GHAZ : Chapter 5

528 119 14
                                    

Ghaz menyerngitkan alisnya.
Ia masih tak habis pikir akan kelakuannya terhadap Rania. Gadis itu mengguncang dunia sunyinya. Datang secara tiba-tiba kemudian memporak-porandakan pertahanan dirinya. Keberadaan Rania membangkitkannya dari hibernasi panjang yang menyadarkannya bahwa ia bukan makhluk aseksual.

Ia menatap ponselnya. Ia tak mungkin hendak menekan nomor Ibnu Hassan untuk berkonsultasi, namun ia urungkan. Mana mungkin ia minta nasihat pada pria yang rumah tangganya bagai kapal pecah.

Menelepon Big Al tak mungkin, pria itu hanya tahu bagaimana menulis cerita detektif minim romansa. Rusli jelas tak bisa dihubungi mengingat pria itu dalam perjalanan.

Ghaz menatap nama yang tertera pada ponsel. Pria Malik Ar-Rasyid satu-satunya yang ia harapkan untuk berkonsultasi. Setidaknya pernikahan Hussein Arief dengan Fairuz terlihat harmonis meskipun pernikahan itu tidak berkekuatan hukum.

"Assalamualaikum, Mas Hussein."

"Waalaikumsalam. Ghaz? Tumben."

"Sedang sibuk?"

"Tidak, kebetulan baru selesai meeting. Ada apa?"

"Kapan rencananya loe dan Fai ke Surabaya."

"Minggu depan sesuai rencana. Kenapa?"

Ghaz terdiam. "Nanti luangkan waktu. Ada yang mau gue omongin."

"Masalah pribadi?"

"Hemm..."

Hussein terdengar terdiam diseberang.

"Ini tak ada hubungannya dengan Syasya. Masalalu sudah berlalu. Kita sepakat bukan?"

Mendengar adiknya tidak dilibatkan membuat Hussein lega. "Ya tentu. Aku akan memajukan hari, meluangkan waktu untukmu."

"Cool."

Ia masih resah butuh nasihat. Ia pun mengambil kunci meluncur menuju rumah pamannya.

Rumah Hamid Ar-Rasyid tampak ramai oleh tangisan bayi. Ghaz tak perlu mengetuk pintu karena kebetulan, Aghnia, istri pamannya ada di teras rumah sedang menggendong bayinya.

"Tante, Paman Hamid ada di rumah?" Awal mula Hamid menikahi anak yang dipungut dan dibesarkannya sendiri, membuat Ghaz dan keluarganya syok terlebih usia Aghnia masih delapan belas tahun. Namun menimbang menghindari zina akhirnya keluarga setuju terlebih usia Hamid sudah. memasuki kepala empat.

"Ada, kau tak janjian dulu dengannya?"

"mendadak ada perlu. Aku kedalam dulu."

"Silahkan dia ada di ruang kerjanya."

Ghaz langsung menuju ruang kerja Hamid dimana saat itu Hamid sedang meeting online bersama pria Ar-Rasyid.

"Ghaz kebetulan kau disini, mengenai rencana pengembangan mobil terbarumu bagaimana?" Hamid memutar kursinya sembilan puluh derajat.

"Ya nak, kami ingin mendengar prospeknya?" Harun Ar-Rasyid yang memimpin rapat antusias.

Ghaz menatap lima orang yang ada di layar. Harun Ar-Rasyid, Jaffar Ar-Rasyid, Samuel Al-Bahri sang ayah tiri, Ibnu Hassan sang pewaris kerajaan bisnis Ar-Rasyid dan Jamaludin Malik ayah dari Syafia sekaligus pengacara keluarga.

"Mengenai detail pekerjaan akan dibicarakan dilain waktu. Ada yang perlu aku sampaikan."

Semua menunggu.

"Aku akan menikah."

Terdengar tawa gembira keenam pria yang mendengarnya.

"Allahu Akbar..."

GHAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang