Ghaz kemana?
Rania dengan panik segera mengenakan gaun tidur dan mencari Ghaz. Di sekeliling kamar tidak tampak keberadaan suaminya.
Masa sih suaminya pergi tanpa pesan? Rania kurangnya dimana? Daun muda, tubuh seperti gitar espanyola, masih fresh gress belum terkontaminasi dan belum dicicipi. Ketika menikah, ia masih tersegel rapat repet peret. Jelas Ghaz yang pertama dalam hidupnya. Pria itu yang membuktikan nya? Nyari apa lagi coba?
Minusnya Rania hanya di pengalaman bertempur. Jam terbangnya masih nol ketika menikah. Wajarlah kan masih belajar dan bisa diajari. Asal jangan ajari lewat jalan sesat tempat keluarnya eek, tak elok sekali itu. Ia juga tidak suka liat tutorial entub gugul totok tewiwit. Matanya ternoda liat orang ah eh oh mandi keringat. Bukannya bikin sange malah perutnya mulas ingin muntah. Ia lebih suka praktek langsung bersama suaminya. Lebih afdol, realistis dan pasti mengantongi sertifikat halal dari KUA.
Ketika buka pintu keluar kamar, sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci Al-Qur'an. Secara otomatis Rania melangkahkan kaki menuju ruang mushola dekat taman belakang rumah. Semakin mendekat semakin terdengar. Dan terlihatlah sosok suaminya sedang duduk bersila di mushola mengenakan sarung, baju koko dan kopiah sedang mengaji.
Perempuan berambut panjang itu menghela napas lega. Syukurlah hanya bunga tidur. Semoga jangan pernah ada wanita lain hadir dalam hidup kami, Ya Rabb...
Ghaz merasakan kehadirannya. Pria itu mengakhiri tadarusnya. Merapikan sarung dan kopiah. Lantas menghampiri Rania. "Masih terlalu dini untuk bangun. Ayo kembali tidur." Ghaz merengkuh tubuh Rania dan menggendong tubuhnya.
Rania mengalungkan lengannya pada leher Ghaz. "Aku bermimpi buruk."
"Maaf aku terbiasa bangun malam. Karena melihat kau tertidur pulas. Aku tak tega membangunkan mu. Maaf tidak izin dulu."
"Tak apa mas." Rania menjadi merasa bersalah seakan memojokkan suaminya. "Lain kali tak perlu izin untuk ibadah tengah malam kecuali kau pergi mendadak, tolong bangunkan aku."
"Syukurlah, terimakasih banyak atas pengertiannya... sayang."
Ghaz membawanya kembali ke kasur melanjutkan tidur malam yang hampir menjelang pagi.
* * *
Saat Rania menyiapkan makan pagi, ketika Ghaz menyelinap dari belakang."Sibuk ga yang?"
"Lah ini segitu jelasnya."
Ghaz mencium tengkuk Rania. "Aku kesepian."
"Bukannya tadi kau sibuk di ruang kerjamu mas. Katanya mau menyelesaikan sketsa desain mobil."
"Sementara kau ada di rumah, kenapa aku harus menyibukkan diri sendiri? Menyia-nyiakan sumber daya." Ucapnya sambil terus menciumi leher Rania.
Tubuh Rania terguncang karena tawa. "Yang benar saja. Modus kamu mas."
Ghaz menyeringai ia membuka kancing baju Rania. Dengan mudahnya mengeluarkan telur unta dari sarang kemudian meremasnya.
"Mas... Aku sedang masak..." Protesnya dalam rintihan nikmat akibat tangan nakal suaminya yang lihai memainkan kedua kelerengnya membuatnya semakin keras. Dengan jempolnya bermain memutar searah jarum jam memutar-mutar kelerengnya kadang berhenti sejenak untuk memilinnya. Kadang jempol dan telunjuknya menjepit kelereng nya lantas menariknya berkali-kali dengan lembut.
"Aku... Belum selesai mas..." Rania dengan tangan gemetar mengecilkan api kompor diantara gempuran jemari Ghaz di dadanya.
"Hem... Aku hanya menemanimu memasak."
KAMU SEDANG MEMBACA
GHAZ
Romance[21+] CERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA. BIJAKLAH DALAM MEMBACA. Ar-Rasyid Series : #Third Story Rania menganggap Alta sebagai sosok kakak laki-laki yang ia dambakan. Namun pria itu tanpa disangka menginginkan lebih dari ikatan saudara. Disa...