16. Eight Letter

5K 438 153
                                        

Loh! Ada lagi???

Baca aja deh hehe

🏠🏠🏠

Sinar matahari pagi yang menyusup melalui celah tirai jendela mengusik tidur lelap Jisoo. Ia membuka matanya perlahan dan merasakan sebuah tangan kokoh melingkar di perutnya yang mulai membuncit.

Jisoo tersenyum kecil sebelum memutar tubuhnya agar berhadapan dengan si pemilik tangan kokoh itu, Hae In. Laki-laki itu masih terlelap. Senyum Jisoo semakin mengembang ketika melihat suaminya yang begitu tenang, sedikit berbeda jika sudah terjaga karena Hae In akhir-akhir ini memang senang sekali mengomel.

Jisoo menatap jam dinding, pukul enam pagi, itu berarti ia harus segera bangun dan menyiapkan sarapan. Dengan perlahan ia pun menyingkirkan tangan suaminya, namun baru saja Jisoo mencoba untuk duduk, tubuhnya tertarik ke dalam dekapan Hae In.

"Kau mau melarikan diri?" tanya Hae In dengan suara paraunya. Ia bahkan belum membuka matanya. "Pukul berapa sekarang?"

"Pukul enam." jawab Jisoo sambil mengamati sang suami yang terlihat enggan membuka mata.

Hae In mendekap istrinya. "Ini akhir pekan, ayo tidur lagi saja."

"Tapi kau memiliki janji hari ini," ujar Jisoo yang berhasil membuat Hae In membuka mata dan menghela napas berat. "Apa sekarang kau ingat?" belum sempat Hae In menjawab, suara pintu yang diketuk dengan amat keras secara berkali-kali terdengar. Jisoo tersenyum geli melihat Hae In yang terlihat begitu kesal. "Kau lihat, mereka sudah datang menagih janjimu."

Hae In mendengus. "Kapan mereka akan lupa dengan janji yang aku buat?"

"Tidak akan pernah."

Hae In bergegas turun dari ranjang dengan malas dan bergegas membuka pintu sebelum pintu kamar itu rusak. "Ayah! Kenapa lama sekali?!" protes seorang anak laki-laki yang masih menggunakan piyama bergambar animasi favoritnya, Pororo. "Ayah, kau tidak lupa dengan janjimu, bukan?"

"Kita harus pergi ke taman bermain hari ini!" seru bocah laki-laki yang lebih kecil di sebelahnya.

"Boys—"

"Aku ingin bermain boong boong car, brother moon and sister suns, camelot carousel, dan naik monorail!" ujar si bocah kecil memotong kalimat Hae In.

"Pilihan mainanmu seperti anak kecil," sahut anak laki-laki yang lebih besar. "Bukankah kau seharusnya sudah boleh bermain swing tree?"

"Tapi aku memang masih kecil," sahut anak laki-laki satunya. "Bukankah kau juga sama? Kau baru enam tahun, jika kau lupa."

"Boys, silent!" ujar Hae In sedikit berseru agar dua anak laki-laki yang sedang berargumen itu memperhatikannya. "Apa kalian masih mau pergi ke taman bermain?" dua anak laki-laki itu mengangguk kompak. "Alright, sekarang segera cari Bibi Yoon, minta tolong padanya untuk membantu kalian mandi dan bersiap. Ayah akan bersiap sendiri, jika aku yang lebih dulu berada di meja makan, maka kita tidak jadi ke taman bermain. Are we clear?"

"Yes, Sir!"

"Good. Sekarang pergilah."

Setelah memberikan instruksi pada dua anak laki-laki yang segera berlari meninggalkannya itu, Hae In bergegas kembali, namun tidak menemukan istrinya di ranjang. Hae In memutuskan mencari Jisoo ke walk in closet, namun Jisoo tidak ada di sana. Samar-samar Hae In mendengar suara shower menyala dari kamar mandi.

Hae In tersenyum kecil sebelum menyelinap masuk dan bergegas menanggalkan semua bajunya sebelum bergabung di bawah shower bersama Jisoo yang belum menyadari keberadaanya.

Home [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang