❛❛ Diantara luka dan lara, semoga kamu datang tak membawa nestapa ❞
__________________________________
Abrina Harsa Swastamita, Abrina yang berarti pembawa rezeki dan keberuntungan, Harsa yang berarti kebahagiaan, dan Swastamita yang berarti matahar...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Mengapa kalian hanya menyiksaku, bunuh saja aku!"
Teriak seorang gadis dengan keadaan kacau, di sebuah gudang yang jarang tersentuh di salah satu SMA elite di ibukota.
Dia adalah AbrinaHarsa Swastamita, Abrina yang berarti pembawa rezeki dan keberuntungan, Harsa yang berarti kebahagiaan, dan Swastamita yang berarti matahari terbenam. Benar-benar sebuah nama dengan arti yang sangat indah bukan?
Tapi di dalam cerita ini bahkan tidak ada kebahagiaan. Di tuntut untuk menjadi gadis yang sempurna oleh keluarga, dibandingkan, di bully, di benci, sungguh gadis yang sangat malang.
Plak
Tamparan begitu keras di layangkan, mengenai pipi gadis itu. Tidak sampai di situ kini rambutnya di jambak dengan kuat.
"Udah berani nyuruh gue ya lo?! lo bilang apa tadi? kenapa kita ngga bunuh lo aja? ya kalo lo mati kita ngga punya mainan dong, bego banget!"
Kemudian salah satu dari ke tiga gadis jahat itu memberikan sebuah botol yang berisi air bekas pel yang di campur dengan bubuk cabai, dan cuka.
"Buka mulut lo!" ujar gadis yang di ketahui bernama Erica.
Abrina menutup mulutnya rapat-rapat berharap air itu tidak masuk ke dalam tubuhnya.
Geram saat melihat penolakan dari Abrina, Erica mencengkram kuat kedua pipi Abrina hingga mencerut dan ini kesempatannya ia mencekoki Abrina dengan air itu.
Tenggorokan Abrina terasa seperti terbakar, air bekas pel, dengan bubuk cabai, dan cuka tadi akhirnya masuk ke dalam tubuhnya.
Masih belum puas kedua teman Erica tadi yang bernama Karin dan Sonya menyiram Abrina dengan air yang sangat bau ntah itu air apa.
"Selamat menikmati hari-hari yang kejam cupu!" Ucap Erica.
Setelah itu ketiga gadis itu keluar dari gudang meninggalkan Abrina sendiri dengan keadaan yang begitu berantakan. Abrina sudah tidak bisa menahan air matanya, hingga detik berikutnya tangisnya pecah.
Gudang ini selalu menjadi saksi Dimana Abrina selau di bully. Jika di tanya mengapa ia tidak melaporkan kasus bullying ini jawabanya adalah tidak berguna.
Ia sudah pernah melaporkan ketiga gadis itu tapi, pihak sekolah hanya diam saja. Siapa yang berani mengusik Erica, Ayahnya adalah Kepala sekolah di SMA ini. Selama bersekolah di sini ia benar-benar belum pernah mendapat keadilan.
Abrina mencoba berdiri, dengan susah payah ia berjalan menuju lokernya untuk mengambil Seragam cadangan. Setelah mendapatkan seragamnya ia menuju toilet untuk membersihkan dirinya.
Tiga puluh menit berlalu, kini badanya sudah bersih ia mengambil ponselnya di dalam tas untuk melihat jam. 17.53 sebentar lagi hampir magrib ia bergegas untuk pulang ke rumah, hahaha rumah? Apakah tempat yang seperti itu pantas di sebut rumah?