08. Trophy

1.4K 288 23
                                    

Bosku sedang senang. Sepanjang hari ia bersenandung hingga tak ragu menggerakan kakinya mengikuti alunan musik. Aku menatap Tio melalui spion, yang dibalas kekehan dari pria itu.

"Bos Yohan lagi seneng ya?" Aku tak dapat menahan rasa penasaranku. Sambil memeluk box sepatu milik Yohan aku agak menjulurkan kepalaku ke arah kursi tengah.

"Sok tau!" Nyes! Mendadak senyumku hilang, rasanya persis dikacangin gebetan, ck.

Setelah itu hanya hening terasa. Aku memilih memandang keluar jendela daripada memikirkan bosku yang tak punya hati.

Malam ini ada acara penghargaan aktor dan aktris tahunan. Yohan menjadi nominasi dari salah satu penghargaan disana. Aku tak tahu apakah moodnya yang baik ini karena penghargaan itu atau bukan, tapi yang jelas aku tak mau terlalu peduli. Cukup jalankan tugasku saja.

"Sen, jangan diambil hati ya omongan Yohan." Tio membantu membawakan beberapa peralatan Yohan. Aku menatapnya dan tersenyum.

"Udah biasa mas, aku udah kebal." Balasku pendek. Aku menyembunyikan rasa sakit hatiku. Biarlah aku saja yang merasakannya.

Ruang tunggu Yohan kali ini tidak terlalu besar, sehingga aku memilih menunggu di samping gedung setelah selesai mengurus keperluan Yohan. Kurasa Tio sudah lebih dari cukup untuk menghandle aktor itu.

Aku berjongkok menyandar tembok gedung. Memandang beberapa staff yang tengah lalu lalang sibuk dengan berbagai peralatan. Aku merogoh saku jaketku dan mendapati sebuah permen karet. Lumayan untuk mengusir sepi. Akupun asik membuat gelembung permen karet di mulutku. Hingga aku merasakan kehadiran seseorang di sampingku. Aku mendongak dan terburu-buru berdiri untuk menyapanya.

"Mas Arde." Sapaku yang dibalas senyuman berlesung pipitnya.

"Sena? Lo disini juga?" Arde menatap penampilanku dan menyadari jika aku bukanlah bagian dari pengisi acara.

"Aku asisten Yohan." Ucapku yang di balas anggukan Arde.

"Menjawab semua pertanyaan gue." Arde mengeluarkan sekotak rokok. "Keberatan?" Aku menggeleng, sama sekali tidak.

"Lo ngerokok?" Aku menggeleng lagi, persis boneka yang ditempel di dashboard.

"Gak bisa, nggak bakat kali mas."

Arde terbahak. Menatapku seolah aku salah satu anggota lenong.

"Lo belum tau tekniknya. Mau gue ajarin?"

Aku menggeleng sungkan. Lagian rokok hanya membuang-buang uang. Aku jelas tak menginginkannya.

"Mas Arde jadi nominasi juga?" Aku menatap jas biru gelap yang membalut tubuh tegap Arde. Sangat cocok dengan kulit dan wajahnya.

"Ya, tapi gak yakin juga." Kekehnya. "Saingannya bos lo sih."

Aku membulatkan mulut tanda paham. Aku tak pernah menonton televisi, dan Tio juga tak pernah memberitahuku siapa saja yang menjadi nominasi bersama Yohan.

"Jangan berkecil hati mas. Usaha gak akan menghianati hasil kok."

Arde menatapku sesaat kemudian kembali terbahak.

"Kenapa lo nyemangatin gue? Harusnya lo bela Yohan dong?" Ucapnya geli.

Aku terkekeh. Entahlah, mungkin pengaruh dari perlakuannya padaku tadi. "Ya aku bakal semangatin siapapun kok mas. Engga bosku aja." Cengirku.

Arde menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke samping.

"Lo bahagia sama Yohan?"

"Hah?" Aku menatapnya tak mengerti.

Senandika [bxb]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang