6

2.1K 296 49
                                    

Hujan turun untuk pertama kalinya di tahun ini. Suaranya yang bertabrakan dengan tanah, menguarkan aroma menyenangkan yang sudah lama dinantikan oleh para pecinta hujan. Sama halnya dengan Sakura, rintikan hujan itu dijadikan melody ketukan jarinya yang saling bergerak lincah di atas meja belajar.

Ia menggigit ujung kukunya sembari memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk berdamai dengan Sasuke yang tampaknya masih mengibarkan bendera perang dengannya. Beberapa kali, otaknya berusaha mencari jalan keluar namun yang didapat hanyalah jalan buntu. Otaknya blank dan itu membuatnya selalu menghembuskan nafas gusar.
Ia tak bisa diacuhkan begini.

Berdiri dan memantapkan langkah, ia beranjak keluar kamar dan berhenti tepat di depan pintu kayu milik Sasuke. Emeraldnya termenung. Kembali, ia gigiti ujung jari telunjuk dan ibu jarinya bergantian. Hampir lima menit ia berpikir yang tak berujung apapun hingga akhirnya ia mengambil keputusan.

Mengetuknya tiga kali, ia masih terdiam menunggu suara bass Sasuke. Namun selang beberapa saat, tak ada jawaban apapun dari sana.

Mau tak mau, ia memutar handle pintu. Kepalanya setengah masuk dengan emerald mengitari seluruh kamar yang nampak kosong, tak ada si penghuni. Namun, samar-samar ia mendengar gemericik air dari kamar mandi pemuda tersebut.

Entah kenapa, ia kembali dilanda gugup. Setelah kemarin sempat menangis sesenggukan di hadapan pemuda itu dan dengan lancang mencium bibirnya, ia
merasa malu. Pasalnya, itu adalah first kissnya. Ok Sakura, hilangkan rasa malumu dan kau kemanakan sifat bar-barmu itu?

Sakura menggelengkan kepalanya. Walaupun terkenal sebagai primadona pembuat ulah, ia tak pernah sembarangan memberikan ciumannya. Dan entah setan darimana, ia memerawani bibirnya dengan bibir Sasuke kemarin. Oh, Tuhan, bahkan tekstur itu masih bis ia rasakan hingga sekarang.

Membuang nafas berat sekali lagi, kakinya melangkah masuk. Bibirnya mencebik saat foto yang sempat ia hancurkan, kembali terpasang di atas meja nakas dengan bingkai baru tentunya.

"Harusnya potretku yang terpasang di sana." Kesalnya namun ia enggan untuk menghancurkannya lagi. Dengan mata yang sedikit berkobar, ia memandang potret Sasuke yang tengah merangkul mesra bahu Hinata. Gadis itu menarik bibirnya--- tampak sangat nyaman berada di pelukan Sasukenya.

"Lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku, Sasuke-kun. Cepat atau lambat, kau akan berda di genggamanku," gumam Sakura menatap potret wajah Sasuke yang menampilkan ekspresi stoicnya hingga tubuhnya refleks memutar saat telinganya menangkap suara bass Sasuke dari belakang tubuhnya.

Rona merah langsung menghiasi pipi chubbynya saat netranya menatap dada bidang Sasuke yang telanjang.

"Jangan bermimpi."

Suara Sasuke tenang. Pemuda itu mengacak surai basahnya dengan handuk kecil yang membuat Sakura tambah merona karena keseksian yang pemuda itu tampilkan.

Lututnya mundur dengan sedikit getar saat Sasuke berjalan mendekatinya. Netra hijaunya masih mengamati bentuk dada bidang Sasuke yang hot. Ah, mimpi apa ia tadi malam?

"Kau menikmati apa, huh?"

Sasuke mendekatkan wajahnya ke wajah Sakura yang kini menyeringai. Degub jantungnya masih bertalu namun ia harus mengontrol diri. Bukankah ia wanita kuat?

"Tentu saja menikmati apa yang bisa kunikmati, bukan?"

Telunjuk Sakura bermain di dada Sasuke. Dahi Sasuke lantas mengernyit. Ia menyentak kasar tangan Sakura, tak sampai menyakiti.

"Jangan lancang. Minggir."

Sakura mengerjabkan maniknya polos. Ia tetap bersikeukeh dengan posisinya, tak peduli dengan tatapan tajam yang mengarah nyalang menghardik netranya.

Back to the MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang