.-/-./-.

1.6K 159 19
                                    

Kita tak pernah tahu
Berapa lama kita diberi waktu
Jika aku pergi lebih dulu,
jangan lupakan aku
Ini lagu untukmu,
ungkapan terima kasihku

Lembar monokrom hitam putih
Aku coba ingat warna demi warna di hidupku
Tak akan ku mengenal cinta bila bukan karena hati baikmu

Semua tangan terangkat, melambai dengan perlahan kompak ke kanan dan kiri, sambil menggenggam ponsel dengan flashlight menyala, semakin menambah nuansa haru saat itu. Bahkan tak sedikit dari para siswa tahun ketiga yang tengah diliputi sukacita dalam acara promnight itu sampai menitihkan air mata.

“Lagu ini aku persembahkan, spesial untuk kalian semua, kakak-kakakku semua. Calon orang-orang hebat,” ucap Devan dengan lengkung senyum—juga sepasang lesung pipi—tergurat di wajah. "Kita nyanyi bareng-bareng reff-nya. Kali ini yang kenceng ya, biar aula ini jadi saksi warna-warna, cerita, dan kenangan yang telah kakak-kakak torehkan di sekolah ini."

Ia kemudian meletakkan gitar akustiknya dan berdiri di ujung panggung, mengarahkan microphone yang dipegangnya ke arah penonton, membiarkan mereka menyelesaikan bait terakhir lagu tersebut.

Dimanapun kalian berada
Ku kirimkan terima kasih
Untuk warna dalam hidupku
Dan banyak kenangan indah
Kau melukis aku

Lagu berakhir, dan semua orang tampak saling berpelukan sesama temannya, mengucap salam perpisahan sebelum mereka mengejar mimpi mereka masing-masing.

Sepasang mata Devan kini terarah pada Shaka yang kini berderap mendekat ke panggung. Dengan segera, ia menghampiri sang Kakak.

"Tadi itu keren," puji Shaka sembari menepuk pelan bahu Devan.

Devan berdecak sekali, sedikit bersombong diri. "Oh, ya jelas dong. Devan gitu lho." Ia memamerkan senyum dengan tangan kanan terlambai ke udara, melihat kedatangan seorang gadis berambut cokelat gelap yang tampil anggun dalam balutan gaun berwarna peach—Tata.

Tata lantas berhenti di samping Devan, meraup pelan tengkuknya dan membisikkan sesuatu ke telinga. "Oke?" Ia menyeringai tipis.

Mendengarnya, laki-laki itu menarik kedua sudut bibir. Tangannya terulur, melingkar di pundak Tata dan mengecup singkat puncak kepala gadis itu. "Apa sih yang enggak buat lo?" kelakarnya.

"Hilih."

"Dasar bucin." Shaka terkekeh pelan sambil geleng-geleng kepala. Tak heran jika pasangan adik kelas dan kakak kelas itu memang sudah didaulat sebagai pasangan terbucin tahun ini oleh warganet sekolah.

"Bodoamat, yang penting happy," balas Devan. Tak lama setelahnya, alunan musik berganti, dari yang sebelumnya lagu berirama ceria dan bertempo cepat, menjadi lebih slow—musik untuk dansa.

"Nggak sekalian dansa ke tengah?" goda Shaka sambil melirik sekilas lantai dansa di tengah hallroom yang kini mulai penuh. Menggoda adik, apalagi yang sedang dimabuk cinta, adalah kebahagian tersendiri bagi para Kakak. Benar begitu, bukan?

"Oh, ya tentu dong, Bang." Devan menyeringai tipis. Tangan kanannya bergerak turun menggandeng Tata. "Gue tunggu lo di lantai dansa. Calon kakak ipar udah di belakang tuh," katanya kemudian berderap menjauh.

Segera setelah mendengar itu, Shaka berbalik. Kedua mata lelaki itu sedikit menyipit, kala bulan sabit terbentuk di bibir. Tatapannya tak bisa beralih dari sosok yang kini berjalan menghampiri.

Terpanah? Mungkin.

Ann terlihat sangat cantik malam ini, dengan halter dress panjang berwarna putih gading juga anting mutiara yang tersemat indah di telinga. Surai panjang sewarna Espresso-nya ia kuncir.

UNTUKMU, SHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang