Melepas Kerinduan

710 154 47
                                    

"Mami punya mantan berapa?"

"Gak banyak, soalnya Mami bukan playgirl."

"Satu?"

"Gak kehitung, lho."

Sinb mengerjap, katanya tidak banyak. Sinb tidak salah dengar, bukan? Mami nya bilang bahwa dia tidak punya banyak mantan, tetapi kemudian mami nya mengatakan tidak terhitung.

"Nol?" tanya Sinb memastikan.

"Sepuluh kalo gak salah, sih."

"Astaga!"

Jessica mengernyit, memangnya sepuluh itu angka yang banyak? Menurutnya, sepuluh tidak termasuk ke dalam kenakalan remaja. Namanya juga masih labil, nyaman dikit auto terima.

"Papi!!!"

Jessica terhenyak. "Sinb!"

Sinb cengengesan, lalu dia menaruh bunga cantik yang dibeli oleh maminya ke dalam lemari kaca. Iya, lemari kaca dengan album foto beserta satu buah guci berisi abu. Sebelas tahun yang lalu, terkena serangan jantung akibat Jessica meminta cerai.

"Selamat sore, Papi," sapa Sinb. "Gimana di sana? Ada permainan sepak bola, gak?"

Jessica hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia benar-benar tidak habis pikir dengan putri semata wayangnya ini. Sehingga pertanyaan itu tercetus kepada papinya yang sudah berada di dunia lain.

"Ini pantesan Sinb ganteng, nih," kata Sinb. "Papi nya aja udah ganteng."

"Hmmm."

"Nah, Papi senyum-senyum, tuh!" tunjuk Sinb.

Toh, memang dalam album foto tersebut Sang papi sedang tersenyum. Jessica yang melihat tingkah putrinya pun hanya bisa memijat pangkal hidungnya. Bisa gila kalau dia bersama anaknya setiap hari.

"Sinb kangen, lho," aku Sinb dengan suara yang melembut.

Jessica mengerti situasi ini, ia pun merengkuh tubuh putrinya untuk dipeluk. Menenangkan anak itukan penting.

Bagaimana dengan Sowon si anak Mama Yuri?

Begitu papa nya datang, Sowon langsung mengajak Sang papa ke balkon kamarnya. Dia menggelar karpet di sana, dengan tambahan teh hangat beserta camilannya. Yuri bagaimana? Dia memutuskan untuk duduk di dalam, memperhatikan dari jauh kala kedua orang itu tengah berbincang-bincang.

"Mama pelit, Pa. Masa Sowon mau pacaran dilarang-larang."

"Wah?"

"Menurut Papa, gimana? Sowon harus pacaran atau nurutin aja perkataan Mama?"

"Pacaran aja!"

Ekhem!

"E-eh, a-anu, itu ... apa? Maksudnya, jangan, jangan pacaran, iya!"

Yuri menguap, ia menggeliat sambil berjalan menghampiri anak dan mantan suaminya di sana. Namanya Siwon, si tampan yang takut pada istri. Bagaimana pun, Yuri kalau marah galaknya minta ampun.

"Ish, Papa gak punya pendirian banget, deh!" dengkus Sowon. "Seharusnya Papa itukan ngedukung Sowon, biar nanti Mama setuju Sowon pacaran."

"Pacaran-pacaran, urus dulu pendidikan kamu, tuh!" sembur Yuri. "Jangan nyia-nyiain masa remaja kamu buat hal gak penting."

"Penting buat Sowon pacaran, tuh!" Sowon beranjak melawan mama nya. "Pacaran gak semata-mata harus deketan, tapi pacaran secara sehat, Ma."

"Pacaran yang gimana? Pacaran yang kalo ketemu sambil nyemil sayur, iya?"

Sowon membuka mulutnya tidak habis pikir. "Pacar itu bisa jadi penyemangat, Ma. Kalo Mama gak percaya, Mama tanya sama Papa! Iyakan, Pa?"

Siwon ingin menjawab, tetapi tatapan mata Yuri begitu tajam menusuknya. Dilanda dilema, antara menyetujui anak dapat membahagiakan anak, atau menolak demi keselamatan dirinya dari amukan.

Single ParentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang