Bagian 6: Manja

215 34 1
                                    

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBandung, warung kopi dan obrolan sederhana dari dua sisi.

ㅤㅤㅤㅤ
____________________
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤPada awalnya, Neandro beranggapan kalau apa yang dikatakan oleh Sangkara hanyalah sekadar basa-basi untuk menunjukkan kebaikan hati. Kebanyakan orang pasti melakukan itu untuk menunjukkan persona, sosok yang diharapkan untuk orang lain lihat. Sekarang ini juga Neandro masih berpikir seperti itu, karena Sangkara dan sikap baiknya masih tetap terlihat sama seperti kali pertama mereka bertemu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSejauh yang Neandro tahu, Sangkara bukan orang yang banyak basa-basi. Ketika Sangkara berkata kalau dia akan membantu sebisanya maka hal itu akan benar-benar dilakukan. Buktinya sampai keseleo di kaki Neandro sembuh total, Sangkara menjadi orang yang berbaik hati untuk mengantar-jemput karena Cataka terkadang harus buru-buru pulang demi mengejar jadwal bimbingan belajar yang dijadwalkan oleh Mamanya. Padahal mereka masih berada di bangku kelas dua dan Ujian Nasional masih lama sekali jaraknya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤRemaja lelaki bernama Sangkara itu tanpa Neandro sadari sudah menjadi salah satu bagian dari kehidupan sosialnya yang cenderung sempit. Bahkan lucunya, posisi Neandro sebagai anak kesayangan Bunda kini tersingkirkan dan tergantikan posisinya oleh Sangkara. Lelaki itu benar tahu caranya untuk mengambil hati ibu-ibu.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTapi entah mengapa Neandro justru merasa senang dengan kedekatan yang dia rasakan sekarang ini. Tak pernah sebelumnya terpikir kalau ada satu sosok yang akan mengisi kehampaan rumah kecilnya. Sosok yang telah lama hilang eksistensinya dari ingatan karena sengaja untuk dilupakan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Neandro suka bengong, ya."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤKunyahan Neandro pada roti coklatnya terhenti, pun gerak tubuhnya yang lain. Netra yang tadinya menatap kosong ke depan, kini beralih pada Sangkara yang berdiri dengan dua cangkir kopi di tangannya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Tumben ngopi."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤBukannya menimpali, Sangkara malah hanya menunjukkan cengiran riangnya dan duduk di samping Neandro. Mereka berdua kini tengah berada di warung langganan yang biasa Sangkara dan teman-temannya gunakan untuk membolos. Tapi jangan salah, saat ini mereka tidak membolos, ya. Ini sudah waktunya untuk pulang sekolah dan mereka memilih untuk mampir sebentar ke sana. Mumpung Bunda tidak ada di rumah, jadi Neandro tidak perlu buru-buru pulang untuk bantu jualan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSangkara mengeluarkan kotak rokok dari dalam saku bajunya, menyodorkannya pada Neandro yang langsung ditolak dengan gelengan kecil. Dipikir Sangkara akan mengambil satu batang dan membakarnya, tapi lelaki itu malah kembali menyakui rokoknya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kok disimpen? Nggak mau ngerokok aja?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kamu nggak ngerokok, kan? Biasanya orang yang nggak ngerokok itu kalau nyium asap rokok jadi sesak nafas," tutur Sangkara sambil menyeruput kopinya pelan-pelan. "Lagian gampang, bisa agak nantian. Nggak secandu itu juga."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Terus kenapa ngerokok?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Biar rileks aja. Tenang, nyaman." Sangkara berujar pelan. "Kadang, tuh, suka tiba-tiba stress aja."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤAneh rasanya bagi Neandro ketika mendengar orang yang bisa sesantai itu memberitahukan kepada orang lain tentang stress yang dirasakan, tapi dia lebih memilih untuk bungkam dan tidak menghakimi. Toh, orang punya cara masing-masing untuk mengatasi perasaan menganggu dalam diri mereka.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Apalagi kalau pulang ke rumah."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSekali lagi perkataan Sangkara berhasil membuat Neandro menoleh, menatap wajah yang biasanya tampak riang tanpa beban itu dengan dahi berkerut.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Tahu nggak, sih, rasanya ketika kamu ada, tapi kayak angin lalu aja. Nggak ada yang peduli. Semua sibuk sendiri. Bahkan dulu waktu SMP, tuh, aku sampe sempet buat onar biar mereka peduli dikit dan dateng ke sekolah, tapi malah bilang ke guru BK-nya buat ngasih hukuman aja yang setimpal. Nggak ada waktu buat dateng ke sekolah."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTak ada tanya kenapa yang terlontar dari bibir Neandro, namun entah mengapa Sangkara tetap menceritakan sesuatu padanya seolah mereka sudah kenal cukup lama. Kalimat-kalimat dari Sangkara terdengar begitu terbuka. Meski kadang diakhiri dengan tawa, Neandro tetap bisa merasakan sebuah emosi sempurna dalam tiap tekanan nadanya. Seperti apa, ya? Mungkin seperti kekecewaan yang mendalam dan sulit dimaafkan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Aku beneran jadi anak Bunda aja, deh. Boleh nggak?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤTatapan sengit langsung Neandro lemparkan pada Sangkara, dilanjut dengan tawa kecil setelahnya. "Nggak boleh. Anak bunda satu-satunya cuma aku."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Yeuh, anak manja." Sangkara berujar, mengejek dengan maksud bercanda. Neandro yang tidak bermasalah dengan itu hanya menanggapi dengan berpura-pura menggulir bola mata ke arah lain lalu tertawa pelan setelahnya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSekarang Neandro lebih sibuk melihat handphone-nya, membuka aplikasi game dan memainkannya, sedang Sangkara tampaknya hanya diam sambil menyesap kopinya perlahan. Kala itu keheningan menyelimuti mereka. Yah, hanya kiasan karena sebenarnya ada beberapa tukang parkir yang sekarang tengah ribut berteriak untuk memarkir bus pariwisata di dekat sana. Hening hanya ada di antara mereka berdua.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤSampai akhirnya satu kalimat dari Sangkara berhasil membuat Neandro hampir saja menjatuhkan handphone-nya ke tanah, mata bulatnya mendelik dan bibirnya bergetar gugup. Bisa-bisanya Sangkara berkata begitu dengan santai tanpa tahu kalau efeknya bisa membuat jantung Neandro meledak saat itu juga.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Kalau sama bunda nggak boleh, manja-manjanya sama kamu aja, boleh nggak?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"M-ma-maksud?!"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Ya—"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"KITU EUY,  URANG DITINGGAL NONGKRONG BERDUA!"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMendengar suara keras Jayendra membuat Neandro langsung memutus kontak matanya dari Sangkara. Kembali menatap handphone-nya, berpura-pura sibuk memainkan game yang tadi sempat dia tinggalkan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Ceunah maneh ngajemput Kadya." Sangkara yang menimpali perkataan Jayendra.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Hehe, udah dianter pulang. Lho, Neandro kenapa nunduk terus? Kupingnya juga merah gitu."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤNeandro menahan nafas kemudian menghembuskannya perlahan. Tak lama dia menjawab, "Darah rendah kambuh kayaknya, terus kepanasan."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ"Oooh .... Bentar aku beliin minuman dingin," kata Jayendra sambil berjalan masuk ke dalam warung tempat mereka duduk-duduk, sedangkan Sangkara hanya menatapi Neandro dalam diam.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤMereka tidak tahu saja, kalau saat itu Neandro merasa kalau dia akan segera meninggal dunia karena jantungnya keluar dari dada.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤDua orang ini paling ahli membuat umur orang makin pendek ternyata.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
____________________

Kala Sang Surya Tenggelam | JubbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang