Bismillah
Allahumma sholli'alaa sayyidina Muhammad✾ ꙳٭꙳ ❉ ꙳٭꙳ ✾
Jarum jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Kicauan burung terdengar bersahutan diantara dahan pohon. Hangatnya sinar matahari yang baru menampakkan dirinya perlahan merambat masuk lewat jendela yang sejak tadi terbuka. Di tambah dengan desiran angin yang berhembus pelan, terasa begitu sejuk ketika menerpa wajahnya yang putih.
Sejak tadi, laki-laki itu belum juga beranjak dari tempatnya berdiri. Raganya masih mematung di depan cermin, menggumamkan beberapa doa untuk mengurangi gemuruh di dadanya. Helaan napas panjang masih terdengar keluar dari bibir tipisnya. Tangannya sesekali mengusap wajah, mengelap keringat dingin yang terasa membasahi keningnya.
"Euluh euluh ... ganteng banget sih Abang gue," celetuk Salwa yang baru masuk. Wanita itu langsung berjalan menghampiri kakaknya yang sedang memasang jasnya.
"Ck. Kok bisa ganteng sih?" heran Salwa memandangi penampilan kakaknya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Laki-laki itu terlihat sangat berbeda hari ini. Setelan kemeja dan jas putih, lengkap dengan celana warna senada, semakin menambah ketampanannya. Wajahnya yang putih terlihat semakin bersinar.
"Takdir," jawabnya cepat.
Wanita itu langsung berdiri di depan kakaknya, belum percaya kalau yang di depan matanya itu adalah Yazid. "Mungkin Allah lagi bahagia banget kali ya, saat ciptain Abang."
Yazid hanya menanggapi ocehan adiknya itu dengan gelengan kepala. Dia menoleh sebentar, kemudian beranjak ke lemari untuk mengambil sesuatu dan langsung dimasukkan ke dalam saku celana.
"Bang Yazid nervous ya?" tanya Salwa memperhatikan ekspresi wajah Yazid yang terlihat sedikit gugup. Bagaimana tidak? Hari ini adalah hari yang paling berkesan dalam hidupnya. Hari dimana dia akan mengambil tanggung jawab seorang wanita dari orang tuanya. Hari ini, dia akan memikul sebuah beban yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.
"Sedikit, Wa." Yazid menarik napas seraya memperbaiki dasinya. "Tapi nggak tau kalau udah di pelaminan."
Salwa manggut-manggut, memahami perasaan kakaknya itu. "Bismillah-in aja Bang. Insya Allah lancar kok." Dia memberi usul.
"Aamiin," balas Yazid tersenyum. Keduanya langsung berjalan ke luar, karena sebentar lagi mereka akan berangkat ke tempat acara.
***
Di waktu yang bersamaan, Zahrah tengah membantu Humaira menata penampilannya. Beberapa menit yang lalu, keduanya sudah berada di ruangan rias pengantin.
"Masya Allah tabarakallah, Non Maira cantik sekali. Pasti suaminya nggak akan kedip liat Non Maira," puji Zahrah menatap wanita di sampingnya. Dia terkesima dengan penampilan Humaira saat ini. Gaun pengantin warna putih, jilbab panjang menutupi dada lengkap dengan mahkota kecil di kepala semakin menambah keelokannya.
"Kalau Mama masih ada, pasti dia sangat bahagia melihat putrinya hari ini," beo seseorang yang sudah berdiri di depan pintu. Dia adalah Adam. Laki-laki itu sudah memperhatikan putrinya sejak tadi.
"Papa," panggil Humaira berjalan ke tempat Adam yang sudah duduk di sofa.
"Putrinya Papa cantik sekali." Adam mengelus kepala Humaira lembut. "Hari ini, Papa bahagia sekali. Akhirnya, impian Papa bisa terwujud. Papa do'akan, semoga Maira senantiasa dikelilingi oleh kebahagiaan dan kebaikan, dimana pun dan kapan pun."
"Aamiin."
"Papa mau ke bawah dulu ya. Acaranya sebentar lagi dimulai," kata Adam beranjak dari tempatnya. Dia langsung keluar setelah mendapat anggukan dari putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surgaku Kamu [TERBIT]
Ficção Adolescente"Sungguh menyenangkan bukan, ketika melihat orang lain bahagia? Namun jika kebahagiaanmu yang harus dikorbankan, bagaimana?" ... Tentang Humaira, gadis yang terpaksa dikuatkan oleh keadaan yang selalu menuntutnya untuk ikhlas. Kehilangan demi kehila...