🛳️ | Bagian 23

345 48 6
                                    

🛳️ Bagian 23 🛳️

Berbulan-bulan berlalu, Dayana dan Hamza semakin mantap saja hubungan mereka, seharusnya begitu bukan? Pikir Dayana.

Di samping itu, Dayana juga berusaha untuk bertemu dengan Maya dan tentu saja semua tidak berjalan seperti yang ia harapkan. Berulang kali Maya menolak pertemuan mereka, sebanyak itu pula Dayana hilang harapan dan Hamza bagaikan pangeran berkuda putih yang tiba-tiba menepi di depan rumahnya dan memberikan sinar keceriaan di wajah Dayana kembali.

Seharusnya Dayana merasa lega dan bahagia. Ya, tentu wanita itu bersuka cita dengan semua yang ia dapatkan dari Hamza, cinta, kasih, perhatian, perlindungan, dan kepedulian yang tidak perlu ia ragukan lagi. Namun yang membuat Dayana masih dan entah sampai kapan ini terus berlanjut adalah hubungannya dengan keluarga Hamza.

Dayana pernah bertemu sekali dengan ibu Hamza. Dengan wajah berbinar-binar, Dayana menyambut kedatangan mereka, akan tetapi yang ia dapatkan malah kata-kata yang kembali membuat tulang Dayana mengering.

Kali ini, Dayana memberanikan diri untuk bertemu lagi secara diam-diam dengan Bunda Hamza—tante Refi. Semoga saja hasil yang Dayana dapatkan tidak mengecewakan hatinya.

Merapikan rambutnya yang telah ia cat menjadi warna hitam beberapa Minggu yang lalu, Dayana tampil dengan setelan sopan, rambut panjangnya pun harus digunting sepundak karena beberapa bagian rusak.

Setibanya di dalam kafe yang berada di sekitar Kenjeran. Menarik napas dalam-dalam, Dayana berjalan keluar dari mobilnya. Tidak luput dari bibirnya doa, harapan yang semoga saja didengar oleh-Nya.

Masuk ke dalam kafe itu, Dayana naik ke lantai dua, di mana Tante Refi berada di sana. Setiap derap langkah yang Dayana tapaki pada anak tangga membuat debaran jantung semakin tak terkendalikan.

Jika ada yang bertanya mengapa ia tidak memberitahukan kepada Hamza mengenai pertemuannya dengan Bunda pria itu? Alasan yang Dayana punya hanya satu, ia tidak mau Hamza terlalu memikirkan urusan pribadinya—walaupun ini menyangkut juga dengan hubungan mereka, hanya saja dibandingkan hubungan mereka yang menjadi masalah di antara mereka, Dayana lah yang harus menjelaskan secara baik karena inti semua ini adalah ... Kejadian masa lalunya yang berdampak beser pada anak perempuan mereka, Maya—dan Dayana tahu hanya dirinya lah yang harus menyelesaikan hal ini sampai tuntas.

Menarik napas dalam-dalam, Dayana sampai di lantai dua, dengan gugup ia mengedarkan pandangannya ke segela arah, mencari keberadaan Tante Refi yang katanya duduk di bagian pojok memakai pakaian terusan berwarna merah gelap. Tentu saja semua itu Dayana yang memulai percakapan di antara mereka, menanyakan ketersediaan Tante Refi sejak satu bulan yang lalu dan baru hari ini mereka bertemu.

Demi keutuhan persahabatannya yang merenggang dan juga cinta yang ia bangun bersama Hamza! Dayana akan berusaha semaksimal hingga ia bisa!

“Siang Tante,” sapa Dayana, menundukkan kepalanya sebentar, lalu duduk di hadapan wanita peruh baya yang terlihat masih cantik dan bugar, walaupun Dayana bisa menangkap tatapan sayu di sana.

“Langsung saja. Kamu mau bahas apa?” tanya Tante Refi tanpa basa basi lagi. Wanita itu terlihat enggan duduk berhadapan dengan Dayana, bahkan untuk menatap balik anak muda di depannya saja tidak.

Dayana meremas kedua tangannya yang berada di bawah meja untuk mengalihkan rasa gugup dan juga takut. Jujur, Dayana tidak tahu harus berkata apa. Padahal di rumah, wanita itu sudah menghafalkan apa saja bagian penting yang harus ia ucapkan, namun semua itu entah menguap begitu saja.

“Tente masih marah sama aku?” tanya Dayana pelan. Kali ini ia menguatkan diri untuk melihat kedalam bola mata hitam yang sangat mirip dengan Maya. Ah, Dayana lupa kalau Maya memang duplikat dari Tante Refi.

Membuang wajah ke sembarang arah. Tante Refi pun mulai menjawab. “Dibadingkan dengan marah, Tante lebih kecewa sama kamu!”

Dayana tidak berani berkata-kata. Ia diam membiarkan tante Refi melanjutkan apa yang ingin ia utarakan.

“Kamu bukan cuma bikin Maya hancur. Kamu juga hampir bikin kakaknya Maya hancur! Kamu nggak tahu kan Hamza sampai cuti satu semester karena kamu? Dia ... Merasa bersalah sama kamu. Dia pikir belum bisa jadi pasangan yang baik untuk kamu. Hamza sudah jelaskan sama Tante semuanya! Tante tahu bukan kamu pelakunya." Tante Refi menarik napas sejenak. “Tante kecewa sama kamu karena alih-alih bertahan sebentar saja, kamu malah pergi dari kehidupan anak-anak Tante. Iya Tante tahu berada di posisi kamu itu berat. Tapi ... Karena kamu menyerah begitu saja, Maya jadi seperti sekarang. Dan Hamza hampir gagap meraih cita-citanya!"

“Dayana, Maya kecelakaan beberapa saat kemudian setelah kamu berangkat ke Jakarta! Sejak saat itu ia tidak lagi bisa melihat. Jika kamu bertanya kenapa ia kecelakaan? Dia mabuk, dia hancur karena rasa bersalah tidak bisa melindungi Dara dengan baik! Bukan cuma kamu yang dia salahkan, lebih dari kamu, Maya menghukum dirinya lebih parah. Tidak mau operasi padahal dia bisa saja kembali melihat, namun sebagai rasa penebusan dosa ia memilih tetap buta! Ia bisa saja berjalan tapi ia bilang nggak ada lagi tujuan ia pergi!

Di saat-saat seperti itu, Tante tahu Maya sangat kesepian, dibandingkan keluarga yang selalu meninggalkannya, dia butuh sahabat-sahabatnya. Kamu yang masih hidup.”

Dayana tertunduk dalam-dalam. Air mata mulai berjatuhan dari balik pelupuk. Dayana tidak tahu mengenai serentetan ucapan Tante Refi. Ya, Tuhan. Seperti ada ratusan jarum menusuk hingga menembus tulang-tulangnya. Remuk sekali hati Dayana.

Mencoba mengingat lagi yang diceritakan Hamza di atas kapal ketika ia berkata menemukan buku catatan Dayana, kenapa pria itu tidak berkata sejujurnya saja. Pantas waktu Dayana memberitahukan bahwa ia tidak lagi mencari kabar tentang mereka, tatapan Hamza menjadi berubah.

“Tante belum bisa kasih kepercayaan sama kamu. Kamu sekali pernah meninggalkan Hamza. Tante sendiri nggak habis pikir dengan dia, kenapa mau sama kamu padahal banyak anak teman Tante yang pasti nggak bakal meninggalkan dia kayak kamu.”

Setelah berkata demikian, Tante Refi berdiri dari tempat duduknya sambil mengeluarkan selembar uang berwarna merah di atas meja sebelum benar-benar pergi dari sana.

Semua ini, salah Dayana. Harusnya ia lebih bersabar. Kenapa dulu ia terburu-buru pergi. Memang benar rasa sakit, kecewa dan ego-nya ikut terluka karena semua tuduhan dan rasa tidak percaya yang diberikan Maya, akan tetapi bukan hanya Dayana saja yang terluka di sini!

Semua yang terjadi, perkataan Tante Refi seakan menjadi pintu, terbukanya rasa bersalah yang Dayana tidak sadari.  Perlahan kata pengandaian memenuhi kepalanya.

Sekarang, apakah ia kayak bersama Hamza? Dayana pikir selama beberapa bulan ini ia telah mengetahui banyak hal tentang Hamza. Ternyata ia salah besar, Hamza belum terbuka dan ia berlagak tanpa dosa di sini mendekati Hamza kembali, tidak memikirkan perasaan Maya dan keluarga pria itu.

Drtttt. Ponsel Dayana berdering dari balik tas selempang kulit di atas meja. Dayana tahu siapa yang biasa menelponnya di jam ini. Dayana tidak kuat untuk melihat benda itu karena menampilkan nama kontak pria itu dan juga wallpaper mereka yang menghiasi layar ponsel dengan pose tertawa lebar.

Dayana, apa benar Hamza sudah terbuka denganmu? Dayana, apa kamu nggak merasa berdosa! Ck! Dayana tidak suka suara-suara ini, berseru dari dalam kepalanya.

Pada akhirnya, kali ini Dayana mengabaikan panggilan Hamza dan mematikan ponselnya entah sampai kapan ia akan menyalakan kembali benda itu.

To be Continued

Our Second Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang