*****
"Tidak perlu, aku akan tidur sekamar denganmu" Cia berbicara masih dengan menatap foto Glory, sahabat yang sangat ia rindukan, sedangkan Rafael masih tidak percaya dengan ucapan Cia yang menginginkan tidur sekamar.
*****
Rafael begitu bersemangat dengan meminta pelayan segera memindahkan barang-barang milik Cia ke kamarnya, hanya dalam waktu beberapa belas menit semua telah tersusun rapi di sana, Cia yang baru keluar dari kamar mandi pun cukup di buat terkejut melihat barang-barangnya sudah tertata rapi di walk-in closet milik Rafael. Barang-barang Cia memang tidak terlalu banyak namun jika yang membereskan hanya satu orang tetap saja bisa memakan waktu kurang lebih satu jam.
Cia duduk di depan meja rias dan mulai menyalakan Hairdryer untuk mengeringkan rambutnya yang tergerai basah,
"Emm... A-apa kau perlu bantuan?"
tanya Rafael dengan gugup. Perubahan sikap Rafael sangat kentara setelah dia bertemu kembali dengan Cia, pria itu sering sekali gugup di depan Cia sungguh bukan Rafael yang biasanya, sehingga orang awam pun dapat menebak jika Rafael sedang jatuh cinta pada Cia, benar-benar perasaan cinta yang sesungguhnya, bukan nafsu semata, sehingga dia terkadang bertingkah seperti anak remaja yang baru mengenal cinta."Tidak perlu. Kau mandi saja"
"Baiklah... Kalau begitu kau bisa tidur lebih dulu emmm... Aku nanti tidur di sofa"
"Tidur satu ranjang saja" ucap Cia dingin.
Rafaela lagi-lagi terkejut sekaligus dilema, bagaimana mungkin dia dapat tidur satu ranjang tanpa melakukan hubungan intim. Rafael menghela nafas berat lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, Rafael tiba-tiba merasa gusar karena akan melewatkan malam dengan penuh siksaan.
Selang beberapa belas menit kemudian Rafael kembali ke kamar dan dia mendapati istrinya telah terlelap dalam balutan baju tidur tipis berbahan Satin Silk merah darah sangat kontras dengan warna kulitnya Cia, seperti sekuntum mawar merah di atas hamparan salju.
Rafael berkali-kali menghela nafas berat lalu menahan nafasnya saat hendak menaiki kasur. Perlahan dan sangat hati-hati dia mulai merebahkan dirinya di samping Cia dengan posisi terlentang kedua tangan di letakkan pada kedua sisi badannya, sungguh kaku, kikuk, gugup dan tidak nyaman, sebab ada hasrat yang harus di tahan demi sebuah janji yang pernah dia ikrarkan saat meminta Cia menjadi istrinya.
"Astaga bodoh sekali kau membuat janji yang tidak masuk akal Rafael"
batinnya merutuki keputusan yang sungguh dia sesali.Tangan Rafael terulur hendak menyentuh punggung Cia namun dengan segera dia tarik kembali tangannya yang sungguh tidak bisa di ajak kerjasama,
"Oh Shit! Sungguh perbuatan pengecut, kau seperti kriminal pelaku pelecehan seksual" andai orang dapat melihat langsung mungkin akan tertawa geli melihat tingkah Rafael yang sungguh seperti anak kucing yang tidak tahan melihat godaan semangkuk susu."Siaaal! Tidak bisa, aku tidak mungkin bisa tidur di sini" Rafael terus saja bergerak gelisah, miring ke kanan miring ke kiri, terkadang wajahnya dia tutup dengan bantal. Setelah berusaha sekuat mungkin menahan hasratnya namun gagal akhirnya Rafael mengambil satu bantal lalu segera turun dari kasur dan akan tidur di sofa.
"Ada apa? Apa kau tidak ingin tidur di dekatku? Apa aku sedikit bau atau--
"TIDAK!" tanpa sadar Rafael menjawab dengan nada tinggi hingga membuat Cia terkesiap dan menghentikan aktivitas mengendus aroma tubuhnya sendiri,
"Bukan. Bukan karena itu, emmm aku hanya gerah dan ingin tidur dekat dengan pendingin ruangan" jawaban yang sangat tidak masuk akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Cia (THE END) ✓
Художественная прозаWARNING!! KHUSUS DEWASA 20+ cerita ini hanya fiktif belaka isinya full imaginasi, jadi kalau ada yang kurang masuk di nalar mohon abaikan, Just have fun 😊