Part 26 : Catatan Penting

429 45 1
                                    

Bismillah

✾ ꙳٭꙳ ❉ ꙳٭꙳ ✾

"Jadi permintaannya ini?"

Humaira mengangguk bersemangat. Saat ini, keduanya sudah berada di halaman rumah dengan barang-barang yang sudah mereka bawa. "Iya, Kak. Piknik malam, pasti seru."

"Kenapa nggak bilang dari kemarin, Ai. Kan kita bisa piknik di luar," cicit Yazid meletakkan barang-barang di tangannya dan menatanya agar rapi. Laki-laki itu menggelar karpet berbulu warna hijau, dan menghidangkan makanan di tengahnya. Humaira juga ikut membantu.

"Nggak apa-apa, Kak. Kayak gini udah cukup."

Yazid hanya menghela napasnya tanpa melupakan senyumnya yang terukir dari tadi. Dia baru ingat, sejak dulu gadisnya itu selalu bahagia dengan hal-hal yang sederhana. Melihat taburan bintang, menikmati senja, menyambut hangatnya fajar, dan hal lainnya sudah cukup menjadi stok kebahagiaannya sampai beberapa hari.

Gadis yang unik. Batin Yazid menopang dagunya, mengamati Humaira yang masih sibuk menyiapkan makanan.

"Gimana? Enak?" tanya Humaira saat Yazid memasukkan kue buatannya ke mulutnya.

"Sejak kapan bisa bikin kue seenak ini?"

Humaira berpikir sebentar, dan memasukkan makanan ke mulutnya. "Sejak Mama pergi. Papa selalu ajarin aku masak. Sebenarnya, aku belum jago masak, Kak."

"Kamu hebat, Aira," puji Yazid mengelus pipi Humaira.

Menit berikutnya, mereka hanya fokus menghabiskan makanan yang ada di sana. Selepas itu, keduanya merebahkan tubuh di atas karpet dengan posisi yang berdampingan. Yazid menjadikan lengannya sebagai bantal Humaira. Keduanya tersenyum menatap indahnya langit yang sudah dibubuhi dengan pemandangan luar biasa.

"Kak Yazid tahu nggak?" Laki-laki itu membalikkan wajahnya, menatap Humaira yang masih memandang ke atas dengan wajah tersenyum. "Dulu, aku pengen banget punya rooftop. Biar bisa tidur di bawah langit, liat bintang secara langsung. Tapi, Papa nggak bolehin."

"Alasannya?"

"Nanti masuk anginlah, nanti beginilah, begitulah. Makanya, aku suka ikut Zahrah pulang. Di sana, aku bebas tidur dimana aja," cerita Humaira terkikik geli mengingat momen ketika dia meminta Zahrah menemaninya tidur di tengah lapangan.

"Papa melakukan itu untuk kebaikan Aira juga, kan."

Humaira mengangguk, "Iya, Kak. Aku tahu, makanya aku turutin terus semua kemauan Papa, termasuk ..." Gadis itu menjeda kalimatnya.

"Termasuk?"

"Menikah dengan Kak Yazid." Humaira mengalihkan pandangannya ke arah Yazid, menatap manik itu dengan rasa syukur.

"Apa kamu menyesal, menikah denganku, Ai?"

Kepalanya menggeleng cepat. Sejauh ini, penyesalan itu sudah hilang seiring dengan kasih sayang dan perhatian yang diberikan laki-laki itu. Malah sekarang, Humaira yang merasa bersalah karena membuat Yazid menikahi gadis penyakitan seperti dirinya.

"Aku malah bersyukur, Allah sudah jodohin aku sama laki-laki sebaik Kakak."

Yazid tak hentinya menatap wajah itu. Setiap berada di dekatnya, hatinya selalu tenang. Luka akibat rasa kehilangan sudah terbalas dengan kehadirannya kembali. Yazid bahagia, dipertemukan kembali dengan gadis itu.

"Kak, aku mau nanya sesuatu, boleh?" Yazid mengangguk sebagai jawaban. "Hal apa yang paling Kakak benci di dunia ini?"

Yazid memandangi hamparan langit di atasnya. "Banyak, Ai."

Surgaku Kamu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang