Bagian 3: Ketika Bulan dan Matahari Berjumpa

222 36 5
                                    

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBandung, masih dengan kaki keseleo dan ruang UKS.

ㅤㅤㅤㅤ
____________________
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMalu. Neandro benar-benar malu. Enggan untuk mengangkat wajah karena dia tahu kalau orang-orang yang ada di sana kini tengah menatap ke arahnya yang masih terduduk di tangga Teras Cihampelas dan Cataka tampak masih berusaha menarik lengannya agar segera berdiri, tapi Neandro tidak bisa melakukannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kamu, tuh, pelan-pelan makanya! Untung nggak keduduk, kan! Gimana kalau kena tulang ekor?!" pekik Cataka.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Bentar, jangan ngomel dulu. Sakit."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Apanya yang sakit?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤYang sedari tadi menenggelamkan wajah karena malu, kini pelan-pelan Neandro mengangkat kepala. Matanya bertemu tatap dengan lelaki es jeruk—Sangkara—yang kini tengah berada di hadapan, menanyainya dengan nada yang cukup tenang. Berbeda sekali dengan Cataka mengedepankan rasa paniknya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPadahal Neandro tidak tahu saja, kalau tadi sebelum menghampirinya sudah terjadi kekacauan karena Sangkara yang buru-buru meletakkan cup plastik berisi kopi hitamnya sembarangan dan malah menumpahi celana Jayendra. Tapi mari kita abaikan Jayendra yang tengah mengaduh sambil membersihkan noda kopi di celana dan berfokus pada Neandro yang masih terpaku menatap indahnya hasil karya tangan Tuhan yang kini tepat berada di hadapannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Terkilir, ya? Boleh pegang dikit?" Setelah satu anggukan dari Neandro, Sangakara beranikan diri untuk menyentuh pergelangan kaki kiri Neandro dan menggerakannya pelan-pelan. Memberikan pijatan pelan di sana yang hasilkan ringisan pelan keluar dari bibir Neandro. Mau bagaimana lagi? Jika tidak segera dipijat, akan terasa semakin sakit. "Kuat nggak jalan balik ke sekolah?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDan Neandro menggelengkan kepala pelan. Sekilas dia bisa melihat bagaimana Sangkara beralih menatap Cataka dan kemudian Cataka berkata, "Apa? Menurutmu aku yang kecil, pendek, tidak berdaya ini bisa kuat gendong dia?" Dengan nada sarkastik yang membuat Sangkara segera tersadar kalau secara tidak langsung dia diperintahkan untuk menggendong Neandro yang masih meringis kembali ke sekolah.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Nggak apa, ya, aku gendong?" kata Sangkara, yang buat Neandro segera mengangguk pelan dan membiarkan tubuhnya digendong oleh Sangkara menuju UKS.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤCataka sendiri sudah menghilang ketika mereka sampai di sekolah. Mungkin tengah memberitahukan kondisi Neandro kepada guru olahraga mereka. Ruangan UKS kecil, hanya ada satu tempat tidur yang bisa menampung jika ada siswa yang sakit. Mumpung kosong, Sangkara merebahkan tubuh Neandro di atas kasur UKS itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Tunggu di sini, ya. Aku panggilin petugas kesehatan,” ucap Sangkara. Tampaknya ingin buru-buru mengambil langkah, namun tidak jadi karena Neandro tiba-tiba menahannya dengan menggenggam pergelangan tangan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤRagu-ragu, Neandro melepas genggaman, tangannya kini beralih mendekati bibir—untuk membiarkan kuku jarinya digigiti pelan. “Makasih ... Uhm ....”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Ah, Sangkara. Sangkara Gilbran Aditya.” Neandro terkejut kala mendengar Sangkara yang berujar setengah berbisik. Suaranya ternyata semenawan ini. "Kalau kamu?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Neandro .... Neandro Chandrarukmawa Sabian,” jawab Neandro pelan. Dan setelahnya, Neandro bisa melihat bagaimana senyum di wajah Sangkara mengembang. Benar-benar terlihat cerah seperti matahari. Membuat Neandro kini semakin terpaku di tempat, seakan telah terhipnotis oleh senyum indah di wajah tampan itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Bulan dan matahari, ya? Haha. Oke, Neandro, tunggu di sini sebentar, oke?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSuara itu menenangkan dan penuh persuasi, membuat Neandro yang tadi ingin memintanya untuk tinggal kini hanya bisa diam mengiyakan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤHingga sepuluh menit kemudian yang datang ke ruangan tersebut hanyalah seorang anak PMR yang sedang bertugas, tanpa Sangkara bersamannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤAh ... mungkin, Neandro terlalu banyak berharap.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
____________________
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Cataka di mana, sih?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤEmpat puluh lima menit terakhir Neandro habiskan dengan berdiam di ruang kesehatan. Sakit di kakinya sudah ditangani, diberi perawatan dari salah satu anak PMR dan rasanya Neandro ingin tertawa ketika melihat kulit di dekat mata kaki mulai menggelembung. Kakinya membengkak, reaksi wajar dari tubuh ketika seseorang sedang terkilir.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDalam keheningan pikirannya langsung melayang-layang. Mengutuki kebodohan yang telah diperbuatnya hari ini.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤApa yang dia pikirkan sampai-sampai terjatuh di tangga, sedangkan berjalan dia tahu anak tangga Teras Cihampelas cukup membahayakan dengan jarak langkah yang cukup besar dan banyak anak tangganya yang sudah rapuh bergoyang.ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSetelah sekian banyak ratapan kebodohan yang ditujukan untuk diri sendiri, pikiran Neandro kembali bungkam. Melewati sepuluh menit yang rupanya cukup panjang setelah bel pulang sekolah berbunyi, sambil berharap Cataka cepat datang membawakan tas berisi buku, seragam putih-abu serta jaket biru bertuliskan Viking kesayangannya—walau sebenarnya Cataka tidak pernah berkata akan membawakan untuk Neandro. Setidaknya harusnya Cataka berbaik hati untuk datang, tapi, Cataka tak kunjung muncul.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKalau begini, bagaimana caranya Neandro pulang?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSambil menghela nafas berat, Neandro perlahan turun dari kasur ruang kesehatan, berjalan tertatih, menumpukan kedua tangannya ke dinding agar tidak terjatuh. Satu helaan nafas ketika dia berhasil menyentuh kusen pintu ruang kesehatan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMasih ada berpuluh langkah lagi ke kelas, pikirnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Neandro?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBaru saja Neandro mau mencoba melangkah lagi, usahanya harus terhenti karena seseorang memanggil namanya. Tadi dia pikir itu Cataka, tapi mana mungkin lelaki kecil, pendek dan tidak berdaya itu akan memanggilnya dengan nada lembut begitu dan benar saja, bukan sosok temannya yang ada di sana melainkan Sangkara yang tengah menjinjing tas merah dengan slogan Just Do It abal-abal di tangan kiri dan jaket Viking kesayangan Neandro di tangan kanan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTerkejut Neandro terheran-heran, mengapa Sangkara Gilbran Aditya yang baru tadi mengenalnya bisa berada di sini? Dengan barang-barang miliknya pula?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Cataka tadi nitip ini. Katanya dia disuruh ke rumah sakit sama mamanya dan nggak bisa nganter kamu pulang,” kata Sangkara hati-hati sambil mengulurkan jaket biru pada Neandro. “Kakinya masih sakit?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPertanyaan bodoh yang jawabannya sudah pasti. Pelan-pelan Neandro mengangguk sambil mengenakan jaketnya. Peduli amat kalau sampai bau karena bersentuhan dengan baju olahraganya yang bau keringat, besok bisa ganti jaket lagi.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Makasih udah nganterin tas sama jaket aku. Maaf banget ngerepotin,” kata Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Nggak apa, kok. Aku yang mau ini,” timpal Sangkara.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤHening menyusup di antara mereka sedetik setelah kalimat terakhir Sangkara ucapkan. Neandro kini tengah bingung harus menyembunyikan telinganya yang pasti sudah sangat merah itu di mana. Hanya bisa berharap agar Sangkara tidak melihat dan berprasangka aneh padanya. Walau, ya ... Neandro sudah punya perasaan 'aneh' pada Sangkara. Suasana jadi begitu canggung, tapi tidak menghentikan Neandro yang sesekali meringis karena sakit di kakinya kembali terasa.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Kalau boleh ...” Neandro bisa mendengar bagaimana Sangkara menggantungkan kalimatnya di udara dan pelan-pelan Neandro mendongak untuk menatap wajah remaja lelaki itu. “ ... aku mau nganter kamu pulang. Kebetulan aku bawa motor dan dua helm.”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤYa, Tuhan. Apakah Engkau kini tengah menguji Neandro? Kalau tidak ingat tengah menginjak bumi, Neandro pasti sudah melesat ke langit dan tidak akan kembali.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSekarang saja dia sudah mengangguk semangat sekali sampai-sampai Sangkara takut kalau leher itu bisa patah kapan saja.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDasar Neandro anak aneh!
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
____________________

Kala Sang Surya Tenggelam | JubbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang