🛳️ | Bagian 35

451 47 3
                                    

🛳️ Bagian 35 🛳️

Tidak ada yang menyangka hari ini datang. Maksudnya Dayana adalah, semua terjadi seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Sungguh. Ia merasa apa yang baru saja dikatakan Hamza adalah sesuatu yang ... Ah! Dayana kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan perasaannya.

Dayana berkedip berkali-kali. “Beneran Mas? Ini ... Kamu nggak lagi bohong kan?”

Hamza menggeleng kepalanya. “Nggak, Dear. Mas nggak mungkin bercanda soal beginian ke kamu.”

Benar juga. Tidak mungkin Hamza berbohong padanya. Mata Dayana memanas, perlahan indera penglihatan mengabur dan memanas. Rasa haru karena mendapatkan persetujuan dari orang tua dan keluarga Hamza adalah harapan yang tidak bisa ia harapkan. Paham kan maksud Dayana?

Tangan Hamza mengangkat dagu Dayana perlahan hingga keduanya kembali saling menukar padangan. Dengan tangan lain pria itu mengusap pipi Dayana yang basah.

“Aku sayang kamu, Mas. Banget,” bisik Dayana dengan suaranya yang serak.

Hamza mengangguk kecil. Tidak berbeda jauh dengan Dayana. Kali ini air mata kebahagiaan yang mengalir bukan kesedihan atau pendekatan lainnya.

Dayana lalu mendekatkan wajahnya, ia menyatukan bibir mereka untuk pertama kalinya. Hanya kecupan sederhana dan penuh kehangatan. Tangan Dayana yang berada di dada Hamza pun meremas baju pria itu hingga terkoyak sedikit.

Tangan Hamza berada di tengkuk dan belakang kepala Dayana, mendorong sedikit wajah sang kekasih untuk lebih dekat, intens.

Mejuahkan kepalanya dari Hamza. Dayana menarik napas dalam-dalam karena pasokan udara di paru-paru yang menipis. Ya ampun! Hamza memang jago menahan napas.

“Saya nggak sabar kita menikah nanti.” Hamza mengangkat satu alisnya dengan senyum tipis yang membuat Dayana berpikir liar.

“Dih, Mas! Masih jauh!” Dayana mengambil mundur satu langkah, menyilangkan kedua tangan di dada.

Astaga! Selain terlihat aneh, Dayana berpikir bahwa selama ia dekat dengan Hamza image garang, kuat, dan perkasa yang selalu tersemat pada namanya menghilang, berubah menjadi Dayana yang imut, budak cinta, apa-apa bareng sama Hamza—bareng, yah. Bukan Hamza harus melakukan apapun untuk Dayana, tapi menemani! Hanya itu. Ia masih tetap senang melakukan apapun sendiri, hanya karena ia tengah dimabuk asmara ia sedikit ... Yah, mungkin beberapa orang berkata ia lebay.

“Ahaha ... Sini, dulu. Mas pengen dekat-dekat kamu, Dear.” Hamza mengulurkan tangannya ke arah Dayana, berjalan mendekatnya.

🛳️🛳️🛳️

Dayana memasuki bengkel dengan senyum tiga jari bagaikan model duta pasta gigi. Tidak lupa ia memberikan sapaan kepada semua anak-anak bengkel yang sedang bersiap-siap.

Ini hari pertamanya bekerja, tentu ia harus tampil bersemangat, berenergi dan tidak hanya itu, kabar tadi malam masih menjadi faktor utama kebahagiaan Dayana detik ini tanpa mengurangi rasa senang melihat anak-anak bengkel.

“Kangen Mbak Dayana!” seru Kiki. Dayana tertawa mendengarnya. Anak yang baru saja lulus STM itu tampak begitu merindukannya, namun terlebih dari itu ada yang menarik perhatiannya.

“Kamu cat rambut? Pink? Mantap, Ki! Mbak sukaaa!" Dayana memekik kegirangan! Akhirnya ada juga yang berani pirang pink di bengkel.

“Iya! Soalnya kangen Mbak Dayana!"

“Dih, bisa aja kamu, Ki. Sana kerja!” Dayana berseru galak, memencilkan padangan. Ia sedang bersandiwara.

“Tapi Mbak Dayana tambah cantik kan, Rek?” celetuk Mahmud yang tiba-tiba lewat di depan Dayana.

Serempak anak-anak di sama menyetujui perkataan Mahmud, bahkan beberapa dengan terang-terangan memujinya.

Memutar bola matanya malas, Dayana mengibas tangannya di udara. Anak-anak ini pintar memang memuji orang, mengambil hatinya. Jangankan hati Dayana, hati perempuan yang sering datang pun menjadi incaran rayu gombalan mereka.

“Kalian mau apa? Saya traktir makan siang enak?” tanya Dayana mengakhiri seruan mereka yang sangat ribut itu.

“Nah! Tahu aja mbak kami nggak makan enak selama ini!” sahut Bagas yang cengar-cengir seperti kuda poni.

“Nggak, kok, mbak. Baba aja kali tuh! Perut kuli, yeh. Maunya enak Mulu!” sahut Mahmud, melotot ke arah Bagas.

Maka, terjadi perdebatan seperti biasa. Dayana mengedarkan padangan ke sekitar, mencari-cari keberadaan Lanang. Ke mana anak itu? Bukannya biasa ia datang paling cepat dari semua karyawan dan pekerja lainnya?

“Rek! Rek diam dulu! Sttt!” seru Dayana mengangkat tangannya ke bibir. Anak-anak pun diam, memandang ke arah Dayana penasaran. “Lanang mana? Mangkir? Sakit?” 

“Iya, mbak. Kemari. Dia izin pulang, kata'e sakit,” jawab salah satu karyawan.

“Udah kalian kunjungi dia?” Semuanya menggeleng pelan sambil menunduk kepala.

Menghela napasnya. Dayana kembali berseru. “Mahmud dan Bagas? Kalian itu sama-sama terus, loh. Kenapa nggak lihat Lanang?”

“Niat kami hari ini, mbak. Kemarin udah datang ke kosan dia, tapi anu, mbak.” Mahmud menggaruk kepalanya, entah gatal atau tidak Dayana tak acuh, namun tingkah pria itu sedikit aneh.

“Kenapa?”

“Anu. Mbak datang aja ke sana. Nanti kita bareng-bareng, yah?” tawar Mahmud.

Baiklah. Dayana kemudian berjalan ke dalam ruangannya. Apa ini ada hubungannya dengan Dayana? Atau? Ck! Kenapa ia menjadi percaya diri sekali?

Lebih baik Dayana kembali keluar. Ia harus bekerja. Mengikat asal rambutnya yang sejak tadi terurai, ia pun berjalan menuju ke pria berbadan tegap dan besar yang memarkirkan mobil di depan bengkel.

Mari lupakan sesaat masalah, dan apapun itu. Kerja adalah kerja, urusan lain adalah urusan lain pula. Dayana menarik napas panjang, tidak lupa mengembuskannya.

“Halo, mbak. Saya mau ganti oli.” Pria itu berseru seraya melirik mobilnya.

Baiklah. Mengganti Oli adalah hal penting. Jika pengguna mobil atau motor tidak melakukan ganti oli mobil di waktu yang seharusnya, maka mesin mobil bisa saja mengalami kerusakan dan performanya kian menurun ketika dipakai berkendara.

Tidak hanya itu, memperhatikan kondisi mobil yang setiap hari dikendarai sangat penting. Semakin sering dipakai, maka mesin mobil semakin sering bekerja. Apalagi jika tinggal di perkotaan yang terkenal dengan macetnya, jangka waktu ganti oli mobil juga bisa semakin cepat.

Sebenarnya, oli mobil memiliki masa bertahan yang cukup lama. Waktu yang paling ideal untuk mengganti oli adalah saat mobil sudah mencapai jarak tempuh 10.000 KM dengan pemakaian normal. Atau, dalam kurun waktu 6 hingga 12 bulan, tergantung seberapa sering memakainya untuk berjalan-jalan dan seberapa berat medan yang ditempuh.

Tanda-tanda oli harus diganti yaitu, perubahan warna oli, Memeriksa tongkat pengukur oli, mesin terasa kasar, jarak tempuh mobil, kartu pengganti oli—bila ada—dan, tanda peringatan oli menyela yang biasanya muncul di speedometer.

Hmm ... Semua pengetahuan ini Dayana dapatkan dulu ketika suka nongkrong di warung makan murah dekat kampus, di sampingnya ada bengkel, Dayana juga pernah bekerja di sana, jadi ia tahu dan belajar di sana.

Tidak ada ilmu yang didapatkan secara instan bukan? Pasti ada proses, dari penyerapan, pemahaman, lalu praktek, salah, lalu perbaiki dan benar-benar mengerti. Right?

To be Continued

Our Second Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang