"Kebiasaan banget lo mah, nyogok,'' ketus Orlin kesal. ''Ya udah ayo.''
Kanu tertawa puas, hanya dengan iming-iming buah apel saja dia bisa berubah. Kanu juga heran kenapa Orlin bisa sangat menyukai buah apel, padahal menurut dia rasanya biasa aja.
''Emang ayo ke mana?'' goda Kanu.
"Beli apel, kan," jawab Orlin polos.
"Iya tapi besok."
Orlin terdiam, dia ingin protes tapi percuma juga, karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, Kanu juga pasti malas mengantarnya untuk membeli buah tersebut. Orlin lalu berjalan mendahului Kanu ke arah parkiran.
"Jalannya nggak usah cepet-cepet. Gue tau lo juga bakal nunggu gue." Kanu masih saja belum berhenti meledek Orlin.
Dia hanya memberikan seulas senyum di hadapan Kanu.
Kanu yang menyadari hal itu pun langsung menuju motornya dan menyuruh Orlin segera naik. "Pake helmnya!"Kamu menjalankan motornya dengan kecepatan normal, menikmati perjalanan sambil bertanya banyak hal kepada Orlin, padahal Kanu sadar jika Orlin masih kesal padanya sejak di kafe tadi, tapi dia masih saja membahas hal random agar rasa kesal gadis tersebut hilang.
"Lo kenapa suka banget buah apel, sih? Padahal kan buah yang lain masih banyak," tanya Kanu serius.
"Nggak tau, namanya juga suka. Gue nggak bisa kasih alasan, pokoknya sehari nggak makan apel gue bisa ngerasa kayak orang mati."
Orlin bahkan tidak masalah jika tidak makan nasi seharian asal dia bisa memakan buah kesukaannya itu. Prinsipnya harus ada stok buah apel di kulkas.
"Lo kayak baru kenal gue sehari dua hari aja, tanya kayak gitu," jawab Orlin pelan.
Kamu menghela napas Kasar. " Ya habisnya lo nggak pernah kasih alasan yang spesifik, sih. Cuma bilang suka-suka doang."
"Biarin," jawab Orlin cuek, dia memang sengaja seperti itu agar Kanu tidak membahas hal tersebut lebih panjang lagi. Kini keduanya pun terdiam sampai tiba di depan gerbang rumah Orlin.
Setelah turun dari motor, Orlin langsung saja berjalan cepat masuk rumah tanpa mengucapkan kata terima kasih kepada Kanu. "Besok berangkat sekolah bareng gue jemput," kata Kanu setengah berteriak.
"Ok," balas Orlin singkat.
Kanu yang memandang Orlin dari kejauhan pun hanya geleng-geleng kepala heran karena berlagak sok jutek padahal sebenarnya tidak bisa.
***
"Kok baru pulang jam segini?" tanya Ravena, mama Orlin penasaran.
Orlin yang baru saja berjalan menuju ruang tamu sedikit terkejut dengan pertanyaan mamanya. Biasanya mamanya juga tidak pernah tanya hal seperti ini, lebih sering papanya yang bertanya."Iya tadi nemenin Kanu dulu di kafe kakak. dia minta ajarin buat seni latte, ya udah sekalian main, Ma, hehe," jawab Orlin seraya terkekeh pelan.
"Kok Kanu jadi suka bikin gituan tumben," balas Ravena ikut penasaran.
"Entah, Aku juga nggak tau tapi biarin aja lah Ma bukan urusan kita juga. Btw, kakak emang nggak ngasih tau ya kalau aku di kafe tadi?"
Ravena menggeleng. "Enggak."
"Ih parah banget banget, padahal kan tadi aku udah minta dia buat ngasih tau ke mama. Wah, emang nggak bisa dipercaya tuh orang," kesal Orlin mengomel panjang lebar.
"Ya kamu juga kayak nggak tau kebiasaan kakakmu sendiri kalau udah punya urusan gimana," ujar Revena memberi nasehat kepada Orlin. Sedangkan Orlin hanya mengembuskan napas pasrah. "Ya udah ma, aku mau ke kamar dulu."
Orlin berjalan ke kamar masih dengan raut wajah kesal dan mengomel tidak jelas. Mungkin begini rasanya jika mempunyai kakak perempuan yang usianya tidak jauh berbeda, hanya terpaut 4 tahun. Lebih sering bertengkar, tetapi untungnya Orlin juga mempunyai adik perempuan menggemaskan yang bisa membuat moodnya kembali, namanya Zaura Mazna Maziya.
Baru saja ia beranjak untuk tidur, tiba-tiba Orlin mengingat jika ada tugas yang harus dia selesaikan. Ya, Orlin memang masih anak sekolah yang duduk di bangku kelas 11 SMA.
Ini semua gara-gara Kanu minta temenin gue ke kafe sampai lupain tugas, liat aja besok lagi gue males diajak dia, batin Orlin ngedumel.
Dengan segera Orlin mengerjakan semuanya, dia bisa cepat menyelesaikan tugas tersebut karena memang materi yang sudah dia kuasai. Setelah selesai Orlin terdiam, sambil menopang dagu dan memandang langit-langit kamar. Kenapa dia bisa memiliki teman seperti Kanu, laki-laki yang menurutnya penuh ambisi dan sering kali memaksa untuk menuruti semua keinginannya.***
Setelah mengantarkan Orlin, Kanu langsung pulang ke rumah. Ia memutuskan untuk langsung merebahkan tubuhnya tanpa melakukan aktivitas apa pun lagi karena baru menyadari jika fisiknya sudah kelelahan. Kanu termasuk orang yang jarang merasakan sakit sebelum dirinya pingsan atau tangannya diinfus. Remaja yang hobi traveling, berbanding terbalik dengan Orlin yang lebih sering menghabiskan waktu di rumah alias introvert, jadi wajar saja kalau kadang Orlin dan Kanu sering berdebat meskipun itu hal sepele. Dia berjanji pada dirinya sendiri akan mengeluarkan Orlin dari zona nyaman bagaimana pun caranya. Bukan hanya itu saja tapi Kanu juga masih membutuhkan gadis itu untuk membantunya agar bisa membuat seni latte yang kreatif.
To be continued 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Latte Art
Roman pour Adolescents[Revisi setelah tamat] Berawal dari keisengan Kanu yang ingin belajar membuat seni latte art membuat dia akhirnya bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Jovanka Orlin. Mulanya semua terasa menyenangkan tapi akhirnya ada satu hal yang membuat...