ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ Ayo, main? Siapa yang lebih dulu sampai di rumah, dialah pemenangnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ____________________
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"KAMU JADIAN? SAMA SIAPA?!"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBelum ada lima detik Neandro mendaratkan bokong di atas kursi, bola matanya sudah dibuat berputar malas oleh cecaran Cataka yang membuat seluruh pandangan mata kini tertuju padanya. Neandro langsung menarik tangan Cataka agar lelaki mungil itu cepat duduk dan diam segera.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Aku udah bilang itu foto tangan aku—"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Nggak percaya. Neandro udah berani bohongin Cataka. Huueee."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBukannya kasihan, Neandro malah semakin ingin memberikan sebuah jitakan manis di kepala Cataka saat itu juga, tapi dia berpikir lagi, kalau itu dilakukan maka Cataka tidak akan mau meminjamkan catatan dan memberi contekan padanya lagi setelah ini. Jadi Neandro lebih memilih untuk bersabar.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Iya, iya. Aku punya pacar." Akhirnya Neandro menyerah dan memilih untuk mengatakannya, daripada melihat Cataka bertingkah menyebalkan seperti ini. Biar saja temannya itu akan meledek. Neandro tidak akan peduli. "Tapi aku nggak bisa bilang siapa."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Yaah, padahal mau ngeledekin kalau ketemu." Cataka merenggangkan tangan lalu menyandarkan kepala di atas meja.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kayak yang kenal aja main ngeledekin."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Emang bukan anak sini?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBukannya menjawab, Neandro hanya mengendikkan bahu sambil tersenyum menyebalkan. Kali ini berhasil membuat Cataka sebal dan langsung mencubit pipit Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"AH! Apa-apaan!" gerutu Neandro sambil menepis tangan Cataka lalu mengusap pelan pipi kanannya yang merah karena cubitan Cataka yang ternyata terasa pedas. "Aku 'kan udah bilang nggak akan bilang orangnya siapa. Rahasia."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Iya, tahu! Cuma penasaran aja kenal di mana, kapan pdkt-nya. Heran sama kamu yang kalau gini tuh nggak pernah cerita-cerita."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤLagi-lagi Neandro hanya berikan sebuah senyum, namun kali ini hanya sebuah senyuman kecil sebelum lemparkan pandangan ke arah jendela kelas yang tinggi. Menatap birunya langit dan dedaunan pohon yang menyembul di sana sambil berpikir. Mana mungkin dia bisa bercerita pada Cataka tentang semua ini.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSeberapa dekat pun dirinya dengan Cataka. Serapat apapun rahasia hatinya yang selama ini Cataka simpan, tetap saja untuk yang satu ini Neandro masih ragu untuk ungkapkan. Bagaimana jika Cataka punya pandangan yang sama dengan orang-orang pada umumnya? Dan bagaimana jika Cataka tahu dan malah meninggalkannya karena menganggapnya menjijikkan? Itu akan menjadi hal yang menyakitkan bagi Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤHarusnya Neandro sudah terbiasa ditinggalkan oleh orang-orang terdekat. Dari ayah, lalu kakak laki-lakinya dan sekarang dia tidak bisa membayangkan kalau Cataka—satu-satunya sahabat yang dia miliki—akan meninggalkannya. Neandro tidak akan pernah mampu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Tapi, Neandro." Pandangan Neandro kembali pada Cataka yang kini tengah membuka buku catatan pelajarannya. "Aku seneng, sih, kalau kamu akhirnya bisa buka hati dan nggak seapatis itu lagi. Semoga dia bisa jadi rumahmu, ya."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Haha. Makasih?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Makasih buat apa? Udah mending sekarang belajar, deh. Nanti ada ulangan matematika. Jangan bilang kamu nggak belajar gara-gara main Dota semalem," ujar Cataka cepat sebelum pembicaraan mereka semakin kemana-mana dan tak sempat menghapalkan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPernyataan itu langsung membuat Neandro mengerutkan alis dan bertanya dengan polosnya, "Memang ada ulangan?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Haduh, makanya jangan mikirin game sama cinta-cintaan aja!"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro langsung memijat pelan pelipisnya membayangkan neraka seperti apa yang akan dihadapinya nanti. Habis sudah dia hari ini.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
____________________
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Aku boleh ketawa, nggak?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Nggak!"ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMeski begitu, Sangkara tetap tertawa melihat wajah Neandro yang sudah seperti pasrah dengan segalanya. Tadi Neandro bercerita kalau dari total lima belas soal ulangan matematika tadi, dia hanya bisa menjawab dua soal. Itupun Neandro ragu dengan kebenaran jawabannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBelum lagi tadi Neandro sempat menyebutkan kalau matematika itu seperti siksaan terberat yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya, terlebih untuk mereka yang kapasitas otaknya minimalis seperti Neandro.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Ya udah kalau gitu. Sekarang kamu mau ngapain?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSekilas tampak Neandro melirik ke arah pintu kelasnya yang masih terbuka. Telinganya memastikan tidak ada langkah kaki dari siapapun berjalan mendekat kemudian berkata, "Mau peluk boleh?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Hm?" Sangkara menaikkan alis, kemudian mengeluarkan senyum usil. "Kemarin sore aku peluk sampai ketiduran. Belum cukup?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSial. Neandro jadi ingin ucapkan sumpah serapah pada Sangkara yang buka kartu soal kemarin sore, tapi mana dia sanggup. Kepalang merah wajahnya bak kepiting rebus karena menahan malu. Terlebih saat Sangkara memberinya sebuah usapan di kepala dan pelukan yang singkat. Amat singkat karena ada suara langkah mendekat.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMereka berdua sempat tertawa pelan sebelum berjalan keluar. Niat awalnya, Neandro mau panggil angkot dan pergi ke warnet untuk melepas penat kepala namun ajakan Sangkara buat dia urungkan niat.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤEntah ide dari mana, tapi hari itu Sangkara membawanya pergi berjalan-jalan. Dengan motor matic Sangkara yang pijakan kaki sebelah kirinya sudah tidak ada di tempat semula, jalanan siang itu mereka belah berdua meski tanpa arah pasti.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTerkadang berhenti sejenak di pinggir jalan untuk beli minuman. Dingin untuk Sangkara, hangat untuk Neandro. Isi bensin sejenak lalu pergi lagi entah ke mana. Neandro sampai tidak tahu jalan apa saja yang sudah mereka lewati, karena sebagian banyak waktu dalam sehari biasa dihabiskan di dalam rumah.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMelihat pemandangan yang baru membuat Neandro mengukir senyum tipis. Walau hanya pemandangan kota yang sepertinya akan sama di mana-mana, tapi ada entah apa yang menjadikannya begitu istimewa.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSayang, siklus tanpa arah mereka harus terhenti kala suara adzan maghrib berkumandang. Mau tidak mau Neandro harus segera turun dari motor Sangkara saat mereka sudah berhenti di depan rumahnya. Helm yang sedari tadi dia pakai berpindah kembali pada sang pemilik, tapi Neandro masih enggan untuk masuk.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Masuk, gih."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Nanti ...."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Nanti diomelin Bunda," ucap Sangkara lagi, tapi Neandro masih saja enggan dan masih bertahan pada pijakannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Neandro lomba, yuk," ajak Sangkara tiba-tiba. Buat Neandro yang tadi bergeming langsung menatap matanya, seolah tengah bertanya 'lomba apa?' secara tersirat. "Lomba siapa yang paling cepat sampai di rumah."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤAlih-alih tertarik, hal tersebut malah membuat Neandro mengerutkan dahi. Terheran pada pertanyaan yang jawabnya sudah pasti. Neandro langsung tunjuk rumah di belakangnya seraya berkata, "Jelas aku. Tinggal sepuluh langkah lagi aku udah nyampe, kamu harus naik motor dulu."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDan mendengar jawaban itu Sangkara malah tertawa. Kepalanya menggeleng pelan sebelum kembali menatap Neandro. "Aku yang menang kalau gitu," katanya sambil menunjuk Neandro. "Soalnya rumah aku ada di sini. Kamu rumahku."ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSial. Lagi-lagi, sial. Rahang Neandro mengeras saat mendengar perkataan itu guna menahan senyum. Bukannya tidak mau, tapi Neandro terlalu malu untuk menunjukkannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Tapi sekarang aku pulang kampung dulu, ya. Keburu malem, kasihan kamu mau istirahat. Baik-baik, ya, rumah aku. Besok ketemu lagi." Sangkara berujar sembari mengusap helai rambut Neandro. Curi-curi sebelum ada yang melihat.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTangannya melambai ringan saat motornya kembali melaju, meninggalkan Neandro yang menepuk pelan dada kirinya. Coba untuk netralkan detak jantung yang degupnya tak karuan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Chandra? Nggak mau masuk?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMendengar panggilan bunda membuat Neandro langsung langkahkan kakinya cepat-cepat. Buru-buru masuk ke rumah dan berlari ke dalam kamarnya. Bodoh sekali karena dia tidak memperhatikan sekitarnya tadi.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤApa tadi bunda sempat melihat mereka berdua, ya? Melihat Sangkara mengusap rambutnya?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKetakutan pun menghampiri, mulai hari itu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
____________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Sang Surya Tenggelam | Jubbang
Fiksi PenggemarSebuah penggalan dari lembaran kisah dua anak manusia yang mungkin tak akan pernah bersatu. JuBbang lokal AU. BxB. Disclaimer: Penulis pernah mempublikasi cerita yang sama dengan pairing SeungZz melalui oneshot di twitter @etlenoire