"Kok malah jadi gini?!"
Rasanya, Ann ingin menghilang dari muka bumi! Berita-berita ini semakin nyeleneh saja dari hari ke hari. Bukan cuma itu, ia juga mulai sering menerima DM ngawur pasal ciuman—pemberian napas buatan—itu.
Oh, tidak. Bukan lagi soal napas buatan, kabar yang beredar sekarang sudah diplesetkan sangat jauh, dipotong hanya sampai ciuman bibir saja, bagian memberi napas buatan—menyelamatkan nyawa lelaki itu—dihapus.
"Gue harus gimana dong sekarang?" Ann menggeram frustasi sembari melipat tangannya di atas meja dan menggunakannya sebagai bantal. "Bukannya reda, fotonya malah makin rame kesebar."
"Ann, jangan gitu dong." Tata mengusap pundak temannya itu. "Kita jadi sedih lihatnya."
"Gue pusing banget, Ta, mikirin masalah ini." Suara Ann tersamar di dalam lipatan tangan. "Gue takut banget kalo sampe Mama Papa gue tau soal ini."
Setidaknya, ada satu hal yang membuat Ann sedikit bisa bernapas lega. Orang tuanya sangat sibuk kerja, hingga tidak memiliki waktu untuk perkara remeh seperti membuka sosial media atau semacamnya—akun pribadi milik papanya saja bahkan sudah tak pernah tersentuh sejak bulan lalu. Namun itu sama sekali bukan jaminan gosip tentang Ann yang sekarang ramai, tidak akan sampai ke telinga mereka.
Cepat atau lambat, semuanya pasti akan terbongkar. Dan, ia sungguh tak siap untuk itu.
"Psst!" Tata mendesis, dengan mata terus terarah pada Rania yang berada di bangku depannya. "Ran, jangan main hape mulu dong. Bantuin gue hibur Ann."
"Ini juga lagi bantu," balas Rania. Fokusnya sama sekali belum teralih dari layar ponsel.
Tata mendengus. "Bantu apaan kaya git--"
"Dapet!" Rania menyeru sambil menjentikkan jari, yang kontan membuat Ann menegakkan punggung.
"Dapet apa?" Raut wajah Ann tampak bingung.
"Jadi gue tadi habis nanya-nanya teman gitu, kan. Katanya ada satu orang, hacker gitu, anak seangkatan kita juga, yang mungkin bisa kita mintai tolong buat hapus hashtag sama postingan-postingan itu." Rania menjelaskan.
"Serius?" tanya Ann antusias. Setidaknya, masih ada harapan ia akan terbebas dari gosip memalukan itu. "Siapa?"
"Ikut gue sekarang." Rania bangkit dari tempat duduk, lalu berjalan cepat ke luar kelas. Sementara, Ann dan Tata mengekor di belakang. "Mumpung jam istirahatnya belum selesai."
.
.
.Kini, ketiga siswi itu berhenti di dekat sebuah batu besar di taman sekolah, berhadapan dengan dengan seoang siswa berpenampilan cupu dengan kacamata bulat tebal yang duduk di sana—si hacker yang tadi disinggung Rania. Rania mendapat saran dari salah seorang teman agar meminta bantuan pada laki-laki itu.
"Ini orangnya?" tanya Ann sembari menunjuk ke arah laki-laki, menatapnya sangsi dari ujung rambut hingga ujung kaki. Jujur saja, laki-laki ini sama sekali tidak masuk dalam tipenya. Culun sekali!
Rania mengangguk sekali. "Namanya Marko. Katanya, dia jago banget nge-hack," bisiknya di telinga Ann. "Cepetan ngomong ke dia."
"Ngomong apa?" balas Ann berbisik."
"Ya, lo ke sini mau apa? Minta tolong hapusin foto sama hashtag lo yang lagi rame, kan?"
Ann mengangguk.
"Ya udah, sana." Rania mendorong pelan punggung Ann, mendekat pada laki-laki itu. "Semangat."
Ann mengembuskan napas sekali, baru setelahnya memaksakan senyum pada laki-laki itu. "Hai," sapanya canggung sambil mengangkat tangan kanan setinggi dada. "Marko, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUKMU, SHAKA
Teen FictionAnn tak pernah menduga aksi pemberian napas buatannya pada Shaka akan menjadi viral di mana-mana, apalagi sejak tagar #ciumanpertamapenyelamat menjadi trending topic di jagat maya. Kini, mau tak mau, Ann harus berurusan-bahkan terus dipasangkan-deng...