🛳️ | Tamat

981 48 1
                                    

“Ada masalah?” Itulah yang dikatakan Hamza ketika Dayana hampir 15 menit tidak berbicara banyak hal, atau setidaknya meliriknya dan memilih untuk memandang ke luar halaman dengan murung.

Menghela napas panjang, Dayana mengangkat bahu. “Hmm, mau bahas kayak gimana, ya.”

“Apa? Kenapa?” Hamza berdiri dari bangku ayunan yang berada di samping rumah Dayana, lalu berjalan ke samping sang kekasih.

“Jangan marah, ya, Mas?” Dayana tahu Hamza tidak akan marah, akan tetapi, ego pria itu mungkin saja terluka, walaupun hanya sedikit.

Hamza mendorong pelan ayunan Dayana. “Tergantung.”

Dayana mencebikan bibir. Rambutnya yang diterpa angin saat diayunkan melayang-layang. “Jadi gini, mas. Kemarin aku sama Baba dan Mahmud pergi ke rumahnya Lanang ....”

Dayana menceritakan semua hal yang terjadi, tanpa ada yang ditutupi. Ia percaya bahwa jujur saat ini adalah jalan keluar, dan mungkin ia akan mendapatkan ketenangan.

“Hmm ...” Hamza mengangguk pelan, padangannya tidak lepas dari Dayana. Entah apa yang pria itu pikirkan, wanita itu berharap semua akan baik-baik saja.

Karena tidak mendapat respon yang jelas dari Hamza, Dayana bangkit dari tempat duduknya. Seharusnya Hamza memberikan tanggapan yang jelas, jika begini, bagaimana ia tahu harus berbuat apa? Dayana kesal sekali kalau pacarnya mulai bertingkah misterius seperti ini. Bisa tidak, jelaskan semua apa yang pria itu rasakan?

Telat langkah kelima, pergelangan tangan Dayana ditahan. Ia tidak berbalik, dan berseru. “Aku sakit perut, mau pulang. Mas pu—”

“Ayok nikah.” Hamza berjalan, berdiri di hadapan Dayana dan kembali berseru setelah menjadikan wanita itu patung berdiri yang hampir mati karena kaget. “Ayok menikah. Kamu mau kan menikah sama saya?”

Mengulum bibir, Dayana berusaha menahan diri untuk tidak tersenyum. Ya ampun, kenapa pria ini tiba-tiba mengajaknya menikah? Tidak mau ambil pusing, Dayana berpikir Hamza hanya bercanda saja.

“Mana cincinnya?” Dayana mengulurkan tangan kanannya ke arah pria itu, lalu menggerakkannya untuk segera diisi dengan cincin.

Hamza merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak beludru merah. Perlahan ia membuka benda itu hingga terpampang benda yang Dayana mintai. Sebuah cincin berukuran kecil, dengan permata mungil di tengah-tengahnya, tidak terlalu mencolok, namun elegan, dan mahal.

Dayana melebarkan mata dan bibirnya, tidak percaya bahwa sang kekasih akan melamarnya secepat ini. Sungguh? Apa ia sedang bermimpi? Jika, benar, tolong jangan bangunkan wanita itu.

“Saya nggak bisa berjanji kalau saya selalu buat kamu tertawa, bahagia, memenuhi semua ekspetasi kamu. Tapi saya berjanji untuk berusaha, untuk selalu ada di sisi kamu, aku pasti berusaha untuk selalu ada untuk kamu. Jadi, kamu mau menghabiskan waktu bersama saya? Sebagai istri saya, dan anak-anak kita kelak?”

Sederetan kata-kata yang diucapkan Hamza layaknya syair indah di telinga Dayana. Bahkan waktu itu melepaskan tetes-tetes air kebahagiaan di sana. Jadi, ia benar-benar sedang dilamar Hamza?

“Ini kamu serius?”

Hamza mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Setelah berusaha mati-matian untuk membuat wanita di depannya ini terkagum-kagum dan terharu, kenapa ia masih bertanya tentang kesungguhan? Apa keseriusan di wajahnya tidak tampak? Juga telinganya yang memerah dan degup jantung yang kencang?

Menarik napas dalam-dalam, ia kembali berseru. “Saya nggak akan main-main soal ngajak kamu nikah.”

Dayana mengangguk paham. Astaga. Ia malu sekarang. Bukan bermaksud untuk melukai, ia hanya takut berharap tinggi.

“Maaf, Mas.”

“Ma ... Maaf untuk?” Hamza dibuat pucat mendadak karena ucapan Dayana yang setengah-setengah.

Paham dengan perkataannya yang ambigu, Dayana menggeleng kepala kuat kepalanya. “Aku terima Mas! Aku mau, Mas!”

Tanpa membuang waktu, Dayana menarik Hamza untuk masuk ke dalam pelukannya. Mereka sama-sama tenggelam dalam kebahagiaan dan kehangatan.

Tanpa melepaskan pelukan, Hamza mengangkat dagu wanita mungil di dalam dekapannya itu. Sedangkan tangan lainnya yang masih melingkar di pinggang Dayana semakin erat. Hamza menyatukan bibir mereka, meninggalkan semua rasa di sana, memberikan kenangan indah semakin sulit dilupakan.

Tamat

Our Second Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang