*****
Rafael berlari membopong tubuh Cia menuju brankar dan meletakkannya dengan sangat hati-hati, terlihat Dr. Benning berlari menghampiri,
"Apa yang terjadi? Tunggu, kakimu! Kau sudah bisa berjalan Raf--"Brengsek akan ku patahkan lehermu! Jangan banyak bicara, cepat periksa saja istriku! tadi dia pingsan, periksa dengan benar dan teliti, aku tidak mau kecolongan seperti Glory dulu" Dr. Benning hanya pasrah terkena semprot Rafael yang tengah panik, dan merasa pertanyaan Dr. Benning terlalu membuang-buang waktu. Dr. Benning pun menggeleng-gelengkan kepalanya lalu segera membawa Cia masuk ke ruang pemeriksaan.
"Daddy, Mommy baik-baik saja kan?"
Rafael langsung menggendong El yang baru saja tiba bersama Ed."Of course, Mommy hanya kelelahan"
ucapnya menenangkan padahal perasaannya sendiri sangat mencemaskan keadaan istrinya."Mommy harus cepat bangun agar bisa melihat Daddy sembuh, pasti Mommy senang" ucap El seraya menepuk-nepuk lutut sang Ayah.
Rafael menatapnya haru lalu memeluk dan mengecup puncak kepala El, dalam hati mengaminkan ucapan sang buah hati.
"Tn. Ada kabar buruk" Arthur menghampiri dengan wajah panik setelah menerima panggilan telepon,
"Ibunya Ny. Cia meninggal""Apa?!"
"Pihak rumah sakit masih menunggu anggota keluarga" lanjut Arthur.
"Kau urus dulu di sana, kita harus tunggu Cia sadar dulu, jangan biarkan Ayah mertuaku yang mengambil keputusan untuk pemakamannya"
Rafael takut Cia akan sedih jika tidak sempat melihat jasad ibunya dan pasti Cia lebih tahu cara pemakaman apa yang ia inginkan untuk ibundanya."Kau tidak perlu khawatir, aku sudah meminta pihak rumah sakit untuk menunggu sampai putrinya datang, aku tahu putriku lebih berhak"
"Tuan- em... A-yah" Rafael tergagap, sontak berdiri saat mertuanya itu datang.
"Apa anak laki-laki tampan ini cucuku?" El menatap ayahnya bingung, Rafael tersenyum pada putranya itu lalu menurunkan El dari pangkuannya, sang kakek berlutut merentangkan kedua tangannya meminta pelukan dari sang cucu.
El kembali menatap ayahnya masih bingung,
"Pergilah, temui kakekmu"
dengan langkah kecilnya, El berlari berhambur ke dalam pelukan sang kakek yang selama ini hanya ada dalam khayalannya, buku dongeng, atau teman-temannya yang memiliki kakek.El tampak nyaman dalam dekapan sang kakek yang kini tengah menangis terharu, tangis bahagia yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, pria tua itu tidak menyangka jika dia masih di berikan kesempatan untuk dapat melihat dan memeluk cucunya.
Rafael membiarkan cucu dan kakek itu saling melepaskan rindu, sedangkan dia sendiri masuk ke ruangan sang Istri yang sudah selesai di periksa.
"Tenanglah. Istrimu hanya kelelahan dan terlalu stres, apa mungkin kau membuat ulah lagi?" Dr. Benning menatap Rafael curiga.
"Apa kau gila, mana mungkin aku melakukan itu"
"Aku hanya bertanya Dude, syukurlah kalau tidak" Dr. Benning menepuk-nepuk pundak Rafael, pertanyaan Dr. Benning merajuk pada kebiasaan Rafael yang dahulu sering lepas kendali saat berhubungan seks dengan mendiang istrinya Teresa, sehingga tak jarang wanita itu sering mendapatkan perawatan dari Dr. Benning saat pingsan karena kelelahan,
"Biarkan Cia istirahat, mungkin sebentar lagi akan siuman"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Cia (THE END) ✓
General FictionWARNING!! KHUSUS DEWASA 20+ cerita ini hanya fiktif belaka isinya full imaginasi, jadi kalau ada yang kurang masuk di nalar mohon abaikan, Just have fun 😊