"Sebagai penutup, aku akan memberikan sedikit daun mint dan beberapa irisan tomat sebagai topping. Kuharap, ini akan sangat cantik."
Sakura tersenyum menghadap kamera beberapa detik sebelum menghias daging steak yang telah disajikan di atas piring berbentuk oval.
Di sampingnya, Fugaku menumpu kedua tangan di meja counter, memperhatikan kecekatan Sakura dalam menghias hasil masakan mereka. Bibirnya memang tak mengulas senyum, namun jika diperhatikan lebih jeli, matanya yang sehitam obsidian itu terpancar rasa bangga.Sasuke mendengus namun perhatiannya tak luput dari kedua sosok yang tampaknya sangat menikmati kegiatannya hari ini. Kerjasamanya begitu menyatu yang kemungkinan besar, ia tak perlu mengedit terlalu banyak. Kesan natural, keluwesan, serta komunikasinya mengalir begitu saja.
"Mereka seperti ayah dan anak, ya?" Suara lembut itu sarat akan sendu. Sasuke menoleh, mendapati kesedihan yang terpancar dari wajah Hinata, ia kembali memperhatikan bagaimana interaksi Fugaku dan Sakura. Memang benar kata Hinata, ayahnya yang biasa terlihat dingin tampak luluh dan membaur dengan kepribadian Sakura yang ceria. Tak ada kesan kaku seperti hari-hari biasanya.
"Sakura berhasil membuat senyuman di mata Paman."
Lilitan tangan Hinata terlepas saat Sasuke menggenggam salah satu tangannya. Gadis itu tersentak, menatap Sasuke yang menarik senyum samar, meyakinkan dirinya untuk tidak terlalu khawatir.
"Jangan berpikir macam-macam."
Hinata mengangguk, membalas tangan Sasuke lebih erat dan sedikit menekan. Garis bibirnya sedikit menurun. Kekhawatiran itu jelas nyata adanya."Aku tahu."
Kau mulai berbeda, Sasuke-kun.
Ya, Hinata menyadari. Kekuatan remasan Sasuke sudah tak seperti dulu dan hal itu membuat keraguannya semakin membesar. Hinata melirik Sasuke yang membidik lensa kameranya. Hatinya sudah tidak enak sejak kemarin, ditambah dengan keakraban yang terjalin di antara orang tua Sasuke, semakin membuat perasaan tidak nyaman itu bertambah besar. Ia takut, Sasuke juga akan berpaling seperti Ayahnya.
"Sasuke..."
Panggilan dari Fugaku membuat Sasuke mengernyit. Mikoto yang berada tak jauh dari posisi Fugaku, melambaikan tangan, menyuruhnya mendekat dengan kode tangan. Ini tidak ada dalam skenario. Ia hanya disuruh untuk mengotak-atik kamera, bukan masuk ke dalam konten yang dilakukan dua orang tersebut. Tahu akan begini, ia lebih baik pergi ke luar bersama Hinata."Hinata, tolong handle sebentar."
Hinata mengacungkan jempolnya sembari menarik senyum tak sampai mata. Jujur saja, ia tidak rela. Tapi, apa haknya di sini akan diprioritaskan? Tentu saja, tidak."Tenang saja, kau bisa mengandalkanku, Bibi."
Hinata melirik Sasuke yang menatapnya menyipit seakan membantah kerelaannya dengan kalimat apa yang kau lakukan. "Pergilah," bisik Hinata. "Bibi memintanya...""Sasuke..." Mikoto memanggilnya lagi hingga Sasuke mau tak mau berdiri sedikit ogah-ogahan. Sebelum melangkah menuju kedua orang itu, Sasuke menyempatkan diri untuk menarik hidung Hinata. Gadis yang mendapatkan kejahilan itu meringis serta mendelik setelahnya.
"Jangan cemburu..." bisik Sasuke lalu melangkah pergi, meninggalkannya.
"Bagaimana kalau aku bilang iya?" ucapnya hampa tersapu angin. Ia hanya bisa memandangi punggung Sasuke yang mulai menjauhinya.
Hanya satu tahun, kan?
****
Sasuke menghentikan mobilnya saat tiba di depan mansion Haruno. Selesai acara pembuatan konten ayah anak, gadis keras kepala itu memaksanya untuk mengantarkan pulang. Terpaksa, ia menyanggupi karena ayah dan ibunya pun memberikan titah, mendukung kemauan gadis bebal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to the Moon
ChickLit⚠️WARNING⚠️ SASUSAKU SLIGHT SASUHINA Yg ga suka sedih2 bisa menjauh. Berharap feelnya nyampe walaupun sekali lagi Alur lambat kayak keong.