirim tugas punya lo itu."

"Iya." Setelah itu aku menutup telepon dari Miko.

"Mami ada apa nih sampe ke kamar? Nyari aku?" Dengan percaya dirinya aku berbicara seperti itu. Bodo amat tentang pandangan Mami.

Mami menggeleng. "Enggak. Mami ada perlu aja sama Ken. Disuruh Papi."

Aku hanya ber'oh' ria dan terlihat mempercayai ucapannya.

"Ya udah, Mami ke bawah dulu, ya? Kalian juga turun, kita sarapan bareng." Setelah itu Mami pergi meninggalkan kami berdua yang berdiri di depan pintu kamar.

Dengan sikap biasa saja, aku melangkah masuk ke dalam kamar sesuai tujuan utamaku; mengirim contoh tugas yang diinginkan Miko. Tapi Mas Kendra mencekalku.

"Kenapa?" tanyaku datar.

"Kamu ...." Ucapannya menggantung. Aku tahu jika dia ingin menanyakan apa aku mendengar ucapannya tadi atau tidak.

"Apa?" Mas Kendra menggeleng. Tak melanjutkan lagi apa yang tadi akan ia katakan.

Aku melepaskan cekalannya dan masuk ke kamar. Diikutinya dari belakang. Lelaki itu duduk di atas ranjang, melihatku.

"Mas liat laptop aku nggak?" tanyaku ketika tidak bisa menemukannya.

"Itu laptop kamu," tunjuknya pada laptop yang ada di atas meja.

"Oh iya, aku kira punya kamu. Sama soalnya." Laptop kami memang sama, sama persis. Karena lelaki itu yang membelikannya untukku. Katanya menggantikan laptopku yang rusak karena putri kesayangannya itu. Tentu saja aku berterima kasih. Karena laptop yang ia belikan jauh lebih bagus dan canggih dari yang aku miliki sebelumnya.

Setelah mengirimkan tugasku pada Miko, aku menutup laptopku kembali.

"Sudah?" tanyanya yang kubalas anggukkan.

"Ada tugas dadakan?"

Aku menggeleng. "Miko minta dikirim contoh tugasku dari Pak Eka. Dia belum ngerjain."

"Oh."

Tanpa menunggu Mas Kendra, aku keluar dari kamar menuju ruang makan. Jujur saja perutku sudah berdemo minta diisi. Karena sejak semalam aku belum makan apapun.

Ternyata di ruang makan sudah ramai. Keluarga Mas Kendra sudah duduk manis di tempatnya masing-masing.

"Nih pengantin baru lama banget turunnya, ritual dulu ya?"

"Hah?"

Aku hanya merespon begitu saja karena celetukan kakak perempuan Mas Kendra, Kak Keyna. Aku bisa tahu jika itu Mbak Keyna. Cara membedakannya pun sangat mudah antara Kak Keyna dan Kak Keyla. Cukup perhatikan cara bicaranya saja. Kak Keyna cenderung ceplas-ceplos dan kasar.

"Udah, Key. Otak Safa nggak nyampe sama omongan lo," timpal Viko. Terdengar suara ketawa Tiya yang seakan setuju atas ucapan suaminya.

Yang aku lakukan hanya duduk di sebelah Kak Keyla, dengan bibir mengerucut sebal atas ucapan Viko. Lelaki itu terlalu jujur. Aku memang tidak mengerti arah pembicaraan Kak Keyna.

"Sudah-sudah. Lebih baik kita mulai sarapan."

Setelah ucapan Papi, akhirnya semua diam. Aku melihat Mami menyendokkan nasi serta lauk pauk untuk Papi. Begitu pun Kak Keyla dan Tiya, mereka mengambilkan makan untuk suami mereka. Aku hanya memperhatikan saja. Karena barusan ketika aku akan mengambil piring milik Mas Kendra, lelaki itu sudah lebih dulu mengambil untuk dirinya sendiri.

"Cepet nikah makanya, Key. Biar lengkap rumah ini. Iya kan, Mi?" Viko memancing respon Mami agar memojokkan Kak Keyna.

Kak Keyna memutar bola matanya malas. "Berisik lo. Gimana gue aja, gak usah banyak atur lo." Viko terkekeh pelan karena berhasil membuat kakaknya itu kesal.

"Bisa kita makan saja? Tidak usah banyak bicara?" Ucapan dingin yang Mas Kendra lontarkan itu cukup membuat Kak Keyna dan Viko membungkam mulutnya.

Akhirnya kami fokus pada sarapan masing-masing.

Tbc👙

Segitu aja dlu yaaaaa. Next part aku baru ngetik 100 word brusan. Tpi keburu ngantuk, jdi lanjut besok ngetiknya. Itu jga klo aku gk marathon drakor wkwkwkk

Tolong jejaknya okey? Buat yg sllu tinggalin jejak, alopyupul❤

See u~

-Queen

Safa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang