*****"Ibu... Aku minta maaf karena tidak sabar untuk menunggumu lagi, hikss,, hikss,, Aku sungguh putus asa dan lelah Bu. Kenapa kau begitu egois sehingga membiarkanku berjuang sendiri... Setidaknya sambut aku saat pulang. Tanya aku, bagaimana kabarku? bagaimana kuliahku hari ini? Bagaimana pekerjaanku? Apa aku sudah punya kekasih? Lakukan sesuatu Bu. Kau tidak harus memasak untukku, tidak perlu mencuci bajuku, cukup sambut aku pulang dengan senyummu... Aku sangat lelah Bu...hikss,, hiks,," Cia terisak pilu di samping sang Ibu yang tak kunjung bangun,
"Sungguh aku tak akan sanggup jika harus mengijinkan Dokter melepaskan peralatan ini, tapi untuk apa lagi?..."Cia mencoba membersihkan tubuh ibunya meskipun tenaganya hampir tidak ada akibat ulah Rafael yang menyekapnya di ruang bawah tanah kotor dan gelap, sehingga untuk makanpun ia tidak sanggup. Dengan sangat hati-hati Cia membersihkan tubuh Ibunya dengan handuk basah. Sesekali gerakan tangannya terhenti saat air mata mendesak ingin keluar, sungguh tidak sanggup membayangkan peralatan penunjang hidup Ibunya yang harus segera di lepas.
Setelah selesai memandikan sang Ibu dan menemui Dokter untuk menandatangani surat persetujuan pelepasan alat-alat tersebut, Cia langsung di bawa oleh Jhon ke sebuah tempat yang cukup jauh dan terpencil. Cia benar-benar telah menyerah atas hidupnya, sebab hidupnya adalah sang Ibu, dan juga sahabat terbaiknya Glory, tentu menyerahkan paru-paru untuk Glory adalah jalan terbaik menurutnya, dengan begitu ia bisa hidup selamanya bersama Glory, dan abadi bersama sang Ibu dalam waktu bersamaan.
Jhon menghela nafas berat saat menoleh ke kursi penumpang, memperhatikan Cia yang nampak tersenyum getir memandangi jalanan melalui jendela mobil yang di buka.
"Sepertinya ada kecelakaan lalu lintas di depan" ucap teman Jhon yang mengemudikan mobil.
"Kalau begitu ambil jalur lain"
jalanan saat itu cukup tersendat cendrung macet."Tapi terlampau jauh, akan memakan waktu lama sampai tujuan--
BUGH!
"BRENGSEK! Cepat putar balik!"
entah mengapa Jhon terlihat begitu kesal. Pria pengemudi mobilpun langsung terdiam menahan amarahnya saat mendapatkan bogeman dari Jhon yang juga tengah menahan amarah tidak karuan.*****
Sementara itu di rumah sakit tempat Glory di rawat, bunyi monitor jantung terus berbunyi begitu nyaring di tengah perjuangan Glory antara hidup dan mati. Rafael terus menggenggam erat tangan rapuh Putrinya yang semakin kurus hingga nampak jelas tulang ruas jarinya semakin menonjol.Punggung kukuh Rafael semakin bergetar saat dirinya tidak kuasa menahan air mata yang mulai menetes hingga terdengar isak tangisnya samar.
"Tunggulah sebentar lagi Sayang"
gumamnya seraya mengecupi punggung tangan Glory."Tn. Semuanya telah siap"
seorang pria berkata setengah berbisik pada Rafael, memberikan informasi dari Jhon bahwa dia telah menyelesaikan tugas yang di perintahkan Rafael."Baiklah. Lakukan dengan hati-hati"
Rafael perlahan dan dengan hati-hati meletakan kembali tangan Glory lalu beranjak dari duduknya, kemudian bergegas meninggalkan ruangan di ikuti Pria tadi di belakangnya."Bagaimana dengan Dr. Gabriel?"
"Dr. Gabriel menuju ke lokasi"
D
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Cia (THE END) ✓
Ficção GeralWARNING!! KHUSUS DEWASA 20+ cerita ini hanya fiktif belaka isinya full imaginasi, jadi kalau ada yang kurang masuk di nalar mohon abaikan, Just have fun 😊