Aku? Jadi duta shampo lain? HAHAHAHA.
~•••~
Sorenya, para pedagang datang lebih banyak dari biasanya. Berbondong-bondong mereka membawa barang jualan yang akan digelar di pinggir jalan. Bak pasar malam, kampung yang dihimpit enam pabrik industri ini cukup ramai setiap malam Minggu. Tidak jarang pun, kampung sebelah turut meramaikan atau sekedar membeli barang keperluan sampai kemari.Dari kejauhan suara motor terdengar, kian bising saat mendekat. Yang satu-persatu dipikirkan pada lahan kosong, cukup dekat letaknya di belakang pos kamling. Lahan tersebut lumayan luas tempatnya, tak jarang pula sering dijadikan area tanding sepak bola yang sering dimainkan bocah SD.
Kemudian, aroma tak sedap tercium ketika limbah pabrik udang telah dilepaskan ke selokan. Demikian, sebagian warga merasa hal itu sudah biasa. Tak lagi dirasa mengganggu menurut mereka, apabila dari hal tersebut dapat memberi orang keuntungan baik berupa lapangan pekerjaan atau memberi hasil untung dalam berjualan.
"Yun! Tolong ambilkan Ayah korek kayu api, di atas meja dekat kompor! Hari ini Om Wisnu mau mampir ke Jakarta, tolong siapkan juga teh tubruknya!" Pak Tarno berteriak dari ruang tamu, sembari tangan kiri menyesap secangkir kopi yang belum lama dibuat putrinya.
Tangan kanan tergenggam satu ponsel dengan merk produk Nokia, adalah salah satu barang masih awet sampai sepuluh tahun terakhir. Ia masih fokus membaca pesan terakhir yang dikirim sahabatnya, Wisnu. Dengan isi pesan kurang lebh seperti ini,
No, Aku lagi di Jakarta. Mumpung senggang, mampir ke rumahmu sebentar ya. Ada yang ingin ku bicarakan soal istrimu 18 tahun lalu, nggak sanggup rasanya pendam hal beginian selama itu.
Awalnya Pak Tarno mengernyit heran, ada hal apa menyangkut mendiang istrinya yang sudah lama tiada. Ia harap, tak ada lagi masalah. Jauh dari lubuk hati pun sudah rela sepenuhnya atas kepergian Agni, selama tidak kehilangan Ayunda sudah merasa cukup Pak Tarno tuk merasa baik-baik saja. Kehadiran Ayunda, Ia mengganggap suatu berkah dari perpisahannya dengan sang istri.
"Iya, sebentar. Aku lagi siap-siap mau kerja kelompok, Ayah."
Teriakan Ayunda dari balik kamar mengundang senyum tak ramah Pak Tarno, mengetahui putrinya ingin kerja kelompok di sore hari menjelang malam. Apa tidak salah dengar?
"Duduk sini, kerja kelompok macam apa sampai harus jam segini ngerjainnya. Kamu pikir, Ayah bakal bolehin kamu keluar?"
Disusul Ayunda mulai mendudukkan diri di kursi kayu, tangan kanan lekas memberikan korek kayu api. Sedang tangannya yang lain sibuk merapikan totebag berisi laptop dan buku tugas.
"Aku izin ya, Ayah. Rendi nunggu di depan rumah sedari tadi. Aku nggak enak kalau kelamaan ngobrol sama Ayah, ya?"
Hari ini, Ayunda berdandan rapi. Dibalut kemeja kotak-kotak warna biru-hitam, dipadu celana jeans biru adalah warna favoritnya dalam berpakaian. Rambut panjangnya dikepang dua, menambah kesan remaja atau sering disebut ABG alias anak baru gede. Pak Tarno masih memandang penampilan Ayunda dari atas sampai bawah, merasa pangling kalau putrinya teramat cantik nyaris menyamai wajah ibunya.
"Jadi kamu mementingkan Ayah atau temanmu itu? Suruh dia masuk, ketemu sama Ayah. Biar nanti pulang, kamu diantar lagi."
Sebagai jawaban, Ayunda berdecak ria. Jangan sampai teman laki-lakinya yang lain merasa terintimidasi, sebab sang ayah menatapnya penuh rasa tak suka secara terang-terangan. Kalau sudah begitu, Ia sendiri tak bisa membantu apa pun selain mengucap maaf dan sabar terhadap teman-temannya itu.
"Ayah, tenang aja. Aku nggak bakal telat dari jam 8 malam. Lagian 'kan, jadi alasanku untuk cepat pulang karena ada Om Wisnu."
Ujungnya, Pak Tarno menggangguk pasrah. Ia tahu bahwa sedari kecil Ayunda dekat dan akrab dengan Wisnu, apa pun yang putrinya inginkan diberikan cuma-cuma olehnya. Pak Tarno sebenarnya ingin melarang, termasuk memberikan barang-barang mahal seperti ponsel hingga keperluan sekolah Ayunda. Tapi tetap saja, Wisnu beralasan apa yang diberikan adalah sebagai bentuk rasa rindunya terhadap Agni tak lain mendiang istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkaran Takdir
AdventureDi pagi hari, semua dikagetkan oleh seorang lelaki berpakaian seperti prajurit kerajaan kuno melintas di jalan lingkungan dengan kuda hitamnya. Pak Tarno yang sedang membersihkan keris termangu kaget, bersamaan anaknya Sri Ayunda membuka lebar mulut...