"Jadi, di mana pacar lo?"
Satu embusan napas lepas dengan berat dari gadis berambut gelap itu. Sedari tadi, pandangannya masih belum beralih dari ujung sepatu Sneakers milik seorang gadis yang berdiri di hadapannya.
"Nggak ada, ya?" Clara melipat kedua tangan di dada, sembari tertawa merendahkan. "Halu mulu sih lo," cecarnya.
"Dasar ratu drama. Mulutnya minta dicabein." Tata pasti sudah melemparkan cabai bubuk—yang barusan ia beli dari minimarket di depan sekolah—pada Clara, jika saja Ann tidak menahan tangannya.
"Percuma diladeni," bisik Ann.
"Ya, tapi dia ngeselin banget, Ann." Rania yang sedari tadi diam, kini ikutan bersuara.
Ann baru hendak membalas, tapi urung karena suara dehaman Clara.
"Perjanjian tetap perjanjian," ucap Clara. "Lo nggak bisa buktiin kalo Shaka pacar lo, gosip tentang ciuman kalian di sosmed bakal tetap ada." Ia mengangkat tangan kanannya, lalu menjentikkan jari tiga kali.
Tak lama setelahnya, Marko—si hacker cupu berotak mesum—berjalan mendekat dan berhenti di samping kiri Clara.
Sebuah seringai muncul di wajah Clara ketika matanya melirik laki-laki itu. Marko juga membalas dengan hal serupa. "Dan, mulai detik ini," katanya kemudian menoleh pada Ann. "Lo resmi jadi pacarnya Marko."
"Ya, nggak bisa gitu dong!" Tata tak terima. Kelihatannya, memang gadis itu yang paling kekanak-kanakan diantara mereka. Namun jika sudah menyangkut sahabat, ia bisa lebih barbar dari preman pasar. "Mana ada orang pacaran kaya gitu?! Ini sih namanya pemaksaan."
"Ta, jangan bikin keributan di sini," desis Ann. Ya, meski sejujurnya, ia juga ingin sekali berteriak-teriak seperti yang dilakukan Tata, jika memang itu berguna. Masalahnya, berteriak dan merutuk tidak akan membuat gosip murahan tentangnya hilang dan ia tidak harus pacaran dengan lelaki berotak mesum seperti Marko. Malahan, akan membawanya dalam masalah lain, masuk ruang BK karena membuat keributan misalnya.
"Lo kok diem aja sih, Ann?" protes Tata. "Ngebela diri kek, jangan langsung pasrah gitu."
"Mau ngotot kaya gimana juga percuma, Ta." Wajah Ann berubah sedih. "Mungkin, udah jadi nasib gue kaya gini,"katanya pasrah.
"Si Shaka mana sih?" Rania mengedarkan pandangan ke sekitar, menelisik setiap wajah teman seangkatannya yang kini sibuk memasukkan tas ke dalam bus—hendak pergi berkemah. "Keterlaluan banget, masa ngaku jasi pacar lo sebentar aja nggak mau." Ia menekankan suaranya, agar Clara dan Marko tak sampai mendengar.
Ann menghela napas berat. "Jangankan buat itu, Ran. Shaka ikutan kemah juga, kayanya nggak mungkin," balasnya. "Dia pasti masih di rumah sakit sekarang."
"Rumah sakit?" tanya Rania dan Tata kompak. "Kenapa?"
"Ada yang nyerang dia kemarin. Parah banget kepalanya berdarah," jawab Ann. "Gue juga nggak tau siapa pelakunya."
"Kok, lo bisa tau, Ann?" polos Tata.
Rania berdecak sekali. "Ya, kan mereka tetanggaan, Ta. Lo sendiri yang cerita pernah ke rumahnya. Gimana sih?"
Tata meringis memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Sorry." Ia menoleh acak dna secara kebetulan mendapati Arvin yang baru saja sampai. "Ada Arvin. Dia pasti bisa bantui lo, Ann."
"Bantuin gimana?"
Tanpa menjawab, Tata langsung berlari menghampiri Arvin, dan kembali sambil menggandeng tangannya pada menit berikutnya.
"Vin, tadi lo bilang belum dapet temen duduk di bis, kan?" pancing Tata. "Nah, pas banget. Ann juga belum dapet temen duduk. Gue udah sama Rania." Ia melirik Ann sekilas dan mengedipkan sebelah mata, memberi insyarat pada temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUKMU, SHAKA
Ficção AdolescenteAnn tak pernah menduga aksi pemberian napas buatannya pada Shaka akan menjadi viral di mana-mana, apalagi sejak tagar #ciumanpertamapenyelamat menjadi trending topic di jagat maya. Kini, mau tak mau, Ann harus berurusan-bahkan terus dipasangkan-deng...