~•••~
"Cepat lari! lari! Pergi menuju Desa Sriwaca, di sana kalian akan mendapat bala bantuan dari wanua. Baginda raja telah memberi titah secara langsung kepada mereka! Jangan pikirkan apa pun! Harta benda masih bisa kalian cari jika situasi sudah aman terkendali!"
Seorang pemuda berteriak keras, tangannya bergerak menghimbau kepada banyak orang untuk berjalan ke arah tempat matahari terbit. Tubuhnya berkeringat basah, bahkan mulutnya kering saking terlalu banyak bicara. Kondisi tegang disertai langit gelap menjadi saksi, gempuran serangan terus-menerus ditinjau tanpa henti.
Puluhan bahkan ratusan anak panah terbang kesana-kemari, beberapa di antaranya sudah ada yang terbakar api. Sri Ayunda terpekur di balik gerobak, hanya diam melihat situasi tanpa berani keluar sekedar melangkahkan kaki. Mimpi kali ini terasa sangat nyata, seakan sebuah film kembali terputar dalam memori sebegitu jelasnya. Melihat para anak-anak dan perempuan berteriak histeris, membuatnya yakin bahwa Ia turut ikut berperan dalam mimpi.
Sekian lama termangu, terlihat pemuda tadi menoleh ke arah Ayunda. Kedua tangan laki-laki itu mengepal erat, seakan menahan rasa kesal tengah diredam. Kedua mata bak elang juga tidak kalah tajam memandang, siapa pun yang menatap pastilah tahu lelaki itu memiliki tekad akan suatu hal.
"Berdiri! Ikut aku kembali di belakang Bukit Suri. Sekarang!"
Sri Ayunda mencoba memahami keadaan, tapi lelaki itu berbicara padanya dan menyuruhnya bangkit dari posisi. Dengan ekspresi wajah tampak suntuk dan bingung, kedua langkah kaki berjalan mengikuti sang empu.
Benarkah Ia sedang bermimpi? Atau ini hanya salah satu visualisasi game vr secara virtual?
Ah tidak mungkin rasanya, Ayunda tidak suka dan tidak mengerti permainan seperti itu. Yang bisa Ia mainkan sejauh ini hanya Mobile Legends serta game lainnya yang ada dalam play store ponselnya.
"Kasih aku alasan kenapa aku harus mengikutimu!"
Lantas Sri Ayunda memberanikan diri buka suara, menjadi sebab lelaki di hadapannya berhenti dan mematung. Sapuan angin kencang, serta suara bising tidak menghentikan suasana yang perlahan mengikis tegang.
Sang empu membalikkan badan, tubuhnya benar-benar berkeringat dicampur darah yang tampak tak lagi kental di kulit. Rambut panjang terkeling menggunakan tali itu kini mengendur, bahkan sisa-sisa anak rambut tersebut dibiarkan melambai tertiup angin.
"Bukankah kau yang paling mengerti akan hal ini? Kau lupa beberapa waktu lalu dirimu mencoba melarikan diri dari kami?"
Seakan mulut terkunci untuk membalas, Sri Ayunda merutuk sebal dalam hati. Apa hal dirinya mimpi dengan latar suasana dan alur seperti ini, dia yang terlalu menjengkelkan dalam sekali tatap membuat hati kian gondok.
"Aku? Aku baru sampai di sini! Tapi tiba-tiba ada banyak anak panah juga jeritan orang-orang, kamu pikir aku tahu situasi macam ini? Terus, kamu siapa? Sorry, kita nggak saling kenal."
Mencoba menghiraukan, Ayunda berbalik badan menjauhi laki-laki tersebut. Berjalan pelan pada jalan agak lebar nan lengang, meski tidak dipungkiri juga hiruk-pikuk masih terdengar. Sekali lihat Ia cukup mengagumi alam nan hijau yang asri, pepohonan di sepanjang sisi jalan kanan dan kiri membuatnya berinisiatif untuk menempatkan memori baru. Pikirnya, tempat ini adalah hal yang tepat untuk mengimajinasikan segala khayalan. Bagaimana bisa, keributan tidak jauh dari sini masih bisa dirasakan kesejukan alamnya?
"Berhenti! Seharusnya kau malu karena negaramu telah berani berontak terhadap negara kami! Pun, kerajaan Gantra tidak pernah mengajak secara paksa! Tapi mengapa penyerangan hal seperti ini yang kami dapat!? Apa negaramu pikir ini adalah tindakan bijaksana!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkaran Takdir
AdventureDi pagi hari, semua dikagetkan oleh seorang lelaki berpakaian seperti prajurit kerajaan kuno melintas di jalan lingkungan dengan kuda hitamnya. Pak Tarno yang sedang membersihkan keris termangu kaget, bersamaan anaknya Sri Ayunda membuka lebar mulut...