Bagian 16: Gerhana, hanya sementara

122 24 1
                                    

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKebingunan Neandro saat ini adalah siapa yang harus disalahkan dalam kondisi seperti ini? Apakah dirinya yang tidak memiliki kekuatan untuk menjaga bunda meski sudah berusaha menjadi anak paling siaga? Atau ketidakberadaan sang kakak di sisi mereka?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSudah berkali-kali juga Neandro menyumpahi kakaknya yang pergi meninggalkan rumah dan keluarga tanpa mengucap sepatah kata pun. Pada bunda dan dirinya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPerihal ini pula yang membuat Neandro mewanti-wanti Sangkara agar mencari kampus yang berada di kota lain, namun masih bisa dijangkau ketika dia ingin pulang ke Bandung untuk bisa mengawasi perkembangan bunda, juga yang membuatnya harus cepat-cepat pulang agar bisa membantu bunda berjualan dan membiarkan wanita kesayangannya itu beristirahat.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSemakin tenggelam dia dalam dilema. Sejak beberapa waktu lalu dia ingin berkata pada Sangkara tentang dirinya yang mungkin tidak bisa ikut bersama Sangkara berkuliah di luar kota. Neandro tidak bisa meninggalkan bunda sendirian begitu saja.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Bunda?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro yang sedari tadi menyandarkan kepala di sisi kasur langsung bereaksi saat mendengar suara yang dia kenal. Dia tidak menyangka Sangkara akan datang mengunjungi, padahal Neandro sengaja tidak memberitahu di rumah sakit mana dia berada.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Sangkara, udah beres ujiannya hari ini?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Udah, Bun. Pusing kepala Kara lihat angka di ujian matematika tadi," ujar Sangkara.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTerdengar bunda tertawa pelan sebelum Neandro merasakan tepukan pelan di bahu sebagai sinyal untuk dirinya mengangkat kepala. Awalnya Neandro enggan, tapi dia baru mengangkat kepala setelah tepukan kedua.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Ehehe, matanya bengkak," ejek Sangkara.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Bunda ...."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Atuh, Kara, jangan diejekin anak bunda. Cengeng pisan si Chandra mah." Bukannya membela, bunda malah ikut mengejeknya. Bibir Neandro langsung mengerucut dan berhasil membuat tawa Sangkara kembali terdengar.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Cepat sembuh, ya, Bunda. Kangen banget ini Kara sama pecel ayam Bunda." Sangkara mengusap pelan lengan bunda. "Eh, Kara boleh pinjem, Bun? Mau ngobrol soal ujian."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSatu tegukan ludah saat Neandro melihat bunda anggukkan kepala dan mengizinkan Sangkara untuk membawa Neandro bersamanya. Ogah-ogahan Neandro bangkit dan ikuti Sangkara berjalan keluar dari ruang rawat kelas 3 menuju kantin rumah sakit. Neandro ambil tempat duduk lebih dahulu sementara Sangkara membeli dua buat roti gandum dan susu kedelai coklat.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTak lama waktu bagi Sangkara untuk kembali dan duduk di samping Neandro. Tanpa banyak lagi basa-basi, Sangkara bertanya, “Udah berapa lama bunda sakit?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro yang sedari tadi masih berada dalam perasaan bersalah yang besar kini semakin menunduk kepala dalam-dalam. Roti dan susu yang Sangkara sodorkan enggan disentuh dan itu membuat sang pemberi hanya mampu menghela nafas kencang.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Aku antar pulang, ya? Kamu kelihatan kurang tidur akhir-akhir ini,” kata Sangkara.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Bunda nggak ada yang jaga ....”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Tapi kamu juga perlu istirahat, Neandro.”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTelapak tangan Neandro berusaha menutupi wajah, menekan pelan sepasang matanya yang terasa panas karena menahan kantuk. Sudah beberapa lama ini Neandro tidak bisa tidur tenang karena terlalu khawatir akan  kondisi tubuh bunda sehingga hampir tiap malam dia terjaga atau bahkan tidur di sofa sambil menghapal untuk ujiannya. Belajar pun sebenarnya Neandro tidak konsentrasi, ujian kemarin saja dia hanya mampu menjawab dengan semampunya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKepedulian soal nilai mendadak menghilang entah ke mana. Di dalam pikirannya saat ini hanya ada bunda dan bundanya seorang, tapi Neandro juga lelah, dia butuh waktu untuk mengistirahatkan jiwanya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤJauh di lubuk hati, Neandro menginginkan kehadiran Sangkara. Rindu pada harum tubuh Sangkara yang menyejukkan, membuat dirinya merasa semakin dicintai dan dilindungi, namun semakin memikirkannya malah membuat Neandro semakin frustrasi. Rasa bersalah dan berdosa menghantuinya semakin besar. Hingga akhirnya kini yang bisa Neandro lakukan hanyalah menangis. Dinding pertahanan yang dia bangun agar terlihat kuat kini runtuh seketika di hadapan Sangkara. Kedua tangan kini tengah mencengkram lengan atas kemeja sekolahnya kuat-kuat hingga bergetar hebat, seolah hanya itu satu-satunya yang bisa Neandro lakukan untuk melampiaskan rasa sakitnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSangkara menarik kedua tangan kekasihnya, menahan Neandro sampai berhenti bergetar. "Neandro .... Neandro, jangan dicengkram gitu nanti sakit,” bisiknya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Sangkara maaf ....” Ucapan maaf itu Neandro lakukan sembari berusaha melepaskan tangannya dari Sangkara. “Maaf ....”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKesabaran Sangkara menguap di sana. Di tengah tangis dan maaf yang Neandro tak berhenti terucap, Sangkara menarik tangan Neandro. Gerakan yang membuat Neandro mau tak mau harus bangkit dan mengikuti kemana Sangkara akan melangkah. Hingga Neandro sadar kalau sekarang mereka sudah berada di angkutan kota yang biasa membawanya sampai ke depan gang rumah, dengan Sangkara yang masih berada di samping sembari menggenggam erat tangannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro menunduk dalam-dalam guna menghindari tatapan dari orang-orang di dalam angkutan, berbeda dengan Sangkara yang masih mampu mengangkat kepala meski ekspresi keras masih terpampang di wajahnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro semakin dibuat kebingungan dengan amarah Sangkara untuk pertama kalinya dan apakah emosi itu Sangkara tunjukkan padanya?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤIni kesalahannya. Ini kesalahannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤHanya dua kata itu yang sedari berputar di kepala Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSeandainya dia bisa berkata dengan tegas, mungkin Sangkara tidak akan semarah ini.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤHingga akhirnya mereka sampai di rumah Neandro, genggaman tangan Sangkara di pergelangan tangan Neandro tak kunjung dilepaskan. Kemungkinan saat ini tangan Neandro sudah memerah karenanya. Begitu pintu rumah ditutup dan menyembunyikan keberadaan mereka di baliknya, tubuh Neandro direngkuh erat-erat oleh Sangkara.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤAda perasaan bahagia saat merasakan bagaimana hangat dekap Sangkara menyelimuti, terlebih saat tangan besar kekasihnya itu mengusap pelan punggungnya.  Tangis Neandro semakin banyak turun membasahi wajahnya. Rindu demi rindu yang selama ini tak mampu terucap perlahan terkikis kehangatan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDua pasang netra saling bertatap dekat, nafas beradu pertanda bahwa masih ada sisa emosi menggebu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTangan Neandro meraih dan menangkup wajah Sangkara, bergetar setiap kali usapnya mendarat di sana. Ada senyum rapuh yang terkembang di wajah bersama dengan tatap pilu yang dilayangkan pada pujaan hatinya. Katakanlah Neandro terlalu cengeng karena dia tidak henti-hentinya menangis, tapi memang hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menyalurkan seluruh emosi saat ini.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Sangkara .... Sangkara tolong maafin aku ...,” ucap Neandro lagi.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Kenapa?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKelopak mata Neandro perlahan menutup. Sentuhnya di wajah Sangkara perlahan jatuh, meremas bagian bahu dari jaket hitam yang melapisi seragam sekolah Sangkara. “Kita akhirin aja, ya, Sangkara? Aku udah nggak sanggup .... Nggak sanggup ....”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro tahu ada beribu tanya di benak Sangkara ketika kalimat demi kalimat penuh tangis pilu itu masuk ke telinga. Jemari Sangkara masih berusaha membantu Neandro menghapus air mata, namun tidak bisa karena pada akhirnya cairan sebening kristal itu akan mulai kembali membasahi wajahnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Jauh dari kamu pasti berat. Berat banget buat aku, tapi sekarang dengan kondisi bunda yang kayak gini bikin aku mikir kalau aku harus tinggal. Aku udah ada di tempat di mana aku nggak bisa milih buat gimana-gimana lagi .... Bunda lebih penting daripada seluruh kebahagiaan yang ditawarin di depan mata aku,” jelas Neandro panjang lebar dengan suaranya yang makin serak dan bergetar.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Tapi ... kamu bisa pulang tiap minggu kalau kamu mau. Tujuan kita nggak jauh ....”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Masalahnya sekarang bukan cuma itu, Sangkara!” Dari netranya, Neandro bisa menangkap bagaimana ekspresi Sangkara yang terkejut karena nada suara yang tiba-tiba meninggi.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤLutut Neandro terasa lemas, hingga berjalan menuju sofa yang berada di depan televisi saja membuatnya harus berpegangan di dinding. Perlahan dia duduk dan menyandarkan punggung di sana, masih dengan tangan yang berusaha untuk menutupi wajah. Terlalu takut untuk menatap keberadaan Sangkara yang dia tahu pasti juga sedang berdiri di samping sofa dan menanti kalimat lain yang akan keluar dari mulutnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMungkin Sangkara masih belum terima mengenai ide Neandro mengenai hubungan mereka yang harus diakhiri.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Suatu saat nanti, Sangkara .... Bunda, mungkin juga ayah dan ibu kamu pasti punya tuntutan yang harus dipenuhi. Yang nggak akan bisa dilakuin kalau kita masih keras kepala mau jalan bareng-bareng. Mungkin kalau aku maksa buat ikut kamu pergi ke luar kota pun tetap nggak akan bisa jadi pilihan untuk jalan keluar,” ujar Neandro pelan-pelan.  “Hubungan kita salah. Lebih salah lagi karena kita udah ngejalanin sejauh ini. Kita bohongin orang-orang. Bohongin bunda juga.”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤHubungan ini tidak akan bisa terampuni, tapi Neandro pernah dengan kalau Sangkara sama sekali tidak pernah memikirkan apa yang akan orang-orang katakan tentang hubungan mereka selama hubungan ini bisa disembunyikan. Waktu itu Neandro senang mendengarnya, tapi dia tidak tahu kalau itu adalah sebuah pikiran pendek dari seorang remaja yang tujuan hidupnya masih tak tentu arah.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDua remaja ini tersesat dalam labirin tak berujung, dan satu-satunya hal yang bisa dilakukan hanyalah menyerah dalam permainan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro melirik ke arah Sangkara yang duduk di pinggir kakinya tanpa suara. Perlahan rebahkan kepala dan embuat Neandro secara refleks menurunkan tangan untuk mengusap helai rambut Sangkara.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKain celananya mulai basah, saat itu Neandro sadar kalau Sangkara juga tengah menangis tanpa suara yang rasanya pasti amat sangat menyesakkan dada.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Kita bener-bener nggak bisa bareng, ya? Untuk egois sedikit aja kita nggak bisa?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPertanyaan itu hanya dijawab dengan gelengan tanpa kata oleh Neandro dan saat itulah segala bayang dengan kata seandainya mulai muncul membayangi.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBagaimana seandainya jika waktu itu pandangan mereka tidak bertemu? Bagaimana jika seandainya Sangkara tidak memiliki mulut licin dan mengajak Neandro berpacaran?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDan seandainya jika mereka lahir bukan di tempat mereka berpijak sekarang ini, mungkin mereka akan tetap bisa mempertahankan hubungan ini, bukan?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Neandro ....”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Hm?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Perasaan kamu ke aku? Boleh aku tahu?”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPerlahan Neandro turun, ikut duduk di lantai dengan tubuhnya berhadapan dengan Sangkara, kemudian dengan lirih Neandro berkata, “Kalau kehidupan selanjutnya itu benar-benar ada dan kita terlahir kembali di dunia yang lebih baik. Aku bakal nyari kamu buat jadi pendamping hidup aku. Satu-satunya yang aku mau cuma kamu.”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Neandro ...”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Tapi nggak sekarang .... Dunia ini nggak dukung kita buat bersama.”
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTak ada tangis lagi yang keluar saat kalimat itu terucap dari mulut Neandro, yang tersisa di wajah manis saat itu hanyalah sebuah senyuman yang lembut dan indah. Seperti rembulan yang bersinar lembut di langit malam.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ“Cari bahagiamu di tempat lain, ya, Sangkara,” ujar Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTanpa Sangkara tahu, kalau bahagia Neandro berhenti sampai di sana. Tak ada lagi yang tersisa.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤHati, bahagia dan jiwanya sudah dibawa pergi oleh Sangkara yang waktu itu sama-sama tidak memiliki kekuatan untuk melawan dunia.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKatanya, matahari dan bulan bisa bersatu dan menjadi gerhana, namun pada kenyataannya semesta tidak akan pernah membiarkan matahari dan bulan bersatu lama-lama.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBahkan, untuk selamanya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTidak akan pernah bisa.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
____________________

Kala Sang Surya Tenggelam | JubbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang