🛳️ | Bagian 24

348 48 1
                                    

🛳️ Bagian 24 🛳️

“Kamu kenapa? Kenapa kayak menjauh dari saya?”

Pertanyaan itu dilontarkan Hamza sejak beberapa menit yang lalu ketika ia sampai di bengkel MDM, dan masuk ke dalam tempat kerja Dayana.

Masih Dayana ingat tatapan tajam yang pria itu layangkan ketika mata mereka saling bertemu untuk pertama kali sejak seminggu yang lalu.

Iya, Dayana memilih untuk hilang kontak sebentar dengan Hamza setelah pertemuannya dengan Tante Refi. Dayana penuh dengan penyesalan, ada rasa sedih ketika bayang-bayang masa Maya dan Hamza muncul di kepalanya!

Ya Tuhan. Dayana sama sekali tidak bermaksud membuat Hamza sedih. Sana sekali ia tidak mau menjauh dari laki-laki yang telah mengisi seluruh ruangan di hatinya!

“Jawab Dayana? Mas ada salah sama kamu?” ujar Hamza melemah. Kepala pria itu tidak lepas dari wajah Dayana, ia juga menahan pergelangan tangan Dayana agar tidak menghindar.

Menggeleng lemah, Dayana pun menjawab. “Aku yang salah mas! Aku salah karena aku kamu hampir keluar dari kampus! Aku kecewa karena nggak bisa jadi sahabat yang baik untuk Maya. Waktu itu andai aku ada di samping Maya, tapi aku malah pergi, menyerah gitu aja .... Mas semua ini salah aku!”

Dayana tahu Hamza terkejut dengan perkataannya barusan. Semua terlihat jelas dari pupil yang mengecil dan juga genggaman tangan yang semakin kencang.

“Kamu ketemu Bunda?” tanya Hamza. Pria itu menghela napas gusar seraya memejamkan mata ketika Dayana mengangguk kecil sebagai jawaban.

Dayana hendak membuka mulut, menjelaskan tentang apa yang ia lakukan dengan Tante Refi, dan semua ide ini Dayana yang merencanakannya jadi Hamza tidak perlu marah kepada sang Bunda. Namun Dayana terlebih dahulu ditarik oleh Hamza ke dalam pelukannya.

“Ini bukan salah kamu. Mas yang salah waktu itu terlalu sibuk sama kampus, mas. Mas Mengabaikan kamu, kamu selalu minta mas untuk ketemu, kamu mau curhat tapi mas menolak dengan urusan kampus ... Mas yang salah,” ujar Hamza. Setiap ucapan pria itu, Dayana ikut larut di dalam kesedihan dan penyesalan Hamza.

Dayana tidak menampik bahwa perkataan Hamza benar. Di saat ia kesusahan, membutuhkan sosok dan waktu Hamza untuk mendengar keluhannya, ia selalu berkata sedang praktik, ada kaderisasi di kampus, ada laporan yang harus dikerjakan dan banyak alasan lainnya yang membuat Dayana berpikir jika hubungan mereka sungguh buruk.

Kecewa kala itu menjadi salah satu faktor Dayana memilih menghilang dari peradaban Hamza tanpa berpamitan dulu. Ah, Dayana jadi ingin menangis membayangkan masa lalu yang berat sendirian. Berharap bisa bersama Hamza sebagai calon kekasihnya namun pria itu ....

Tentu saja orang tua Dayana adalah tempat yang paling tepat untuk bercerita, namun Dayana merasa bahwa ia tidak leluasa berbicara dengan mereka, selain itu di dalam keluarga mereka curhat atau mengungkap perasaan secara blak-blakan isi hati mereka. Iya, mereka tipikal keluarga yang tabu mengutarakan kasih sayang, aneh.

“Mas? Tapi aku ... Aku takut lebih banyak menyakiti kamu,” ungkap Dayana.

“Mas juga punya kemungkinan yang sama dengan kamu untuk berbuat hal yang sama. Karena itu kita coba, yah, untuk saling memahami dan mengerti. Jangan sungkan untuk menegur jika mas lupa waktu itu saling berbagi cerita dengan kamu. Dan jangan berpikir lama untuk bercerita keluh kesahmu ke mas,” jelas Hamza seraya melepaskan pelukan mereka. Pria itu menangkup wajah Dayana dengan kedua tangannya agar koneksi tatapan mereka tidak terputus, supaya Dayana tahu isi hati pria ini, kesungguhan di sana.

Dayana mengangguk paham.“Lalu mau sampai kapan kita begini mas?”

Hamza tidak menjawab pertanyaan Dayana. Satu hal yang wanita itu tangkap saat ini adalah Hamza juga tidak tahu caranya agar hubungan mereka berjalan ke jenjang yang lebih serius. Konsekuensi dari masa lalu memang tidak main-main! Jika Dayana tahu masa depan yang ia lewati akan seperti ini, takkan pernah ia tinggalkan Maya dan Hamza—meskipun berat beban yang harus ia tanggung.

Keduanya terdiam setelah pembicaraan berat mereka. Dayana duduk di kursi yang sama dengan Hamza. Entah di saat-saat seperti ini ia sangat membutuhkan pelukan yang hangat.

Dayana menarik napas berat hingga menghasilkan suara dengkusan kasar, Dayana menoleh ke Hamza ketika wajah pria itu menoleh padanya.

“Kenapa mas? Haus?” tebak Dayana. Wanita itu segera bangkit namun pergelangan tangannya ditahan Hamza dan ditarik hingga kembali duduk ke posisi awal. Wajahnya yang berkerut bingung menjadi pertanyaan tersirat untuk Hamza.

“Mau tidur bareng sama mas sebentar malam?” tawar Hamza pelan, terdengar ragu di nadanya meski Dayana bisa menangkap nada permohonan di sana.

Kening Dayana semakin mengerut hingga matanya hampir tenggelam dibalik kelopaknya. Apa yang Hamza maksud sekarang? Tidur dalam artian apa? Pria ini tidak meminta Dayana untuk ....

Tuk! Bunyi suara ketukan yang tidak terlalu besar dan tidak terasa sakit di kening Dayana bersuara. Pelakunya kini tengah tersenyum kecil, penuh dengan tatapan aneh yang ... Demi apapun kenapa Dayana jadi merinding sekarang!

“Mas Hamza kenapa kening aku dikutik? Terus tidur?”

“Kamu udah dewasa, yah? Pikirannya jangan sampai jauh ke sana. Mas nggak ada niat untuk ML. Mas cuma mau tidur biasa aja, nggak ngapain. Kita sambil cerita-cerita, mas rasa malam hari waktu yang pas buat kita. Dan mas janji nggak bakal berbuat sesuatu yang diluar tugas mas.” Hamza kemudian berdiri setelah menjelaskan maksudnya.

Dayana berdecak kesal. “Makanya yang jelas dong kalau ngomong, mas. Kan jadi mikir nggak-nggak!” gerutu Dayana ikut bangkit dari sofa.

“Ya, sudah. Mas pamit dulu, yah. Masih ada kerjaan yang harus mas kerjakan. Kamu nggak papa mas jemput agak malaman nanti?” Hamza mengelus rambut Dayana dengan lembut.

Dayana mengangguk kecil. “Aku temani, deh, mas kerja ntar malam. Kayaknya nggak mungkin kita langsung tidur tanpa canggung,” saran Dayana. Ia sama sekali tidak keberatan kalau diajak tahan mata. Lagi pula apa yang terjadi pasti sama seperti yang ia katakan! Mana mungkin mereka tidak canggung. Yah, walaupun sebenarnya bisa saja..

“Iya, Dear. Makasih. Mas pamit dulu. I love you!” Hamza dengan gerakan cepat mencium bibir Dayana hingga mata wanita itu membeliak lebar.

Berdehem sebentar, Dayana pun berseru dengan nada gugup. “Dih, sekarang I love you terus, deh, mas.” Dayana kan jadi malu kalau Hamza terus bilang I love you! Peka sedikit Hamza!

“Mas tagih jawabnya nanti malam.” Setelah berkata demikian pria itu benar-benar menghilang dari pandangan Dayana.

Dayana kembali duduk di sofa seraya menyandarkan kepalanya di bekas tempat duduk Hamza yang masih meninggalkan bekas parfum pria itu. Dayana berharap semoga saja hubungannya lekas membaik dengan Maya dan Tante Refi.

Baiklah! Besok Dayana akan pergi ke rumah Tante Refi untuk bertemu dengan Maya. Dayana akan kembali menjelaskan! Wanita itu akan melakukan cara apapun—yang benar dan sewajarnya—untuk meyakinkan mereka bahwa ia benar-benar mencintai Hamza, juga memohon maaf kepada Maya.

Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, menampilkan salah satu anak magang yang memegang kucing L, dengan tangan yang berwarna cokelat dan berminyak.

“Mbaaak! Ini kenapa, ya, mobilnya? Kami sudah cek satu-satu mesin yang berkaitan sama penyebab kerusakan mobil tapi belum ketemu juga cara nyalainnya,” beritahu cowok dua puluh tahunan itu dengan raut kebingungan.

Baiklah Dayana, saatnya untuk berkerja!

To be Continued

Our Second Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang