Awal mula aku terjebak dengan Yohan sudah sedikit dijabarkan saat aku bersama Risa. Aku terpaksa menanggung hutang ayah yang kini menghilang entah kemana. Masih hidup atau sudah mati pun aku tak tahu. Ibu sudah meninggal saat aku bayi, kakek nenek aku tak punya, pun saudara tidak ada satupun yang aku miliki. Bisa dibilang aku sebatang kara.
Saat itu aku merayakan kelulusan dengan beberapa temanku. Jika kalian bertanya darimana aku mendapat uang? Aku mendapat beasiswa selama tiga tahun penuh. Sedikit tidak masuk akal namun inilah kenyataannya.
Disaat kami berkonvoi itulah aku mendapati sosok malaikat yang seakan turun dari bumi. Jangan tertawa, tapi memang itulah kesan pertamaku saat melihat Yohan. Aku memang norak karena baru kali itu melihat manusia sesempurna dirinya. Namun, tak berlangsung lama karena sosok itu segera menghilang di tengah kerumunan yang tak ku tahu ada apa disana. Setelah itu aku menjalani hidup dengan mencari pekerjaan.
Sudah beberapa pekerjaan kulakukan selama kurun waktu beberapa bulan saja. Alasannya selalu sama, aku selalu mendapat perlakuan kurang enak dari para pelanggan. Dimulai dari catcalling, sampai sentuhan fisik yang membuatku kurang nyaman. Memang banyak yang bilang aku lelaki yang manis, tapi jika dikatakan dalam konteks tidak benar aku kurang suka dengan julukan tersebut.
Hingga saat aku bekerja di restoran yang buka hingga 'malam' inilah aku bertemu dengannya. Malaikat penyelamatku hingga detik ini. Ketika itu aku adu cekcok dengan seorang tamu yang dengan sengaja memegang bagian belakangku. Aku jelas marah, dan tamu tersebut tak mengaku bahkan dia bilang aku yang menggodanya, the hell! Menggoda darimana? Pakaianku sama dengan yang lain! Kemeja putih, celana hitam dan apron hitam dia bilang menggoda? Aku yakin ada yang tak beres dengan otaknya. Saat itu dengan heroiknya Tio menengahi dan bersedia membantu mengecek cctv. Ia bahkan mengaku mengenal pemilik dari restoran itu. Belakangan aku mengetahui jika ia berbohong untuk menakuti tamu tersebut.
Dan disinilah aku sekarang, menjadi asisten dari seorang bintang terkenal.
***
"Senandika!" Teriakan familiar itu membuatku terkejut. Aku yang sedang membantu bibi memotong bawang segera mencuci tangan dan mengelapnya asal.
"Iya bos." Aku menatap Yohan dengan rambut berantakan dan mencuat kemana-mana.
"Mana Tio?"
Aku menggeleng. "Kurang tau bos. Mas Tio gak bilang apa-apa."
"Yaudah lo ikut gue." Yohan memberi tanda agar aku mengikutinya. Ia membawaku masuk ke kamarnya untuk kali pertama selama enam bulan ini. Kuakui kamarnya cukup rapi dan nyaman, kecuali tempat tidurnya layaknya kapal pecah. Setengah seprai menjuntai, bantal guling terlempar entah kemana hingga selimut yang menggumpal menjadi satu bulatan besar. Rasanya tanganku gemas ingin merapikannya.
"Gue ada acara amal mendadak, lo pilihin baju sekarang!" Yohan menunjuk suatu ruangan yang penuh dengan koleksi pakaian, sepatu, bahkan jam tangan hingga kacamata hitam yang diletakan di etalase kaca. Persis display toko aksesoris mahal.
"Eh." Aku menatap sekeliling dengan bingung. Baru kali ini Yohan menyuruhku memilihkan pakaiannya. Biasanya Tio yang melakukan pekerjaan ini.
Aku memilih sepotong celana jeans berwarna biru tua dan kaus lengan panjang berwarna hitam.
"Ini?" Yohan menunjuk pakaian yang aku sodorkan. "Jelek amat."
Aku menghela napas. "Bos mau ke acara amal, kan?" Yohan mengangguk dengan muka masam.
"Bos kesana ikhlas mau beramal kan?" Yohan mengangguk cepat. "Bos kan niatnya udah baik, menurutku bos nggak perlu pakaian, jam tangan mahal dan sebagainya. Cukup pakaian sederhana aja bos." Aku mengangguk-angguk yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika [bxb]
General FictionTerjebak bersama aktor 'palsu' sama sekali bukan tujuan hidup Sena. Boyslove/BL/Fiction ©Byolatte