[18] Melawan Kata Hati

1.2K 153 2
                                    

Ann mengetuk ujung jemari lentiknya pada permukaan meja. Dalam hati, ia tak berhenti menghitung waktu, terus melirik jam tangan sembari berharap, semoga saja teman mamanya dan juga laki-laki sopan yang disinyalir ingin dijodohkan dengannya itu bukan hanya terlambat, tapi tidak jadi datang.

"Ma, pulang aja yuk." Gadis itu terus merengek pada wanita yang duduk semeja dengannya. "Ini udah setengah jam nunggu."

"Iya. Sebentar ya, sayang." Kiran mengecek kembali layar ponselnya, sebelum akhirnya menoleh lada sang putri. "Dia bilang bentar lagi sampai, kejebak macet tadi." Ia lantas mengulum senyum pada salah seorang pelayan restoran yang mengantarkan pesanan mereka. "Makasih ya, Mbak."

"Kamu lagi buru-buru mau ke mana?" tanya wanita itu, yang sukses membuat Ann terdiam.

Masalahnya, Ann memang sedang tidak ada pekerjaan di rumah. Tugas-tugas sekolahnya untuk besok juga sudah selesai siang tadi—hasil mengerjakan bersama dengan Tata dan Rania saat jam kosong. Parahnya, tak satupun dari kedua teman Ann yang bisa dihubungi malam ini. Ia jadi tak bisa beralasan ingin kerja kelompok untuk menghindari pertemuan.

Ann sungguh ingin kabur dari sini, tak ingin menemui laki-laki itu. Namun lebih dari itu, Ann tak ingin dijodohkan! Tidak! Pokoknya, ia harus pergi dari sini, bagaimana pun caranya.

"Ma, Ann pulang aja, ya!" mohon gadis itu. "Ngapain sih ajak Ann ke sini? Mending di rumah aja, bantuin Bang Andra belajar buat ujian masuk S2."

"Biarkan abangmu sendiri. Justru bagus kalau ditnggal begini, dia bisa lebih fokus belajar," balas mamanya.

"Ah, Mama. Kenapa sih maksa banget?" Ann mencebikkan bibir cherry-nya. Ia lantas beranjak dari tempat duduk.

"Mau ke mana?" tanya wanita itu.

"Ke toilet. Mau ikut juga?" ucap Ann sedikit kesal. Tanpa menunggu balasan dari mamanya, gadis itu melenggang pergi menuju tempat yang tadi ia sebut.

Sambil berjalan, Ann terus menggerutu. Hingga tanpa sengaja, ia menabrak seseorang di dekat pintu masuk restoran. "Sorry, sorry." Gadis itu refleks mundur selangkah, juga menundukkan kepalanya sedikit. Astaga! Ceroboh sekali dia!

"It's okay," balas laki-laki yang barusan gadis itu tabrak.

Kening Ann berkerut dalam. Rasa-rasanya, ia tak asing dengan suara itu. Kontan, gadis itu mendongak, memandang sang pemilik suara. "Arvin?" gumamnya.

Ngapain Arvin ke restoran mahal kaya ini? Dia dapet undangan tampil, ya? Eh, tapi dia dateng sendirian, nggak sama band-nya, pikir gadis itu.

Arvin mengulum senyum pada gadis itu. "Hai, Ann," sapanya ramah. "Kebetulan banegt ketemu di sini."

Gadis itu tersenyum kikuk. "Iya. Kebetulan banget, ya."

"Oh iya, kenalin." Laki-laki itu menoleh ke arah seorang wanita berusia empat puluh tahunan yang tampak dalam balutan gaun formal berwarna cream. "Ini Mama gue."

"Salam kenal, Tante. Ann," kenal Ann sambil menjabat tangan wanita itu.

"Cantik, ya?" Seeberkas senyum terulum ketika wanita itu mengelus pelan surai panjang Ann yang dikuncir. Ia lantas menggandeng tangan Ann dan mengajaknya masuk, yang jelas membuat gadis itu bingung.

Ann semakin dibuat tak mengerti ketika kini wanita itu  malah memindahkan tangannya ke dalam genggaman tangan Arvin, ketika mereka sampai di meja yang tadi dipesan mamanya.

"Maaf ya, Ran. Jalannya tadi macet banget." Wanita itu memeluk singkat Kiran—Mama Ann—dan cipika-cipiki, seperti yang lumrah dilakukan perempuan kalau bertemu sahabatnya.

UNTUKMU, SHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang