"Syukurlah acaranya lancar." Aku mendengar ucapan Tio. Kami berempat tengah berada di van, perjalanan menuju rumah Yohan. Aku seperti biasa duduk di belakang, Yohan memiliki semua kursi tengah, Tio di depan dan tentu saja Pak Herman sebagai pengemudi.
Yohan tak menjawab, lelaki itu memilih menatap keluar jendela. Hari sedang hujan deras sehingga menyebabkan jendela berembun. Sebenarnya tak banyak yang dapat dilihat dari jendela berembun tersebut.
"Besok-besok kalo mau mabok ajak aku." Tio melirik Yohan lewat kaca spion. "Ajak Sena sama pak Herman juga sekalian." Sindiran itu terasa menusuk. Aku terdiam menunggu balasan dari Yohan.
"Ck." Pemuda itu berdecak. Sama sekali tak membantah ataupun membela diri. Benar-benar suatu keajaiban, apa yang telah dilakukan Tio di kehidupan sebelumnya? Apa dia menjadi penyelamat dunia?
"Aku sudah kirim jadwalmu buat setahun. Pelajari baik-baik. Mabok di luar jadwal itu." Tio masih mencecar. Kulihat Yohan membuka handphone dan menzoom jadwalnya dalam format seperti kalender. Jangan pikir aku kepo ya! Tapi memang layar handphonenya terlihat dari tempatku duduk.
"Berenti alfa, beli cola." Hanya itu yang keluar dari mulut Yohan.
"Aku aja yang turun, ada lagi?" Tio menyahut.
"Aku aja mas!" Yohan menoleh dan menatapku selama dua detik sebelum kembali menatap handphonenya. "Aku lupa gak siapin payung, jadi biar aku aja." Balasku. "Ada lagi yang mau dibeli, bos?" Yohan menggeleng dan menggeser duduknya, mempersilahkanku turun.
Setelah membeli cola yang dimaksud Yohan, aku dikejutkan dengan pemandangan yang memilukan.
"Jangan dimakan pak!" Aku buru-buru menepis tangan seorang bapak yang hendak memakan roti yang ia ambil dari tempat sampah. "Tunggu pak, jangan makan yang itu." Suaraku hampir bergetar menahan sesak. Dengan cepat kuambil beberapa jenis roti dan air mineral. Untunglah suasananya sedang tak terlalu ramai.
"Ini makan yang ini ya pak." Aku menyerahkan makanan itu pada bapak yang menatapku dengan wajah sendu. Ya Tuhan, kurang bersyukur apalagi aku ini. Dengan air mata masih di pipi aku pun kembali masuk ke van, tak ingin membuat semua orang menungguku.
"Ini bos colanya." Aku menyodorkan sebotol cola berukuran kecil pada Yohan, sesuai porsi yang dianjurkan tutor dietnya.
Yohan menatapku selama beberapa detik, ia bahkan menahan botol di tanganku, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Aku menatap Tio yang sedang menelepon dan Pak Herman yang segera melajukan kendaraan. Sepertinya tak ada yang melihat kejadian tadi. Syukurlah, aku berniat mengusap wajahku dengan lengan baju saat beberapa lembar tissue mengacung di depan wajahku. Yohan memberikan tissue tanpa melihat ke belakang. Aku menerimanya dan menggumamkan terima kasih. Entah Yohan mendengarnya atau tidak.
***
"Maaf." Aku terbatuk kecil dan mundur beberapa langkah. Meski memakai masker namun tak menutup kemungkinan aku dapat menularkan virus. Yohan dan Tio menatapku berbarengan. Kami akan berangkat ke sebuah sekolah. Ada acara pensi di sekolah Yohan dulu dan dia akan menyanyikan beberapa lagu.
"Kamu gausah ikut ya, biar Yohan aku yang handle." Itu Tio, menatapku dengan khawatir.
"Ga boleh!" Yohan berucap ketus. "Tio bakal sibuk dan gak mungkin bisa ke handle." Ucapannya membuatku tersadar. Mau sesakit apa diriku tapi pekerjaan ini tak dapat menunggu.
"Iya mas, aku gak papa kok." Balasku jujur. Aku memang hanya sedikit batuk saja. Tidak ada hal serius. Tio mengangguk dan kami pun berangkat dengan van.
Aku menyempatkan meminum sebutir obat flu+batuk diperjalanan. Rasa sakit ini tidak boleh menganggu acara.
Tio tengah merapikan pakaian yang Yohan kenakan. Bosku itu nampak tampan dengan rambut cokelat barunya. Sebuah tindikan juga tersemat di kuping kirinya. Aku bertugas menjaga seluruh barang milik Yohan di ruang tunggu. Sebenarnya ini adalah sebuah ruang kelas yang di alih fungsikan sebagai ruang tunggu. Letaknya yang berdekatan dengan lapangan utama membuatnya menjadikan kelas ini sekaligus penyimpanan darurat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika [bxb]
General FictionTerjebak bersama aktor 'palsu' sama sekali bukan tujuan hidup Sena. Boyslove/BL/Fiction ©Byolatte