Belakangan ini Sena murung. Rasanya ingin mengungkapkan uneg-uneg dan isi hatinya tapi pada siapa? Tidak mungkin kepada Bi Murti kan? Apalagi Pak Herman.
Pilihannya jatuh pada Rangga. Satu-satunya teman yang ia punya.
"Tumben ngajak nongkrong?" Rangga meletakan tas kameranya di atas meja. Sena mengajaknya makan siang di salah satu tempat makan, yang kebetulan berdekatan dengan lokasi jobnya.
"Di traktir gak mau." Sena mencibir.
"Eits bukan gak mau, cuma heran aja." Rangga buru-buru mengklarifikasi, tak ingin kehilangan makan siang gratisnya.
"Aku mau cerita sedikit sih." Sena memulai topik utama.
"Ooh curhat. Dengan senang hati gue dengerin." Rangga tersenyum jahil.
"S-sebenernya ini bukan tentang aku sih." Entah kenapa Sena jadi agak gugup. "Ada temenku, iya temenku!"
Rangga nyengir. Sudah tahu dengan jelas ini tentang Sena, tidak mungkin menceritakan orang lain kan? Rangga pikir Sena tidak se-gabut itu.
"Temenku itu punya atasan, ada dua, terus mereka ini temenan, maksudku atasannya itu temenan."
Rangga manggut-manggut, sudah tahu akan menceritakan siapa.
"Terus atasan utamanya itu, yaa kaya bos utamanya lah bersikap aneh sama temenku. Kadang judes dan marah-marah gak karuan, tapi kadang juga perhatian dan bikin salting, kan aku -eh temen aku jadi bingung gitu loh." Sena berdehem, menyesap cappucino nya yang baru sampai.
"Okee, terus?" Rangga menunggu kelanjutan kisah Sena.
"Yaa temenku kan punya perasaan juga toh, jadi kayak terombang-ambing, membingungkan lah pokoknya. Lalu pernah juga temenku itu d-dicium sama atasannya, tapi besokannya malah atasannya itu minta semua hal yang terjadi dilupain aja, sekarang malah dia seakan menjauhi temenku."
Rangga agak terkejut, tak menyangka Yohan akan melakukan hal itu pada seseorang seperti Sena. Ia menghela napas panjang. "Intinya temen lo itu bingung sama atasannya, suka atau engga gitu kan?"
Sena terlihat gelisah, sebenarnya ia juga kurang yakin dengan perasaannya. Apakah itu suka? Ataukah bingung belaka karena selama ini ia tidak pernah mempunyai kekasih.
"Enggak tahu." Ucapnya. "Dia juga gak tahu."
"Lalu bos yang satunya? Gimana, ada cerita juga enggak?"
Sena mengangguk, "Ada!" Tukasnya cepat. "Dia bayarin semua hutang temenku tanpa minta balesan, kalau dia emang orangnya super baik dan perhatian." Tanpa sadar Sena jadi tersenyum lebar.
Rangga tergelak, melihat dari ekspresi Sena sudah jelas terlihat dia lebih condong ke arah siapa.
"Tapii." Senyum Sena memudar. "Dia cuma anggep temenku itu sebagai adiknya."
Seketika tawa Rangga terdengar lebih kencang. Sepertinya percintaan temannya ini akan melewati banyak rintangan.
***
"Libur tiga hari ini, kamu mau kemana Sen?" Tio bertanya sesaat setelah Yohan memberi pengumuman bahwa ia akan rehat selama tiga hari ke luar kota dan semua hal tentang pekerjaannya akan di bebas tugaskan.
Sena menggeleng, ia sudah tidak punya keluarga. Ayahnya pun sampai sekarang tidak ia ketahui keberadaannya. "Belum tahu, kalau mas Tio mau kemana?" Pemuda itu balik tanya.
Tio mengangkat bahu. "Udah lama ga sebebas ini, jadi bingung mau ngapain." Ucapnya menggaruk hidung. "Nyusul Yohan aja yuk?"
Sena memang mendengar bahwa bosnya itu akan pergi ke Bali selama 3 hari. Sena tergelak, "Tabunganku gak sebanyak itu mas, mungkin cuma cukup tiket pp doang."
"Aku serius, kita kesana yuk? Sekalian awasin Yohan." Tio memakai topi yang sedari tadi dia mainkan di jemari tangan.
"Emangnya bos ngapain sampe harus di awasin?" Sena tergelak.
"Loh kamu belum tau ya Sen? Yohan kan ke sana sama mantannya yang waktu itu."
"Hah?" Sena kaget hingga mulutnya sedikit terbuka.
"Makanyaa aku takut ada skandal aja sih."
Pikiran Sena jadi melayang ke adegan-adegan dewasa yang sekilas terlintas. Ia cepat-cepat menggelengkan kepalanya.
"Engga ah, kita gak boleh gangguin yang lagi bulan madu, mas."
"Siapa yang bulan madu?" Sebuah suara agak membuat Sena terkejut. Iris matanya bertatapan dengan sepasang mata tegas milik Yohan. Keduanya mengalihkan pandangan sepersekian detik kemudian.
"Aku sama Sena. Iya kan Sen?" Tio tergelak. "Lumayan kan ada waktu 3 hari."
Yohan mendengus dan berjalan menuju kamar tanpa membalas ucapan Tio.
"Mas Tio mah suka ngelantur." Cibir Sena. "Aku kayanya tidur-tiduran aja disini mas."
"Te-lat." Tio memamerkan layar smartphone miliknya, "Aku udah booking tiket pp buat kita ke Bali dan sekarang tinggal cari hotel yang pas."
Sena menghelan napas, percuma berdebat dengan orang seperti Tio.
***
"Sudah siap semua? Yakin gak ada yang ketinggalan?" Tio mengecek semua barang miliknya dan Sena yang siap dimasukan ke mobil.
Sena menggeleng, menatap Pak Herman yang kini mulai memasukan tas milik mereka.
"Bos udah berangkat ya mas?"
Tio mengangguk, setelah meletakan tas terakhir dan menutup bagasi mobil. "Penerbangan jam 4 pagi, kayanya jemput Selena dulu."
Selena adalah nama mantan kekasih Yohan. Sena mengetahui hal tersebut dari portal berita yang banyak ia temukan di internet.
"Lupain semua penatmu Sen, kita nikmati liburan ini." Sena mendongak saat Tio memegang keningnya dengan telapak tangannya yang lebar, sukses membuat Sena tersenyum lebar.
***
Cuaca sangat cerah saat Sena dan Tio sampai di Bandara Ngurah Rai Bali. Matahari tepat berada di atas kepala Sena hingga pemuda itu sedikit memicingkan matanya.
"Ayo, mobilnya udah nunggu." Tio setengah menyeret Sena yang malah asik memandangi matahari di langit Bali ini.
"Mas, serius kita nginep di hotel ini?" Sena menelan ludah, bagaimana tidak, bangunan di hadapannya ini sangatlah mewah dan indah.
Tio tertawa, "Hadiah dari Yohan." Ucapnya sambil mengedipkan mata. "Pas aku bilang kita mau ke Bali juga, dia sendiri yang mesen kamar. Katanya sih dia juga disini."
Sena membulatkan bibirnya hingga membentuk huruf O. Ia mengikuti langkah Tio tanpa banyak bicara lagi.
Kamar yang ditempati Sena lumayan luas, dengan pemandangan yang tak kalah indah. Sena berjalan mengitari kamar. Meneliti fasilitas apa saja yang dia dapat di kamar ini.
Pemuda itu duduk di tepian tempat tidur. Ia baru menyadari sesuatu. Apa Yohan tahu bahwa kedatangan ia dan Tio sekaligus untuk mengawasinya? Sena menggelengkan kepala. Sepertinya Yohan tidak akan berfikir seperti itu.
Pandangan Sena mengarah pada sebuah pintu yang terlihat mencurigakan. Ia menatap pintu kamar mandi yang berada di belakangnya. Lalu itu pintu apa? Niat hendak mengecek pintu itu terhenti saat ia mendengar ketukan di pintu. Rupanya itu Tio yang membawa minuman dingin dan beberapa makanan ringan.
"Makan cemilan dulu aja ya, sekitar dua jam lagi kita cari makan. Kamu istirahat aja dulu." Sena mengangguk dan mengucapkan terima kasih, kemudian Tio pergi.
Mungkin benar ia harus istirahat dulu barang sejenak.
***
Nah lohh pintu apatu #eh
Hey^^Kalau lupa bisa reread lagi ya
Itung-itung nambahin views🐰
Arigatou~
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika [bxb]
General FictionTerjebak bersama aktor 'palsu' sama sekali bukan tujuan hidup Sena. Boyslove/BL/Fiction ©Byolatte