Bagian 17: Sang Bulan Mati

211 24 1
                                    

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Sangkara nyariin kamu terus, Neandro."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro yang tengah membereskan buku-bukunya hanya bisa menghela nafas, biarkan Cataka duduk di sisi kasur sambil memainkan boneka berbentuk kepala kucing berwarna kuning yang sudah menjadi teman tidurnya setahun ke belakang ini. Hadiah dari Sangkara di bulan ke 6 mereka berpacaran.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMengingat itu membuat Neandro ingin menangis lagi. Sudah beberapa minggu berlalu semenjak hubungan mereka berakhir, dan Neandro tahu kalau Sangkara masih berusaha menghubunginya. Bahkan beberapa kali dia dengar dari tetangga kalau Sangkara menyambangi rumahnya, tapi Neandro sempat mewanti-wanti untuk mengatakan kalau dia dan bunda tidak ada di rumah.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBunda berhenti berjualan untuk pemulihan, sementara Neandro mencari pekerjaan yang bisa dilakukan oleh anak lulusan SMA. Demi hidupnya dan bunda, dia buang jauh-jauh pikirannya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Tidak akan sanggup dirinya secara mental dan ekonomi. Banyak yang harus dia korbankan. Termasuk hubungannya dengan Sangkara yang kontaknya terputus begitu saja.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kamu sama Sangkara sebenernya ada apa?" tanya Cataka, merasa kalau Neandro tidak menjawab perkataannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kalau aku bilang juga, kamu pasti jijik, 'kan, Cataka," ucap Neandro, tepat pada poinnya. Membuat Cataka langsung memandangnya dan Neandro membalas tatapan itu berani. "Kamu pasti bakal jijik sama aku."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kalian—"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Ya, kami pacaran, tapi nggak lagi."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTak ada kata yang keluar dari mulut Cataka setelahnya dan Neandro sama sekali tidak peduli dengan itu. Dirinya sudah kehilangan sangat banyak hingga sekarang dia tak acuh lagi jika akan ada yang diambil darinya. Siapapun boleh pergi darinya, asal jangan bunda.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Aku pulang, ya, Neandro."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSekali lagi, tidak ada jawaban dari Neandro. Dia biarkan Cataka keluar dari kamarnya begitu saja tanpa harap kalau teman satu-satunya itu akan mau lagi berhubungan dengannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTak lama juga Neandro memutuskan untuk keluar dari kamar, berjalan ke arah ruang tamu dan melihat bunda yang tengah berbaring di sofa sambil menonton televisi. Diambilkannya segelas air minum untuk bunda, meletakkannya di atas meja ruang tamu kemudian duduk di lantai.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Pinjem hapenya, Bun," kata Neandro sambil meraih ponsel bunda untuk membuka Instagram karena ponselnya sendiri rusak. Dirusak dengan sengaja agar Sangkara tidak bisa menghubunginya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro membuka akun miliknya dan melihat cerita instagram milik orang-orang yang tampaknya bahagia karena berhasil diterima di kampus impian mereka. Hidup yang indah sepertinya memang tidak ditakdirkan untuknya, tapi tidak apa. Neandro sudah terbiasa.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTangannya terus menekan layar sampai salah satu cerita instagram milik Jayendra tertangkap pandangan mata. Ada sosok Sangkara yang tengah menghisap rokok dengan rasa madu yang menjadi kesukaannya sejak lama. Caption di cerita instagram itu bertuliskan 'Selamat yang besok berangkat ke Depok.', tapi wajah Sangkara menunjukkan yang sebaliknya. Dia tampak tidak senang dengan itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro melirik bunda yang masih fokus menonton televisi, kemudian berjalan ke arah kamar sambil membawa ponsel bunda di tangan. Niat hati ingin menelepon Sangkara tanpa peduli akan diangkat atau tidak oleh lelaki itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤRasanya sungguh percuma Neandro sengaja merusak ponselnya di saat dia masih mengingat betul deretan dua belas angka yang selalu berhasil menghubungkannya dengan Sangkara di malam-malam sepi. Dan dia melakukannya, menekan deretan angka tersebut di layar ponsel bunda lalu menempelkan layar ke telinga. Menunggu dering berganti dengan jawab.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTak lama menunggu sampai telepon mereka terhubung. Cepat-cepat Neandro menyapa, "Halo, Sangkara."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"𝘕𝘦𝘢𝘯𝘥𝘳𝘰 ...? 𝘕𝘦𝘢𝘯𝘥𝘳𝘰!" seru Sangkara dari seberang sambungan telepon. "𝘒𝘦 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘫𝘢, 𝘕𝘦𝘢𝘯𝘥𝘳𝘰? 𝘈𝘬𝘶 𝘯𝘺𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘦 𝘮𝘢𝘯𝘢-𝘮𝘢𝘯𝘢 ...."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Maafin aku. Hape aku rusak dan belum ada uang buat beli lagi. Ini pakai hape bunda, jadi nggak bisa lama-lama telepon juga," ujar Neandro sambil berulang kali menarik nafas dan menghembuskannya pelan. Mencoba untuk menenangkan diri agar air yang membendung di sudut matanya tidak mengalir. "Karena pulsanya juga cuma sedikit, jadi aku cuma mau bilang ke kamu buat hati-hati di jalan besok. Periksa lagi ada yang ketinggalan atau nggak soalnya kamu suka teledor. Jangan lupa makan, kurang-kurangin ngerokoknya. Kamu harus hidup sehat di sana. Nanti kalau sakit, nggak ada yang perhatiin 'kan susah."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTanpa melihat pun, Neandro tahu pasti Sangkara tengah menganggukkan kepala. Sebuah kebiasaan yang selalu dilakukan setiap kali Sangkara menerima telepon dari seseorang. Kebiasaan kecil yang tidak akan pernah bisa membuat Neandro lupa.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨?" tanya Sangkara. "𝘈𝘬𝘶 𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶. 𝘙𝘪𝘯𝘥𝘶 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵 ...."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Aku juga rindu, tapi aku nggak bisa bilang ke kamu di mana aku sekarang ...," lirih Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"𝘕𝘦𝘢𝘯𝘥𝘳𝘰—"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Pulsanya udah mau abis. Aku tutup, ya," ujar Neandro secepat kilat, mencoba mengakhiri obrolannya dengan Sangkara sebelum menjadi lebih lama. "Hati-hati, oke? Aku sayang kamu."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"𝘈𝘬𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢, 𝘕𝘦𝘢𝘯𝘥𝘳𝘰. 𝘈𝘬𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢—"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBuru-buru Neandro memutus sambungan telepin mereka. Pertahanan yang dia buat bisa kembali runtuh hanya jika mendengar kata sayang dari Sangkara. Air matanya perlahan turun membasahi wajah dan isak yang terdengar dari bibirnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPeduli setan dengan yang mengatakan laki-laki tidak boleh menangis seolah laki-laki bukanlah manusia yang memiliki hati dan perasaan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Chandra?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMendengar nama tengahnya dipanggil membuat Neandro langsung mendongak. Buru-buru dia menghapus air matanya dan tersenyum, tapi jelas bunda sudah terlanjur melihatnya kemudian ikut duduk di tepi kasur Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kok nangis? Lagi mikirin apa?" tanya bunda lembut sembari membawa Neandro ke dalam rangkulannya. "Mau cerita sama bunda?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Chandra cuma abis telepon Kara, Bun. Besok Kara berangkat, tapi Chandra nggak bisa nganter. Agak sedih Chandranya ...."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMendengar jawaban itu tak serta-merta membuat bunda tampak lega. Malah kini wanita itu tengah menatap Neandro lamat-lamat. Menelisik ekspresi Neandro yang tampaknya terlalu sedih jika hanya dikarenakan tidak bisa mengantar keberangkatan temannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Chandra bohong, ya? Kenapa bohong? Apa bunda bakal marah kalau Chandra ngomong jujur?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPertanyaan bunda kali ini berhasil membuat Neandro semakin runtuh dan tangisnya kembali pecah. Ingin rasanya dia memeluk bunda, tapi entah mengapa dia merasa terlalu banyak dosanya. Dosa karena telah membohongi bundanya sekian lama.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Maafin Chandra, bun .... Chandra udah salah besar. Udah bohong banyak sama bunda," bisiknya sambil berulang kali mencoba menghapus air matanya. "Chandra sayang sama Kara, Bun. Sayang banget ...."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTak ada kata yang keluar dari mulut bunda saat itu. Hanya saja kali ini wanita itu memberikan sebuah pelukan hangat di tubuh Neandro. Anak laki-laki yang akan selalu jadi pangeran kecil kesayangannya. Meski sebesar apapun Neandro tumbuh, setinggi apapun tubuhnya, dia akan tetap menjadi seorang pangeran kecil di mata bunda.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Lebih dari satu setengah tahun aku bohongin bunda .... Bilang dia temen aku padahal kita pacaran ...,” katanya. “Tapi sekarang Chandra sadar, Bun .... Chandra sama Kara nggak seharusnya bersama. Semuanya udah berakhir .... Bunda nggak perlu khawatir. Aku nggak akan malu-maluin bunda karena punya anak aneh kayak aku ....”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMasih tak ada satupun kata yang  keluar. Bunda juga masih terdiam sambil memeluk Neandro, namun tangan hangat itu tidak berhenti memberi usapan di punggungnya. Memberikan ketenangkan di tubuhnya yang saat itu bergetar hebat sekali.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNamun sepertinya bukan ini yang Neandri mau. Neandro menginginkan kehadiran lain di sisinya saat ini. Kehadiran Sangkara Gilbran Aditya, sang mentari yang mampu memberinya cahaya untuk menyinari malam gelap. Tanpa Sangkara, Neandro hanyalah seonggok bulan mati yang tak akan pernah bisa bersinar kembali. Gelap tak berujung yang telah membutakan jalannya menuju kebahagiaan. Neandro telah kehilangan kasih pujaan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMentarinya. Sangkaranya.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKisah mereka berdua telah karam. Bersama sang surya yang mulai tenggelam.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKarena sekuat apapun mereka melawan dunia, kekuatan itu hanya akan jadi sia-sia.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
____________________

Kala Sang Surya Tenggelam | JubbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang