Noted:
Part ini agak panjang, jadi bacanya pelan-pelan aja ya :)Bismillah
✾ ꙳٭꙳ ❉ ꙳٭꙳ ✾
"Dengan membawa izin Allah dan restu orang tua, saya dengan niat lillahi ta'ala ingin melamar putri Ayah untuk menjadi teman hidup saya," ucap laki-laki itu dengan suara tegas. Kedua orang tua dari wanita yang dimaksud memandang wajah putrinya yang sejak tadi menunduk.
"Bagaimana, Nak?" tanya sang Ayah.
Sebelum memutuskan, wanita itu menarik napasnya sebentar dan mengangkat kepalanya, melihat satu persatu anggota keluarga yang sudah berkumpul di sana. Senyumnya mengembang tatkala pandangan matanya tertuju pada gadis yang duduk tak jauh darinya.
Gadis yang menjadi sahabat terbaiknya dari dulu berhasil menenangkan hatinya. Senyum di wajah itu semakin memantapkan keputusannya.
"Aku menerima lamaran Ibra, Yah," cicitnya melirik laki-laki yang duduk di depannya dengan wajah tersenyum.
Semua yang mendengar itu menghela napas bersamaan, diikuti kalimat hamdalah yang diucap berkali-kali. Raut kebahagiaan terpancar jelas dari seluruh anggota keluarga. Tak terkecuali Humaira yang sangat antusias menyambut hari ini.
Sejak mengetahui tentang lamaran ini, dia langsung meminta Yazid untuk mengantarnya ke rumah Yulia. Bahkan, dia sendiri yang menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambut acara ini dan melupakan attention dari Arfan untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat.
"Mai, apa perasaan orang yang mau nikah itu kek gini ya?" Salwa menempelkan tangan Humaira di dadanya yang berdetak kencang. Humaira mengangguk dan tertawa kecil melihat gelagat Salwa.
"Suaranya kenceng banget, Wa. Apa ngga copot?" canda Humaira merasakan detak jantung Salwa yang begitu keras.
"Kalau copot, nggak jadi nikah dong Mai."
"Jadi, tapi nikahnya sama malaikat maut," lanjut Humaira cekikikan.
"Astagfirullah, jangan dulu ya Allah, hamba mohon," pinta Salwa dengan ekspresi menggemaskan. Humaira hanya tertawa melihat tingkah sahabatnya itu, padahal tadi dia hanya bercanda.
Memori beberapa menit yang lalu langsung buyar ketika dering handphonenya berbunyi. Arfan menelpon, tapi Humaira tidak bisa mengangkatnya karena keluarga besar masih bermusyawarah terkait acara selanjutnya. Kalau dia mengangkat telepon itu sekarang, semua orang pasti curiga, termasuk Yazid yang kini duduk di sampingnya.
Tangannya lantas menekan tombol merah dan mengirim sebuah pesan. Humaira mengembuskan napas panjang setelah pesan itu terkirim. Beberapa detik berikutnya, benda yang ada di tangannya kembali bergetar.
Dokter Arfan
Aku harap, kamu bisa menyempatkan untuk datang hari ini, Mai.
Ini kali kedua kamu belum melakukan transfusi.
Kamu tahu kan, resikonya?Humaira meremas tangannya yang sudah berkeringat. Dia tahu resiko yang sudah menantinya karena terlambat melakukan pengobatan. Jauh hari, Arfan sudah memberitahu tahunya. Tapi Humaira tidak bisa pergi hari ini, karena dia harus menemani Salwa memilih baju untuk pernikahannya.
Dia bisa saja pergi, tapi dengan alasan apa? Humaira tidak pandai berbohong, apalagi di depan Yazid. Laki-laki itu pasti tidak akan memberinya izin jika tidak pergi bersamanya atau dengan keluarga yang lain. Humaira juga tidak bisa mengizinkan Yazid mengantarnya ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surgaku Kamu [TERBIT]
Teen Fiction"Sungguh menyenangkan bukan, ketika melihat orang lain bahagia? Namun jika kebahagiaanmu yang harus dikorbankan, bagaimana?" ... Tentang Humaira, gadis yang terpaksa dikuatkan oleh keadaan yang selalu menuntutnya untuk ikhlas. Kehilangan demi kehila...