Bab 16

5 3 9
                                    

Tidak ada niat untuk menyerah begitu saja Divo masih akan tetap berusaha membuat Chiquita memaafkan dan bisa memberikan senyuman manis untuk dirinya lagi.

Ketika sudah sampai rumah Divo langsung masuk ke dalam, di ruang tamu masih ada Theo yang sedang bermain ponselnya. Dia memutuskan untuk menginap di rumah Divo karena ada acara keluarga pada esok harinya.

"Gagal lagi 'kan?" tanya Theo dengan meledek, karena dia tahu Divo melewatinya dengan wajah kusut.

"Susah banget buat dapet maaf dari dia," keluh Divo.

Theo justru tertawa. "Mampus! Gue juga kalau jadi Chiquita nggak bakal maafin lo sebelum liat lo menderita dulu."

Refleks Divo langsung memukul badan Theo dengan cukup keras karena merasa kesal dengan sepupunya itu. Bukannya membantunya malah semakin meledek.
Divo langsung masuk ke dalam kamar
dan memilih untuk langsung tidur.

***

Keesokan paginya di sekolah, Abay, Kanu, dan Orlin masih asik mengobrol dan bercanda bersama. Sesekali Orlin bertanya kepada Kanu tentang alasannya  mengapa tidak berangkat sekolah selama tiga hari kemarin. Tapi bukannya mendapat jawaban malah justru Orlin diledek oleh Abay.

"Ck ... Kangen Kanu 'kan lo? cuma nggak berangkat sekolah tiga hari aja dicariin," Ledek Abay semakin parah.

Orlin tersenyum kecut ke arah Abay. "Kalau iya emang kenapa?" jawab Orlin dengan suara lantang.

"Alay."

"Terserah gue lah."

Sementara Kanu yang melihat perdebatan Abay dan Orlin malah justru diam saja sembari menikmati cemilan yang sudah dia beli.

Semuanya kini terdiam, ditengah suasana hening ketiganya, datang seorang cewek dengan ekspresi wajah cemberut, dia Chiquita.

"Gue cariin lo kemana-mana ternyata di kantin. Kok ngajak-ngajak," ucap Chiquita pada Orlin mengomel.

"Lah lo tadi juga nggak ada di kelas. Ya mana gue tau," balas Orlin.

"Lo kenapa deh Ta, masih pagi tapi ekspresi wajah lo kayak pengen ngajak orang perang," tanya Kanu heran.

"Tau tuh, pasti gara-gara mantannya itu," sambung Abay menebak.

Chiquita kemudian duduk dan mengatur napasnya. Mulai menceritakan kejadian kemarin. "Divo dateng ke rumah. Dia minta maaf ke gue setelah sekian lama," ujar Chiquita menjelaskan.

"Terus lo maafin nggak?" tanya Orlin.

"Belum."

"Aturan mah maafin aja. Kerjain, mainin perasaannya sampe dia ngejauhin lo," ucap Kanu memberi saran.

"Kenapa minta maafnya sekarang? Kan kejadiannya juga udah lama," kesal Chiquita.

"Ya udah sih, biarin. Buat hiburan aja, nggak usah mikirin masa lalu, mah."

Chiquita mendadak terdiam mendengar kalimat yang keluar dari mulut sahabatnya itu. Memang benar Chiquita masih terlalu sering memikirkan masa lalu sehingga membuat dirinya kadang diselimuti rasa cemas dan tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Perasaan benci pada Divo memang perlahan harus dia hilangkan.

Orlin sempat terpaku beberapa detik saat mendengar ucapan Orlin. Tanpa ragu pun dia memujinya di depan Abay dan Chiquita. "Ternyata lo bisa bijak juga ya," ucapnya tulus.

"Biasa aja," balas Kanu kemudian meneguk teh botol yang dia pegang. "Bel udah masuk. Ayo kita ke kelas."

Keempat orang tersebut kemudian beranjak bangkit dari kursi dan berjalan santai ke kelas. Orlin dan Kanu berjalan mendahului Abay dan Chiquita.

"Besok ke kafe lagi ya, kangen ke kafe gue," ucap Kanu pelan sambil mendudukkan bokongnya di kursi.

"Ngapain ke kafe lagi, ntar giliran ada customer yang godain lo, risih lagi," balas Orlin dengan nada datar.

"Kan udah biasanya juga begitu. Jadi cuekin aja lah. Emang susah punya wajah begini, masa gue harus mendem keinginan cuma biar menghindari mereka," ujar Kanu dengan nada malas.

"Perhatian mereka terpusat di diri lo."

"Cewek cantik asia di Indonesia banyak, entah dari Cina, Korea, atau orang Indonesia sendiri yang style sama wajahnya kayak girlband. Tapi kalo cowok dikit, sekalinya ada langsung deh diserbu. Kayak satu-satunya di Indonesia."

"Salah satunya lo."

"Oke dari obrolan ini akhirnya gue paham, kenapa banyak yang ngincer gue. Selama ini gue nggak tau, nggak paham, kirain karna wajah gue yang baby face." Jeda. "Ternyata, gue satu-satunya buat mereka yang punya wajah kayak gitu kebetulan ada di sekitar mereka pula."

To be continued

Latte Art Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang