2. It Takes Two To Tango

3.4K 442 101
                                    

Update lagi!

🏠🏠🏠

Pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Jisoo akan menyiapkan baju, memasak sarapan dan menyiapkan bekal untuk suaminya, lalu mereka akan sarapan bersama. Rutinitas yang sudah biasa Jisoo jalani selama hampir satu tahun ini, namun anehnya ia tidak merasa bosan sama sekali.

"Aku selesai." Jisoo yang memang sudah mengosongkan piringnya segera membawa piring itu ke bak cuci piring untuk di cuci.

"Kau bisa meninggalkannya, aku akan mencuci piring-piring itu," ujar Hae In saat melihat Jisoo yang tidak meninggalkan piring kotornya di bak cuci piring seperti biasa. "Kau bisa bersiap untuk pergi bekerja."

Jisoo tidak menghentikan aktivitasnya. "Aku tidak bekerja hari ini."

"Kenapa?" Hae In menatap Jisoo heran. "Apa kau sakit?"

Jisoo menggeleng. "Hanya sedang tidak ingin."

Hae In yang sudah selesai makan membawa piringnya ke bak cuci piring, menyusul Jisoo yang masih mencuci piring dan peralatan masak yang kotor. "Kau tidak demam." gumam Hae In setelah menempelkan telapak tangannya di dahi Jisoo.

"Aku memang baik-baik saja," jawab Jisoo. "Aku hanya sedang tidak dalam suasana hati yang baik untuk bekerja."

Hae In terdiam sejenak, namun tangannya tetap bergerak untuk membilas piring dan peralatan masak yang telah diberi sabun oleh Jisoo. "Apa karena pembicaraan kemarin?" Jisoo menatap Hae In tidak mengerti. "Kau tahu.. soal anak?"

"Ah, soal itu," Jisoo menghela napas pelan. "Aku tidak memikirkannya. Lagi pula kita sudah sepakat jika tidak akan ada anak jika kita belum saling mencintai, bukan?"

Hae In mengangguk pelan. "Tapi ibu akan semakin mendesak kita, apa kau benar-benar bisa bertahan dengan itu?"

Jisoo berpikir sejenak. "Terkadang saat aku menggendong Kang Joon, ada rasa aku ingin menggendong bayiku sendiri," Jisoo menjeda kalimatnya. "Tapi mengingat kondisiku, kondisi kita sekarang. Jika anak itu hadir, bukankah hanya akan membuat dia menjadi sengsara?" Hae In tidak menjawab, namun dalam hati ia membenarkan. "Mungkin kita bisa mencukupi kebutuhannya, tapi aku ragu dengan kasih sayang yang dia miliki, terlebih jika kita pada akhirnya memutuskan untuk berpisah."

Hae In berdecak kesal. "Bukankah aku sudah mengatakan untuk tidak mengatakan hal-hal seperti itu?" Jisoo hanya tersenyum lebar sambil melepas sarung tangan karetnya. "Apa kau lupa jika kau bahkan tidak boleh memikirkannya?"

"I know, I know. Mulutku hanya sedang terbawa suasana." cicit Jisoo.

Hae In melepas sarung tangan karetnya ketika sudah selesai membilas semua piring dan peralatan masak. "Jika kau merasa sakit atau tidak enak badan, langsung telepon Hye Yoon atau kau boleh meneleponku, aku akan membawamu ke dokter." ujar Hae In sambil membenarkan lengan kemejanya yang semula ia gulung.

"Tidak perlu, sebenarnya hari ini mereka sedang luang dan akan datang ke sini."

"Mereka? Apa maksudmu Hye Yoon, Shin Hye, dan Hee Jin?" Jisoo mengangguk, sementara Hae In menghela napas berat. "Jangan coba-coba menyentuh soju atau minuman beralkohol lainnya."

Jisoo menggeleng kuat-kuat. "Kami hanya akan memasak bersama dan berbincang sambil minum teh."

"Terakhir kali kau mengatakan hal itu, kau berakhir di rumah sakit karena keracunan alkohol," sahut Hae In. "Aku akan melakukan panggilan video nanti."

"Astaga, apa kau tidak mempercayaiku?" keluh Jisoo. "Lagi pula siapa yang minum-minum di siang hari?"

"Kau dan teman-temanmu."

Home [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang