GHAZ : Chapter 4

530 129 21
                                    

Pagi itu tak ada hujan ataupun badai tiba-tiba terdengar peringatan gempa pada bagian selatan Surabaya.

Ghaz yang sedang bekerja segera mengambil kunci mobil jeepnya sambil menghubungi Rania begitu mendengar hal itu.

"Kau dimana?"

"Kampus."

"Ada peringatan gempa, berlindung ditempat terbuka."

"Aku sedang ada mata kuliah." Rania kesal pada lelucon Ghaz yang garing.

"Aku akan menjemputmu."

"Kau tak bisa seenaknya mengaturku." Tiba-tiba sambungan komunikasi terputus.

Dia pikir dia siapa berani mengaturku?
Kakak? Bukan
Pacar? Bukan
Suami juga bukan!
Menyebalkan!

Rania menghela napas berat. Pria itu kembali mengusiknya. Padahal tadi pagi ia berangkat pagi-pagi ke kampus menghindar diantar Ghaz.

Ia butuh waktu untuk berpikir. Semalam otaknya buntu tak mau bekerja sama. Dan paginya ia menghindar, berada di dekat pria itu membuat otaknya tumpul berkarat.

Rania menatap jam di tangannya, masih pukul sembilan pagi. Kemudian ia kembali fokus mendengarkan ceramah dosennya yang diselingi debat diskusi.

Baru setengah jam kemudian, bumi bagaikan terguncang. Ia merasa kepalanya pusing saat gempa itu datang. Para mahasiswa berhamburan berlari menuju pintu keluar.

Ruangan yang dipenuhi empat puluh mahasiswa itu tiba-tiba berguncang hebat. Semua orang panik berteriak. Mereka berdesak-desakan mencoba untuk keluar dari ruangan itu. Rania yang juga berusaha untuk keluar terhimpit antara manusia dan lemari terguncang-guncang.

Kemudian tiba-tiba atap ruangan rubuh tepat di depan Rania. Seketika Rania pingsan melihat salah satu temannya tertimpa reruntuhan atap dengan darah menciprati wajah Rania.

"Rara... Rara..."

Terdengar seseorang menepuk pipinya membangunkannya dari mimpi buruk.

"Emmmnggg..." Ia mengerang protes.

"Rara... Ini aku Ghaz. Sadarlah."

Mata Rara perlahan terbuka. "Ghaz..."

Rania memfokuskan pandangannya menatap Ghaz yang tak jauh darinya. Pria itu berdiri terhalang tumpukan reruntuhan tangannya yang terjulur membelai pipinya.

"Kau bisa berdiri?"

Rania melihat kondisinya yang duduk meringkuk. Ia menggeleng. Kakinya terasa kebas tak bisa digerakkan. Ghaz bersama relawan yng datang ke lokasi berusaha menyingkirkan reruntuhan bangunan dan menyelamatkan perempuan yang tak sadarkan diri tertimpa reruntuhan barulah ia bisa menarik Rania kedalam pelukannya.

"Kau baik-baik saja? Ada bagian yang terluka?"

Rania menggeleng.

"Sebaiknya kita pergi dari sini sebelum terjadi gempa susulan."

Rania mengangguk. Ia berusaha berdiri tegak namun kakinya terasa lemas. Ghaz pun membopongnya menuju mobilnya.

Ghaz menyerahkan handuk yang tekah dibasahi untuk Rania agar menyeka mukanya. "Kita ke rumahku."

Rania mengangguk.

* * *

Rania tak ingin sendirian. Ketika Ghaz hendak mengontrol bengkel, ia pun ikut. Yang tidak ia prediksi adalah adanya gempa susulan.

Rania berdiri dengan kaki gemetar saat gempa itu datang kembali. Ghaz menariknya ketepi saat ban-ban berjatuhan dari atas.

Pria itu mengurungnya dalam dekapan. Sementara tubuhnya sebagai tameng dari ban-ban yang beterbangan yang kadang menimpa tubuh pria itu hingga ia mendesak menekan tubuh Rania.

GHAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang