Gara-Gara Kepentok nih Kayaknya

48 9 7
                                    

Malam semuanyaa... Jangan lupa vote dan komennya ya! Happy reading all :D

***

Malam semakin larut, Kainan menghentikan mobilnya di pinggir jalan kala detakan jantungnya semakin menggila. Ruang-ruang dalam kulitnya perlahan mengelurkan keringat. Kainan tidak bisa menyetir mobil dalam kondisi seperti itu. Mengobrol cukup serius dengan Rafa ternyata membuatnya ikut menggali luka lama, ia jadi teringat dengan sosok mama dan kilas balik kecelakaan yang beberapa tahun lalu ia alami. Suara teriakan, pecahan kaca, dan tubuhnya yang terlempar dan berguling-guling di aspal yang keras membuat dirinya bergidik ngeri.

Kainan buru-buru mengambil obat-obatan yang selama beberapa tahun kebelakang selalu ada di kantung celananya. Obat bernama alprazolam itu buru-buru Kainan telan untuk menghentikan debaran jantungnya. Setelah ia berhasil menelannya, Kainan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil. Ia menelvon Theo agar menjemputnya.

Kainan mengusap liquid yang perlahan keluar dari sudut matanya. Nyatanya hanya dengan mengingat masa lalu Kainan belum bisa berdamai dengan hidupnya. Bayang-bayang itu masih ada, rasa bersalah, kehilangan, dan kemarahan itu masih ada. Bohong jika Kainan mengatakan bahwa hidupnya baik-baik saja. Belum lagi tak hanya satu kali Kainan ditinggal oleh sosok yang ia cintai, membuat ia kerap marah dengan dirinya sendiri. Hingga setiap bangun tidur Kainan merasa hidupnya selalu kosong.

"Mama pergi ninggalin gue, lo kenapa juga ikut pergi, Sha."

***

Di malam yang sama tapi di tempat berbeda. Hana menghembuskan napas lelah setelah ia keluar dari tempat bimbelnya. Tubuhnya terasa begitu remuk setelah ia menghabiskan lebih dari enam jam belajar di sekolah dan di tambah ia mempunyai jadwal bimbel saat malam hari juga.

"Hai cantik, udah selesai bimbelnya?" Hana terkejut, tetapi sedetik kemudian ia tertawa begitu meenyadari siapa sosok yang tiba-tiba menghentikan motornya tepat di depannya.

"Apa sih Hendra." Ucap Hana dengan malu-malu. Ia buru-buru mengajak pacarnya itu untuk pergi dari halaman bimbel dan mampir di salah satu restoran untuk mengisi perut.

"Hana, kamu belum cerita tentang anak IPS kemarin." Hana menghentikan kegiatan menyendokkan nasi goreng ke dalam perutnya. Ia menatap Hendra –pacarnya— yang kini memasang tatapan heran ke arahnya.

"Jadi intinya gini Hen. Pak Kainan itu buat band terus yang beliau tunjuk itu aku, Haikal, sama Jevan. Terus ya gitu, mau enggak mau aku harus sering kerjasama dengan mereka. Nah, sebenarnya itu sama si Rafa ketua kelasku juga, tapi enggak tahu dia jadi mau gabung atau enggak, soalnya tadi si Jevan sama Haikal baru bujuk lagi katanya." Papar Hana jujur.

"Aku enggak suka." Hana mengerjapkan matanya.

"Hah, maksud kamu?" Tanya Hana bingung.

"Na, hubungan kita itu enggak dipublish ke banyak orang. Aku takut antara Jevan atau Haikal ada yang suka sama kamu." Hana tersedak, ia tak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu tadi Hendra.

"Kamu keluar aja ya dari band." Hana semakin menganga tak percaya.

"Ndra, kamu apa-apaan sih. Kamu tahu kan aku jarang tampil di depan banyak orang. Kenapa saat aku ingin memperlihatkan kemampuan aku kamu malah mikirnya gitu." Ucap Hana sebal. Bukan apa-apa, harusnya jawaban berupa semangat atau do'a-do'a baik yang Hendra berikan pada Hana, bukan malah meminta Hana keluar dari band.

"Na, kurang jelas alasanku tadi?"

"Ya tapi enggak masuk akal Hendra. Enggak mungkinlah tiba-tiba Jevan sama Haikal suka sama aku."

"Aku aja bisa suka sama kamu, kenapa mereka enggak?" Balas Hendra dengan tetap kekeh mempertahankan keinginannya.

"Maaf Ndra, untuk kali ini aku enggak bisa ngabulin permintaan kamu. Aku juga ingin dilihat orang banyak kayak orang-orang. Dan aku pikir ini kesempatan bagus buatku untuk menerima tawaran Pak Kainan. Melepaskan suatu kesempatan hanya karena alasan yang tidak masuk akal itu menurut aku enggak banget, Ndra." Jawab Hana tegas.

Melodi HarmoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang