Part 21 : Sebelum Kabar Itu

557 54 2
                                    

Bismillah

✾ ꙳٭꙳ ❉ ꙳٭꙳ ✾

Humaira memandangi kertas yang ada di tangannya. Kartu nama dari laki-laki yang bertemu dengannya di kampus tadi. Perlahan, ucapan yang dilontarkan Arfan tadi kembali berputar di kepalanya.

"Bukan sekedar anemia? Maksudnya apa?" Humaira bertanya pada dirinya sendiri.

Sebenarnya dia tidak ingin memikirkan semua yang terjadi beberapa menit yang lalu terutama tentang ucapan Arfan, tapi rasa penasaran dan keingintahuannya membuat gadis itu berani menyimpan kontak Arfan. Mungkin esok atau lusa, Humaira akan membutuhkan bantuan Arfan.

Gadis itu memejamkan matanya, menikmati sejuknya udara siang menjelang sore itu. Pikirannya lebih rileks dengan pemandangan di luar sana. Kegiatannya kemudian terhenti ketika dering handphonenya berbunyi. Senyumnya mengembang melihat nama yang tertera di layar.

"Assalamu'alaikum, Kak."

"Wa'alaikumussalam, Ai, kamu dimana?"

"Lagi di jalan, sebentar lagi sampai rumah."

"Ya udah, hati-hati ya. Nanti ketemu di rumah."

Humaira menghela napasnya panjang. Setelah mengucap salam, dia langsung menutup telpon dan kembali pada posisi sebelumnya, memandangi gedung-gedung besar yang berderet di sepanjang jalan.

Belasan menit berlalu, taksi yang ditumpanginya berhenti di depan gerbang rumahnya. Seusai membayar, gadis itu segera masuk dan berhenti sebelum membuka pintu. Raganya seolah membeku saat tangan seseorang memeluknya dari belakang.

"Kok bisa samaan ya?" ujar Yazid menempelkan dagunya di pundak Humaira.

Gadis itu menolehkan kepalanya sedikit, setelah itu tersenyum. Yazid melepas pelukannya dan langsung membalikkan badan Humaira agar menghadap ke arahnya. Laki-laki itu memandangi istrinya dari ujung jilbab sampai ujung sepatu.

"Kamu sakit, Ai? Mukanya pucet," kata Yazid menangkup pipi istrinya.

Humaira menggeleng cepat, dia tidak ingin membuat suaminya itu khawatir. Meskipun tidak tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi, Humaira akan bersikap baik-baik saja. Gadis itu melepaskan tangan Yazid dan memegangnya erat.

"Aku nggak apa-apa, Kak. Ini karena aku laper, belum makan," monolognya dengan senyum lebar.

"Kamu nggak bohong, kan, Aira?"

"Dosa dong Kak, bohong sama suami."

Yazid mengangguk percaya, meskipun dalam hati terbesit keraguan dari perkataan Humaira tadi. Melihat keadaannya seperti itu, Yazid lantas membawa gadis itu dalam pelukannya, berharap semua rasa sakit yang mungkin diderita Humaira bisa beralih kepadanya.

"Aira, seperti yang pernah aku katakan di hari-hari sebelumnya, kalau ada sesuatu, apapun itu, cerita aja. Jangan dipendam sendiri. Aku nggak mau jika suatu saat nanti, terjadi sesuatu sama Aira," tutur Yazid dengan suara yang begitu lembut.

Kelembutannya berhasil menembus hatinya, membuat Humaira semakin memantapkan pilihannya untuk bertanya kepada Arfan tentang kondisinya saat ini. Gadis itu berharap, apa yang dirasakannya hanya penyakit biasa dan akan segera hilang. Agar kebahagiaan yang dia rasakan saat ini, bisa bertahan selamanya.

***

Hari ini keduanya tidak pergi ke kampus dengan alasan yang berbeda. Humaira tidak kuliah karena tanggal merah, sedangkan Yazid memang tak setiap hari di kampus, dia biaa mengerjakan tugas disertasinya di rumah.

Surgaku Kamu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang