13. Feeling

2.6K 290 30
                                    

"Heh. Gimana? Udah mendingan?"

Sena mengerjap. Mengusap wajahnya sekilas dan terduduk di tempat tidur. Ini kali kedua Yohan masuk ke kamarnya setelah insiden mabuk tempo hari.

"Udah ga demam sih." Jawab Sena pelan. "Bos baru pulang?"

Yohan mengangguk, "Yaudah lanjut istirahat dah." Sebelum Yohan berbalik Sena berucap, "Mas Tio udah pulang?"

Ck. Diam-diam Yohan berdecak. Mereka berdua ini sepertinya memiliki perasaan yang sama meski belum menyadarinya.

"Tadi sih turun di apotik, bentar lagi juga balik." Sena mengangguk dan kembali merebahkan diri. Demamnya sudah menghilang, tersisa lemas dan sedikit pening. Besok juga ia yakin akan fit kembali.

Yohan duduk di depan televisi yang menyiarkan sinetron Arde. Sepertinya kemarin Sena lupa mengganti channel tersebut. Yohan menyerah setelah lima menit menatap adegan demi adegan yang terpampang di layar televisi.

"Anjir, cringe abis! Gue gakuat." Yohan memindahkan channel dan berhenti di acara musik. "Bisa-bisanya si Arde kagak geli." Gumamnya. Selanjutnya ia terlena asyik dengan berbagai klip musik dari berbagai negara.

"Eh udah balik lo." Yohan tersadar menatap Tio yang datang dari arah kamar Sena. "Udah minum obat tuh anak?"

Tio mengangguk, meregangkan punggung dan bersandar di sofa.
"Aku jadi ikut pusing kalo ada yang sakit." Gumamnya.

Yohan terkekeh, "Ke dia doang kaleee." Sahutnya dengan nada mengejek. "Oh iya, lo kasih goodnight kiss juga gak tuh?"

Tio melotot, menyadari sesuatu. "Kamu salah paham Han, aku sama Sena gak sampe ngelakuin hal kayak gitu."

"Hah?" Yohan menatap Tio kaget. "Tapi waktu itu dia cium pipi gue dan bilang udah biasa ngelakuin hal itu sama lo?"

Tio menggeleng. "Enggak. Kita nggak sedekat itu Han."

"Lalu, ciuman itu.." Yohan menyentuh pipinya dengan wajah shock.

"Kalau Sena sukanya sama kamu, kamu akan berbuat apa, Han?"

Ucapan Tio membuat Yohan membeku, menatap sahabatnya dengan mulut menganga.

***

Yohan mengerutkan kening. Pria itu duduk bersandar di tempat tidur, memikirkan ucapan Tio barusan.

Apa benar Sena menyukainya? Yohan menggigiti kukunya gelisah. Sena oke sih, maksudnya pemuda itu gak jelek-jelek amat. Tapi apakah Yohan tidak masalah dengan fakta bahwa Sena adalah seorang laki-laki sama sepertinya?

Yohan menggeleng. Tentu saja ia tidak masalah! Seperti yang ia katakan pada Tio, selagi yang menyukainya adalah sosok manusia ia sama sekali tidak perlu khawatir. Namun mengingat sahabatnya menyukai pemuda itu membuat dia gelisah.

Yohan mengacak rambutnya bingung. Apa ia tanya langsung saja pada Sena? Tapi, bagaimana jika semua ini hanyalah analisa dari Tio belaka? Maksudnya belum tentu juga benar, bukan? Bagaimana jika Sena menganggapnya sebagai manusia over pd bin ge-er? Haduh! Mau ditaruh dimana muka tampan Yohan!

Aktor tampan itu turun dari tempat tidurnya dan mondar mandir di depan pintu. Ia memegang knob pintu namun mengurungkan niatnya sedetik kemudian. Yohan mengerang, memutuskan memutar knob pintu dan menghilang dari kamar dalam sekejap.

"Sen." Yohan menatap Sena yang tengah asyik bergurau dengan Bi Murti.

"Iya, bos butuh bantuanku?"

Yohan menggeleng dengan kening berkerut. "Bukan itu." Ia memutar otak berusaha mencari kata yang tepat. "Udah lah! Gajadi." Aktor tampan itu berbalik dan meninggalkan Sena yang melongo keheranan.

Senandika [bxb]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang