2

2.3K 261 47
                                    

Suasana meja makan begitu hening. Hanya suara denting sendok yang beradu dengan piring yang terdengar beriringan. Memang sejak dulu, keluarga yang terkenal dengan keperfectionisannya itu menjunjung tinggi adab kesopanan. Bagi tetua, adab adalah hal nomor satu yang harus mereka junjung tinggi. Apa gunanya kecerdasan yang mereka punyai jika tak mampu mereka seimbangkan dengan tingkah laku baik dalam hal contoh-mencontohkan sesuatu yang berdampak baik ke depannya. Itu adalah tujuan leluhur Uchiha untuk melestarikan segala tradisi untuk generasi keturunannya. Dan untung saja, beberapa peraturan yang dibuat masih bisa diterapkan oleh anak-cucunya hingga sekarang. Salah satunya adalah tidak berbicara saat makan.

Beberapa menit dilalui dengan begitu hikmat hingga suara bel yang berbunyi nyaring sebanyak dua kali berhasil mengalihkan tatapan satu-satunya wanita yang berada di sana. Sudut bibirnya menciptakan senyum manis yang selalu berhasil memikat fokus pria paling tua di sana, Uchiha Fugaku, selaku suaminya. Mengelap bibirnya sedikit terburu, maniknya melirik netra sang suami geli. Hanya tatapan datar yang diterima, namun Mikoto, nama wanita itu tahu jika sang suami juga excited dengan kedatangan sang tamu.

"Pasti dia" ujarnya semangat setelah menegak air putih dalam gelas tingginya.

Mendengar gumaman sang ibu, Sasuke yang duduk tepat di hadapannya, mengernyitkan dahi. Kunyahannya terhenti sejenak. Dilihatnya, punggung sang ibu yang telah meninggalkan kursi tampak begitu bersemangat menyambut tamunya. Padahal, ada maid yang ia yakini telah membukakan pintu. Sebenarnya, siapa yang membuat ibunya bertingkah kegirangan seperti ini?

Mengendikkan bahu acuh, ia melanjutkan makannya yang sempat tertunda hingga sebuah suara lembut yang sudah ia hafal di luar kepala menghentikan takaran sendoknya. Genggaman erat tak mampu ia kendalikan, menyalurkan emosi yang entah kenapa menggelagak masuk ke dalam dada. Kepalanya mendongak--- menatap datar perempuan yang kini berdiri bersandingan dengan sang ibu. Berlanjut dengan koper merah tua yang berada di sampingnya, otaknya dengan cepat mengirimkan impuls hingga satu kesimpulan terbentuk.

"Selamat pagi, Fugaku-tousan dan---"

Sakura menunduk--- memberi salam penghormatan. Hal itu tak luput dari tatapan tajam Sasuke yang tak menyangka jika gadis itulah yang telah membuat sang ibu kegirangan. Ia juga sedikit terkesiap dengan body languagenya yang sangat sopan. Berbeda sekali saat berada di sekolah. Hell, ia muak.

"---- Sasuke-kun."

Senyum manis tercetak di wajah ovalnya. Sasuke mendecih saat memperhatikan wajah sok ramah itu membentuk smirk licik di detik terakhir ia berucap. Dan sialnya, hanya dia yang sadar akan ekspresi itu. Atau memang hanya dia yang disadarkan oleh Sakura?

Menatap makanannya yang masih separuh, ia menjadi tak berselera. Kedatangan Sakura benar-benar membuat moodnya anjlok.

Ibunya menggeser kursi yang berada di sampingnya untuk sang putri kesayangan. Sedikit sungkan, Sakura duduk sembari menampilkan senyum manis bak bangsawan---- yang kenyataannya memang begitu. Siapa yang meragukan seorang Haruno? Dia adalah anak kedua dari Haruno Kizashi dan mendiang Haruno Mebuki. Siapa juga yang tak mengenal klan Haruno? Tak akan ada yang meragukan darah kebangsawannya mengingat betapa besarnya akomodasi kekuasaan Kizashi di dunia bisnis. Kekayaannya tak akan habis tujuh turunan.

"Silakan duduk, Sakura-chan. Kau pasti belum sarapan, kan?"

Sasuke memandang wanita yang telah melahirkannya itu tajam namun wanita itu tak menyadarinya. Ibunya malah sibuk mengambil nasi dan lauk ke dalam piring yang diberikan pelayan kemudian menghidangkannya ke hadapan gadis itu. Benar-benar!

Back to the MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang