9. Harapan

2.6K 407 136
                                    

Halo! Aku balik lagi nih!

Tanpa nunggu nunggu lagi, mari kita langsung sat set sat set ajaa

Selamat membaca🤍

🏠🏠🏠

"Kenapa kau menyetujui ajakan ibu?" Jisoo hanya menghela napas pelan melihat suaminya yang berguling ke sana ke mari di ranjang seperti anak kecil. "Aku susah payah mengambil cuti bukan untuk menghabiskan waktu dengan orang tuaku, tapi dengan istriku, denganmu Kim Jisoo," Hae In kembali meracau. "Minggu depan aku akan melakukan latihan bersama selama dua minggu yang berarti aku tidak bisa bersamamu selama dua minggu. Kau tahu? Dua minggu, Kim Jisoo! Dua minggu!"

Jisoo kembali menghela napas pelan sambil duduk di tepi ranjang. "Dua minggu bukan waktu yang lama, kita sudah pernah berpisah lebih lama dari itu," ujar Jisoo. "Lagi pula kau juga bisa menghabiskan waktu denganku di sana."

Hae In berhenti berguling dan menatap Jisoo. "Tetap saja ada ibu dan ayah yang mengganggu," Hae In mendengus kesal. "Kau benar-benar tidak punya hati! Aku kesal!"

Jisoo tersenyum geli melihat tingkah suaminya yang sedang uring-uringan itu. Hae In memang mengajukan cuti untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan istrinya sebelum pergi melakukan pelatihan bersama selama dua minggu yang membuat ia dan istrinya harus berpisah untuk sementara waktu.

Hae In bahkan sudah memiliki segudang rencana tentang apa yang harus ia dan istrinya lakukan selama ia libur, seperti pergi berkencan di taman hiburan, menonton film, dan segudang rencana yang sayangnya harus hancur karena sang ibu mendesak mereka untuk ikut pergi mendaki gunung sekaligus mencoba resor milik ayah Hae In yang baru dibuka.

"Sebaiknya kita bergegas," ujar Jisoo sambil menepuk pipi Hae In pelan. "Kita tidak boleh membiarkan ayah dan ibu menunggu."

Hae In mendengus, namun ia tetap turun dari ranjang dan membawa koper mereka keluar. Cuaca hari ini begitu cerah, namun tidak begitu terik. Jisoo menyukai cuaca hari ini, meski seseorang yang sedang bersamanya nampak tidak demikian. Tampang Hae In sekarang sudah seperti kertas yang terlipat-lipat dan tidak memiliki harapan untuk kembali rapi.

Meski begitu, Hae In tetap mengemudikan mobilnya menuju resor. Perjalanan mereka memakan waktu hampir tiga jam karena memang terletak di destinasi wisata yang cukup jauh dari pusat kota.

Lantunan musik mengiri perjalanan mereka. Cuaca yang cerah, dengan lagu yang menyenangkan membuat suasana hati Jisoo benar-benar baik. Ia bahkan tidak henti-hentinya menyanyikan lagu yang terputar. Sementara Hae In yang semula nampak murung, kini sudah membaik, ia terus tersenyum ketika sang istri ikut menyanyi.

Hae In sendiri tidak mengerti. Kenapa melihat Jisoo senang bisa membuatnya ikut senang?

"We're strolling down the boulevard and dancing under streetlights," Jisoo kambali bersenandung mengikuti alunan lagu yang terputar di radio dengan riang. "Every year we get older—"

"And I'm still on your side."

Jisoo menatap suaminya dengan senyum lebar ketika menyadari laki-laki itu ikut bersenandung, sementara Hae In hanya tersenyum kemudian mengambil tangan Jisoo sebelum mengecup punggung tangan wanita itu. Pada akhirnya Hae In akui jika tidak ada waktu yang lebih menyenangkan daripada berkendara dengan orang yang ia kasihi di cuaca yang baik dan pemandangan yang memanjakan mata.

Setelah beberapa saat, mobil Hae In berhenti disebuah lahan parkir. "Bukankah resor ayah dan ibu masih jauh?" tanya Jisoo bingung.

"Aku perlu istirahat sebentar." ujar Hae In kemudian turun dari mobil, Jisoo yang masih bingung terpaksa mengikuti suaminya.

Home [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang