🛳️ | Bagian 27

370 46 3
                                    

🛳️ Bagian 27 🛳️

Hamza menarik tubuhnya dari Dayana. Lalu berdiri di samping ranjang dengan mata yang tidak berani menatap ke arah Dayana.

Tidak berbeda jauh dari Hamza, Dayana juga tidak berani melihat pria yang berhasil membuat pakaiannya berantakan!

Astaga Dayana, apa yang baru saja terjadi? Kenapa pula sentuhan Hamza begitu candu! Rasa malu tidak bisa wanita itu sembunyikan. Yah, bayangkan saja mereka hampir berbuat sesuatu yang bisa saja berakhir dengan tubuh yang tidak tertutup oleh sehelai benangpun! Duh, berpikir saja ia panas dingin! Soalan.

“Mas ambil pakaiannya dulu, di bawah.” Hamza kemudian berjalan keluar dari kamar Dayana.

Dayana bangun dari tempat tidur, duduk di atasnya dengan memperbaiki rambut yang berantakan juga pakaian yang kusut. Sialan! Dayana masih bisa merasakan sentuhan Hamza yang liar di atas tubuhnya!

Syukur Hamza masih sadar dan tidak terhasut bujukan setan untuk melanjutkan kegiatan mereka tadi! Walaupun Dayana sedikit kecewa karena itu. Yah, namanya juga perawan tua yang—sejujurnya dari dalam lubuk hati Dayana—ia penasaran bagaimana rasa bercinta hingga banyak orang terbuai di dalam sana.

Menuruni setiap anak tangga dengan jantung berdegup kencang, sampailah Dayana di depan Hamza. Seperti kurir pengantar pesanan Dayana tadi sudah pulang, terbukti dengan Hamza yang kembali dengan sebungkus pakaian di dalam plastik.

Masih gugup, Dayana juga menatap ke arah lain ketika berujar. “Mas Hamza pakai aja kamar mandi, aku tunggu di ruang makan. Mas belum makan kan?”

“Iya. Terima kasih, Dear.”

🛳️🛳️🛳️

Dayana diundang makan siang bersama teman-teman angkatan siang ini. Maka di sinilah ia berada, di sebuah restoran yang berada di sebuah mall di Surabaya Timur yang memiliki 3 gedung sekaligus.

“Dayana kamu kapan married? Aku udah 3 anak ini!” sahut Dinda memulai percakapan setelah Dayana sampai.

Sudah biasa bagi Dayana untuk mendapatkan pertanyaan semacam ‘Kapan nikah?’ ‘kok, belum menikah?’ ‘Aku punya kenalan, nih. Mau nggak?’ dan masih banyak lagi. Jadi sebagai respon, Dayana hanya tersenyum lebar sembari mengibas tangannya. Tidak ada guna bagi Dayana untuk menjelaskan secara rinci, yang ada buang-buang energi saja, toh, terserah mereka mau berbicara apa tentang status Dayana sekarang.

“Guys, aku ke toilet, dulu, yah,” ujar Dayana kembali berdiri dari bangku. Sejak tadi Dayana memang kebelet pipis, tapi ia tahan karena sudah dekat dengan Mall.

Setelah buang air kecil, Dayana menatap dirinya di balik cermin, memperbaiki tatanan rambut yang dibiarkan tergerai. Di sampingnya terdapat seorang gadis yang ... Harus Dayana akui sangat cantik, tubuhnya mirip model-model di majalah, mata tajam, pipi tirus, dan bibir yang bervolume berwarna merah darah. Sungguh berkarisma.

Dayana kalau jadi pria, mungkin saja langsung jatuh hati padanya. Secara fisik tidak ada yang gagal. Dayana perlahan membandingkan dirinya dengan wanita itu. Bagaimana kalau Hamza bertemu dengan orang itu? Apakah ia akan sama terkesima dengan Dayana?

Larut dalam pikirannya. Dayana tidak menyadari jika orang itu sudah pergi dari toilet. Berdecak lidah, wanita yang nyaman dengan celana sobek-sobekmya itu pun ikut keluar dari sana.


Tidak jauh dari tempat ia berjalan menuju toilet, wanita yang ia temui tadi ternyata berjalan ke arah yang sama dengannya. Beberapa detik kemudian kening Dayana bertautan hingga alisnya hampir tersambung. Melambatkan laju langkahnya sambil menatap serius ke depan sana.

Itu ... Hamza. Tapi ... Tunggu! Kenapa wanita itu berjalan ke arah Hamza? Kenapa ia tiba-tiba menggandeng tangan kekasihnya? Bagaimana bisa Hamza hanya diam!

Wait! ... Siapa wanita itu? Dan sedang apa Hamza di sini? Padahal sebelumnya Dayana tidak memberitahukan kepada pria itu kalau ia akan pergi ke Mall. Niat Dayana akan mengirim pesan setelah sampai ke tempat duduknya.

Langsung Dayana semakin mendekat ke arah dua manusia yang membelakanginya. Dayana mengigit bibir, sialan! Mereka terlihat sangat serasi! Dayana bukanlah perempuan yang gampang tidak percaya diri, ia tipikal orang yang mensyukuri apa adanya ia di dunia. Namun kali ini ... Dayana terdiam dengan hati yang mulai merasa kecil. Dayana mengkerdil.

“Mama udah tunggu di dalam. Kita harus bahas pertunangan kita, Hamza.”

Apa? Dayana memiringkan kepalanya, mengedip berkali-kali dengan bibir yang membentuk garis lurus. Jadi, perempuan yang ia temui tadi di toilet adalah ... Calon tunangan Hamza?

Luar biasa sekali! Apakah ini hanya delusi Dayana saja?

“Dayanaaa?!” Dayana memutar kepala ke sumber suara, Dinda yang memanggil namanya dari depan restoran. Sontak seruan itu memancing rasa penasaran orang yang ada di sana untuk menatap Dayana, termasuk Hamza yang memutar tumitnya.

Dayana tahu bahwa apa yang dilihatnya adalah kenyataan. Wanita itu pun menunduk dalam-dalam, dan berbalik badan untuk segera pergi dari sana. Sial! Kenapa ia ketahuan? Kenapa Hamza melihatnya? Lalu mengapa ia harus lari? Seharusnya ia tetap diam saja, ini bukanlah kesalahan yang Dayana perbuat!

Namun tidak bisa. Dayana meneteskan air mata. Ia tidak sanggup melihat mereka berdua. Sejujurnya, wanita itu sangat takut jika posisinya akan digantikan dengan orang lain. Ia tidak berani menghadapi kenyataan pahit bahwa Hamza bisa saja melepaskannya!

Terus berlari, Dayana menghiraukan tatapan orang yang melihatnya berlari melewati mereka, menuruni eskalator dengan cepat, menabrak beberapa orang hingga akhirnya ia sampai di depan pintu terluar dari Mall itu.

“Dayana? Tunggu! Mas bisa jelasin!” seru Hamza yang sejak tadi mengikuti Dayana dari belakang.

Dayana berhenti langkahnya. Menoleh ke belakang sebentar dengan pipi dan mata yang basah. “Jangan sekarang, Mas. Aku mau sendirian dulu!”

Melanjutkan langkahnya, Dayana seperti hilang akal, untung saja lampu hijau yang berada di depan mall menyala sehingga ia selamat berjalan ke pembatasan trotoar di tengah jalan yang full dengan dengan kendaraan yang berlalu lalang.

“Dayanaaa!” Hamza masih terus memanggil nama Dayana. Wanita itu tahu Hamza akan menjelaskan semuanya! Tapi ... Dayana belum siap! Iya, Dayana tidak siap.

Ketika Dayana hendak menyebrang lagi ke seberang, lebih tepatnya di sana ia memarkirkan mobilnya—Mall ini terhubung satu sama lain walaupun berbeda gedung dan terpisah jalan raya—Tiba-tiba saja dari arah kiri sebuah mobil melaju dan ...

“Dayana Awas!” seru Hamza yang terdengar jelas di telinga Dayana. Sebelum beberapa detik kemudian Dayana merasakan tubuhnya diterpa sebuah benda tumpul yang menerbangkan badan wanita itu beberapa kaki di depan mobil.

Bugh!

“DAYANA!!!”

Samar-samar Dayana masih bisa mendengarkan suara orang-orang, entalah, Dayana tidak sanggup membuka matanya. Ia merasa tubuhnya sangat ringan, walaupun ada basa di sekitar kepala yang kemudian membuat ia bisa mencium aroma amis.

Ini semua terasa seperti mimpi. Ada apa? Dayana bertanya-tanya dalam hatinya, bersama sisa-sisa kesadaran yang ia punya.

“Demi Tuhan, Dayana tetap sadar! Muka mata kamu! Dayana!!” Ah, itu suara Hamza. Dayana sangat mengenalnya.

Namun bayang-bayang Hamza bersama wanita itu kembali terbayang di kepala Dayana yang kini terasa sangat ringan atau berat? Dayana tidak tahu karena semuanya gelap.

Bersamaan dengan kegelapan itu, Dayana mulai kehilangan kesadarannya. Entahlah, wanita itu merasa sangat ringan.

Apakah ini ... Akhir dari kisah hidupnya? Menyedihkan Dayana, sangat buruk alurmu di dunia ini, pikir Dayana.

“Dear. I love you, really love you! Please jangan kayak gini. Jangan tinggalin Mas sendiri!”

To be Continued

Our Second Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang