PENAT, lelah, bosan, berkumpul dan berkabung menjadi satu. Seperti bernapas hanya untuk melewati meobius yang menggilakan. Terseok-seok dengan hari-hari yang berkembang semakin asing. Jisoo tidak tahu, hal-hal yang-sesedikitnya-menyeret ke sana telah dia hindari sebisa mungkin; seperti menonaktifkan ponsel, menghilang dari pandangan Joohyuk beserta sebab khusus yang ada di baliknya. Mengapit hidup dalam kehampaan-seperti yang dirasanya selama ini-nyatanya lebih baik ketimbang bergelayut dengan rumitnya akal dan perasaaan jikalau melewati perdebatan sepanjang hari. Jisoo mempertanyakan dirinya berkali-kali; akal, rasa, beserta kewarasannya yang belakangan ini patut dipertanyakan.Terakhir, tepatnya lima hari yang lalu, setelah insiden menyuapi Mingyu di rumah sakit, Jisoo mengalami kesulitan tidur. Sosok Mingyu menjelma hantu dalam kepalanya; berkelayapan dan mengganggu. Merutuki habis semua bayang-bayang itu sembari-lagi-lagi-Jisoo sesali, mengapa ia mengiyakan ajakan Joohyuk kala itu sehingga ia tak perlu merasa sengsara. Perasaannya sungguh tak menentu, tak bisa dikendalikan. Terkadang ingin marah, kemudian mencemooh habis sosok Mingyu dalam kepala, tetapi dalam kesempatan lain justru ia tersenyum, menyambut senang bayangan itu. Jisoo yakin dirinya sudah gila. Bukan sekali waktu dia beranggapan demikian. Hanya saja, pada kesempatan kali ini kegilaan bersikukuh melumatnya secara utuh. Distorsi memporak-porandakan benaknya seperti tornado raksasa yang mengacak-acak seantero kota.
Gencar Jisoo menendang bolanya hingga menabrak besi gawang dan memantul ke rerumputan sebelum akhirnya menggelinding. Lantas membiarkan punggungnya bertabrakan dengan tanah seraya menatap langit gelap yang diiringi bercak-bercak memendar.
Apa yang harus ia lakukan?
Pertanyaan dengan jawaban abstrak selalu membuat siapapun gelisah. Namun, Jisoo temukan jawaban yang terlampau absolut untuk dijabarkan malam ini. Dia benci harus mengakuinya, tetapi semakin lama ia ingin memendam dan menolak, semakin ia rasakan pusat jantungnya perlahan membusuk. Tanpa sadar air matanya tumpah, membasahi kedua pipinya yang basah oleh keringat. Lelah, hanya itu yang ingin ia ungkapkan. Mengapa hidupnya begitu rumit? Atau ... eksistensi rindu yang terlalu sukar?
Setelah malam itu, Jisoo merasa lebih baik. Keresahan dalam hatinya berhasil dibuang lebih banyak. Bahkan ia ingin bercermin sekarang-setelah berhari-hari melupakan penampilannya sendiri. Mungkin memang benar apa yang didengungkan para pakar psikologis; mengakui apa yang dirasakan memperbaiki kondisi seseorang. Rasanya ringan, sehingga aroma kehidupan mampu terserap lagi ke dalam paru-parunya.
Meski berundung dalam rasa gengsi yang teramat besarnya, perlahan Jisoo mulai mengaku kalau dirinya punya perasaan lain terhadap pemuda Kim tersebut. Terbentuk seperti apa pun ia, Jisoo tidak mau ambil pusing. Bukankah ia hanya perlu abai untuk beberapa waktu, hingga dapat menyadari-secara pasti-bila perasaan itu hanya batas antara kagum semata? Mengapa harus terburu-buru memvonis diri sendiri? Dia yakin, bila hasilnya tak seburuk dari salah satu dugaannya.
Tak elak, asumsi tersebut membuat Jisoo setingkat lebih lega lagi. Pasalnya, dia takut bisik-bisik cinta terlarang dalam batinnya menjelma nyata.
Dari lantai dua gedung sekolah, Jisoo bisa melihat Minjung sedang melamun sendirian. Bersandar di dahan pohon sambil menerawang menatap langit, kedua telinganya disumpal earphone, entah apa yang tengah perempuan itu pikirkan. Jisoo jadi tersadar, telah lama ia melupakan Minjung, serta masalah yang membentang pertemanan mereka. Dia mengingat kembali semua sebab itu. Sebenarnya, mau dipikir sesederhana apapun-tetap-memang Minjunglah yang menginginkan masalah ini ada. Tak perlu repot-repot ia risaukan lagi. Minjung tetaplah Minjung, yang aneh dan keras kepala.
Jisoo bertolak menuju parkiran, menghampiri motor besarnya yang diparkir di sana. Sejak dulu, bila kondisi hatinya sedang buruk, ia kerap kali mengendarai sepeda motor, dan menanggalkan mobilnya di garasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kereta api || revisi
RomanceBerawal dari sebuah gerbong kereta, hingga coat hangat yang ia terima dari pemuda berkulit tan itu dengan terpaksa. Pemberian yang terkesan 'sederhana', tetapi mampu menciptakan perasaan rumit yang tertinggal dalam hati pemuda berparas cantik itu. N...