Tubuh Ghaz mendekati Rania yang duduk di pinggiran kolam. Ia bukannya bangkit keluar kolam, justru mendekati Rania bagai kutub magnet bersebrangan yang membuatnya tertarik mendekat. Terlebih tinggi Rania dan dirinya kini seakan sejajar sama tinggi.
Tangan kanan Ghaz terulur meraih wajah Rania, membelai pipinya. Mata Rania terbelalak, pupilnya melebar. Belaian mengejutkan itu bagai sengatan listrik di pipinya yang menimbulkan percikan api.
Tangan Ghaz yang lain merengkuh tubuh Rania hingga gadis itu tertarik maju hampir jatuh ke kolam namun terhalang tubuh kekar Ghaz. Hembusan nafas keduanya menjadi desahan berat dan seketika udara disekitar menjadi panas oleh percikan api yang dikeluarkan feromon keduanya seakan kelenjar endokrin bekerja luar biasa keras.
Sirene bahaya berdengung di otaknya namun Rania tak dapat bergerak, tersihir oleh tatapan mata Ghaz.
"Rara!"
Teriakan Alta seakan menyadarkannya dari mantra sihir pria dihadapannya. Dan Ghazpun seketika mundur menjauh seakan ikut terhenyak dari mantranya sendiri.
Alta menarik lengannya hingga Rania harus berdiri berpijak pada tanah.
"Kau baik-baik saja?"
"Ah ya?" Jawabnya agak kebingungan masih menyisakan tanya atas lamaran pria penyelamatnya.
Pria itupun ikut merentaskan diri keluar dari kolam dengan satu gerakan gesit. Ikut berdiri menjulang tinggi.
Alta melepas jaketnya dan menyampirkannya pada punggung Rania. Ia merangkul Rania sambil menatap Ghaz seraya berkata, "Terimakasih sudah menolong." Lantas mendorong tubuh Rania untuk beranjak pergi. "Ayo kita pulang."
Rania menoleh kebelakang dimana pria itu sedang menatapnya. Pria itu diam membisu hanya menatap kepergiannya.
Rania memalingkan wajahnya dan seketika ada rasa hampa merasukinya. Dan menatap punggung Alta, kembali membuatnya sesak.
Langkah Rania terhenti saat ada yang meraih tangan kanannya.
"Rania." Panggilan suara bariton serak itu membuatnya menoleh seketika. "Pembicaraan kita belum selesai. Kau belum menjawab pertanyaanku."
Rania menatap pria tinggi menjulang itu yang penampilannya tak jauh beda dari Rania. Sama basah dan kacaunya penampilan. Namun pria itu tampak tak terganggu ataupun risih dengan penampilannya. Fokusnya pada Rania seakan gadis itu pusat dunianya.
"Ya?"
Alta yang sedari tadi merasa terancam oleh kehadiran pria itu, menghalangi pandangan Rania berdiri sebagai tameng dan menepis tangan pria itu dari pergelangan tangan Rania.
"Tuan, apapun yang ingin kau lakukan. Tolong biarkan gadis ini berpakaian dengan sepantasnya."Ghaz mengangguk. Ia kembali menatap Rania. "Hubungi aku jika kau sudah mengambil keputusan." ia menyelipkan sebuah kertas pada telapak tangan Rania. Lantas ia pergi berlawanan arah.
Alta merasa terusik oleh pria asing yang baru ia temui. "Siapa dia? Kau mengenalnya?Apa maksud ucapannya?"
"Aku tak ingin membahas apapun kak. Tolong, aku ingin pulang."
"Baiklah..."
Rania menyerahkan jaket Alta lantas memasuki toilet hotel dengan tubuh menggigil. Cuaca sedang tidak bersahabat dan ia tertimpa sial jatuh ke kolam.
Ia menatap bayangan dirinya dalam cermin. Penampilannya berantakan persis kertas krep tercelup air.
Dibasuhnya muka dan disisirnya rambut seadanya sambil berusaha menjernihkan otaknya.
Seorang wanita berpakaian rapi dengan nametag Farra di dada kirinya tersenyum ramah. "Nona Rania?"
"Ya, saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
GHAZ
Romance[21+] CERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA. BIJAKLAH DALAM MEMBACA. Ar-Rasyid Series : #Third Story Rania menganggap Alta sebagai sosok kakak laki-laki yang ia dambakan. Namun pria itu tanpa disangka menginginkan lebih dari ikatan saudara. Disa...