[00] Sekelumit Kisah + Trailer Video

5.8K 403 286
                                    

Trailer video


UNTUKMU, SHAKA
"Yang lekat di hati,
Meksi tak lagi di sisi"

***

Happy reading

Arshaka Gibran Keenandra namanya. Bocah laki-laki tiga belas tahunan berambut sedikit ikal yang kini tampak kepayahan mengatur pola napas. Menghalau sesak yang lagi-lagi menghantam dada. Deru napas yang cepat membuat keringat sebesar biji jagung memenuhi area sekitar pelipis.

Di sudut ruangan bercahayakan lampu kuning temaram itu, ia menangis dalam diam. Duduk meringkuk di sana sambil terus mencengkram lutut dengan telapak basah, kuat sekali hingga ujung-ujung kukunya meninggalkan luka gores. Sakit.

Namun, itu sama sekali tak sebanding dengan apa yang harus bocah itu hadapi sekarang.

"Dasar anak nggak berguna!" Pria setengah baya yang Shaka panggil sebagai Papa itu melangkah cepat menghampiri, dan dengan kasar menyambar kerah baju anak itu, menyeretnya berdiri. "Saya cuma kasih kamu satu tugas, jagain anak saya. Tapi, itu aja kamu nggak becus!" bentaknya.

Pria itu lantas mencengkram dagu Shaka—membuat bocah laki-laki itu semakin kesulitan bernapas—dan menolehkannya paksa ke dalam salah satu kamar yang pintunya terbuka lebar. Dari sana, tampak anak laki-laki yang berusia dua tahun lebih muda dari Shaka terbaring lemah di pangkuan mamanya. "Belum puas kamu bikin Devan celaka?! Sekarang, dia jadi drop begini gara-gara kamu!"

Shaka hanya bisa diam menghadapi kemarahan papanya. Memang ini salahnya. Andai ia tidak meninggalkan Devan ke dapur untuk mengembalikan piring, sang adik tidak terpeleset dan jatuh pingsan seperti sekarang. Harusnya, Shaka bisa lebih ekstra menjaganya, mengingat Devan baru saja pulang dari rumah sakit karena kecelakaan—yang kesalahannya lagi-lagi ditimpakan pada Shaka.

"Kamu sengaja mau bunuh anak saya?! Iya?!" ucap pria itu dengan mengeratkan rahang. "Kamu iri sama Devan, karena dia mendapatkan seluruh kasih sayang dari kami. Iya, kan?

Bocah laki-laki itu menggeleng. "Itu nggak bener. Devan itu adik Shaka. Enggak mungkin Shaka bunuh Devan, Pa--"

"Jangan panggil saya 'Papa'! Saya nggak sudi!" Pria itu menghempas tubuh Shaka, hingga bagian perutnya menabrak ujung meja. "Kamu itu cuma anak pungut! Jangan ngelunjak!" katanya lalu berderap menuju kamar.

Shaka tersungkur di lantai. Dengan susah payah, ia sanggakan tangan kanannya—yang gemetar—untuk menyangga berat tubuh. Sementara, tangan yang lain Shaka tempelkan pada perut sebelah kiri. Bagian yang terbentur ujung meja tadi, kini terasa sangat nyeri.

"Darah," gumam Shaka, mengetahui cairan merah berbau anyir itu merembes keluar dan mengotori kaus abunya. Luka bekas operasinya—donor ginjal untuk Devan—robek. Sakit sekali. Belum lagi, sesak di dada yang tak kunjung reda.

"Pa, sakit." Bocah itu merintih kesakitan. Ia mulai mengeluarkan suara seperti tercekik. Namun sayang, tak ada satu pun yang peduli. Mereka masih sibuk mengurusi Devan—yang akan dibawa ke rumah sakit. "Ma, sa-kit. T-to-long." Ia berusaha menggapai kaki mama tirinya.

"Nggak usah manja!" Wanita setengah baya itu langsung menghempas tangan tersebut. "Urus dirimu sendiri," ujarnya kemudian berlalu, meninggalkan Shaka begitu saja.

Shaka menatap nanar wanita setengah baya itu yang kini semakin terpaut jauh darinya. Bocah itu lantas mengarahkan pandangan pada Papa tirinya, yang kembali masuk untuk mengambil ponsel. "Pa," lirih Shaka, dengan napas yang semakin tak beraturan. "I-inhaler--Sha-ka--" ucapnya terjeda. "P-papa--ta-ruh--ma-na?"

"Kamu cari ini?" Pria itu mengeluarkan sebuah tabung seukuran genggaman berwarna biru keabuan—inhaler milik Shaka—dari dalam saku celana.

Shaka mengangguk pelan. Pandangannya mulai mengabur. Kesadarannya mulai turun, tapi meski begitu, ia berusaha sekuat tenaga meraih benda tersebut.

Namun sayang, semakin Shaka meraih, benda itu justru semakin dijauhkan darinya.

"Kalau mau, ambil sendiri."

Shaka semakin dibuat tak berdaya ketika inhaler itu justru dilemparkan ke luar melalui jendela oleh Papa tirinya. "Ini hukuman buat kamu!" ucap pria itu kemudian melenggang pergi.

Tuhan, kenapa mereka jahat sekali? Pekik anak itu dalam hati. Ia semakin menangis, mengingat betapa kejam perlakuan mereka padanya.

"Bang Andra di mana?" lirih Shaka. "Tolong Shaka, Bang."

TBC

Hai haiii haiii

Selamat datang dan terima kasih sudah membaca

Baru bab prolog.
Semoga kalian suka karya baruku, ya.

Gara-gara Humming Heart, jadi ketagihan bikin cerita sicklit:)

Seperti biasa, jangan lupa vote dan ramein kolom komentar, oke?

Sampai jumpa di chapter selanjutnya 🤗🤗

UNTUKMU, SHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang