Rania ada di ruang tamu ketika Ghaz menghubunginya. Buru-buru ia ke kamar untuk menjawab panggilannya. "Ada apa Mas?"
"Kau sedang sibuk?"
"Tidak, aku sedang bersantai bersama ka Arun dan Yura." Ia duduk dipinggiran ranjang sambil memilin ujung dasternya. "Kau sudah makan, Mas?"
"Ya, tapi hampa tanpa mu."
"Kalau begitu aku segera kesana."
"Tak perlu. Aku sedang merakit mobil."
"Malam-malam begini? Ya ampun mas, kau bisa sakit bekerja siang dan malam. Kau perlu beristirahat, tunda pekerjaanmu sekarang juga."
"Tapi hanya dengan begini aku berhenti melamun memikirkan mu. Sekarang ceritakan aktivitasmu. Karena keseharian ku tanpamu begitu monoton. Sepanjang hari aku bekerja sambil memikirkan mu."
Rania bersandar pada punggung ranjang dan mengambil bantal untuk dipeluknya. "Tadi sore aku telah mengajukan resign dan dikabulkan manager cafe meskipun dengan berat hati. Hari ini semua berkumpul termasuk ka Altha. Aku merasa ada yang aneh dengan Yura dan ka Altha. Sepertinya mereka menyembunyikan sesuatu dari ku. Entahlah. Pokoknya ada sesuatu yang ganjil yang tak biasa."
"Mungkin mereka diam-diam menjalin hubungan."
"Gak mungkin!" Kilahnya cepat.
"Wajar kan? Mereka tak terikat hubungan darah."
"Iya sih tapi..." Aku tak bisa bilang kalau ka Altha menyukai istri mu Ghaz. Bisa gawat jika kau tahu. "Yura itu punya musuh bebuyutan di sekolah nya. Dan aku selalu percaya diantara kebencian keduanya pasti ada cinta. Selain itu Ka Altha mencintai perempuan lain."
Ghaz mengendus bau curiga. "Atau mungkin Altha menyukaimu." Pukan pertanyaan yang dilontarkan Ghaz namun lebih menjurus pada pernyataan.
"Ha ha ha." Rani tertawa hambar, berusaha menutupi kepanikannya. "Dia itu kakak angkatku, selamanya begitu." Ia diam sejenak. "Fakta itu tak akan berubah." Tegasnya. "Oh ya mas, kau masih memakai seragam montir?" Rania berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Tidak lagi. Sekarang aku sudah bersih dan sedang mencuci tangan. Sebaliknya gambarkan dirimu saat ini."
"Aku sedang memeluk bantal sambil menatap jendela kamar. Saat ini bulan purnama loh. Kemudian aku memakai daster pendek."
"Rania lain kali jika ada pria bukan muhrim di rumahmu, jangan mengenakan pakaian tidur. Fantasi pria itu sangat mengerikan."
"Baiklah. Lain kali aku tak akan melakukannya lagi."
"Rara..."
"Ya?"
"Kau merindukanku Agapi Mou?" Tanya pria itu serak.
Nafas Rania terputus. "Ya... Kau?"
"Sangat... Besok kutunggu kau."
Rania tak ingin pembicaraan mereka terputus. " Ya, aku akan datang pagi-pagi sebelum kuliah. Mas... Aku mencintaimu." Ujarnya penuh kerinduan.
Maklum mereka pengantin baru. Gairahnya masih meluap-luap.
"Aku tahu, Agapi mou... Selamat malam mimpikan aku."
Dan Rania pun benar-benar memimpikan Ghaz mimpi bercinta dengannya. Dan ketika alarm berbunyi pada pukul empat pagi, Rania terbangun dengan nafas memburu, jantung berdegup berlomba dengan detak jarum jam dan mendapati kewanitaannya lembab amat sangat. Ia berusaha menenangkan diri. Ini kali kedua ia rasakan dalam hidup mendapati dirinya begitu rentan akan hasrat. Bedanya dulu ia tak mengerti apa dan bagaimana dunia sensualitas. Kini... Ia merindukan suaminya, membutuhkan pelukan hangatnya dan menginginkan belaian sayangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GHAZ
Romance[21+] CERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA. BIJAKLAH DALAM MEMBACA. Ar-Rasyid Series : #Third Story Rania menganggap Alta sebagai sosok kakak laki-laki yang ia dambakan. Namun pria itu tanpa disangka menginginkan lebih dari ikatan saudara. Disa...